Pengacara Sebut Tuntutan JPU Nyaplir
Sidang Bayi Malang yang Meninggal di TPA
“Dengan demikian, jelas sudah bahwa surat tuntutan JPU Eror In Persona, sehingga terdakwa patut dibebaskan atau setidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtvervolging),”
DENPASAR, NusaBali
Sidang kematian bayi berusia tiga bulan berinisial ENA yang dititipkan oleh orangtuanya di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare, Denpasar dilanjutkan dengan agenda pembecaan pledoi (pembelaan) di PN Denpasar, Kamis (26/9). Dalam pledoi, terdakwa Ni Made Sudiani Putri yang disebut pemilik TPA melalui kuasa hukumnya yang baru, K Jhony Max Riwoe dan Yulius Benyamin Seran dkk menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak tepat alias nyaplir.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU Heppy Maulia Ardani dan GA Surya Yunita PW menuntut terdakwa Sudiani telah terbukti secara sah dan menyakin bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 76 D juncto Pasal 77 B UU RI No 23/2002 tentang perlidungan anak, sesuai dakwaan ke Satu.
Benyamin Seran menyebut bunyi Pasal 76 D juncto Pasal 77 B UU RI No 23/2002 yaitu setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sementara Pasal 77 B mengatur tentang sanksi pidana apabila Pasal 76 D tersebut dilanggar. “Pasal yang dipakai untuk menjerat terdakwa kontras dengan fakta peristiwa hukum dalam perkara ini, karena jelas korban sang bayi tidak mengalami hal yang dimaksud oleh Pasal 76 D UU Perlindungan Anak tersebut,” tegas Benyamin Seran.
Selain itu, dalam pertanggungjawaban terdakwa Sudiani seharusnya tidak bisa dijerat karena posisinya dalam yayasan pemilik TPA adalah sebagai Pembina Yayasan. Sedangkan yang harusnya bertaggung jawab adalah pengurus yayasan. “Dengan demikian, jelas sudah bahwa Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Eror In Persona, sehingga terdakwa patut dibebaskan atau setidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtvervolging),” pungkasnya.
pada Kamis (9/5) sekitar pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut untuk menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar kemudian ENA yang berusia 3 bulan diserahkan ke Listiani.
Sekitar pukul 15.00 Wita, Listiana berusaha menenangkan korban ENA yang menangis dengan melilit badannya dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.
"Bahwa kemudian Listiana menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa, lalu pada pukul 16.17 Wita, Listiana menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiana kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," beber Jaksa Kejari Denpasar ini.
Singkat cerita, pada pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban Ena itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya saksi Wayan Sumiati. Namun pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban Ena sudah dalam keadaan lemas. Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.
Kemudian atas perintah terdakwa, korban ENA kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban ENA pun tak bisa tertolong. Dari hasil visum et repertum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru. Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas. *rez
Sidang kematian bayi berusia tiga bulan berinisial ENA yang dititipkan oleh orangtuanya di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare, Denpasar dilanjutkan dengan agenda pembecaan pledoi (pembelaan) di PN Denpasar, Kamis (26/9). Dalam pledoi, terdakwa Ni Made Sudiani Putri yang disebut pemilik TPA melalui kuasa hukumnya yang baru, K Jhony Max Riwoe dan Yulius Benyamin Seran dkk menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak tepat alias nyaplir.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU Heppy Maulia Ardani dan GA Surya Yunita PW menuntut terdakwa Sudiani telah terbukti secara sah dan menyakin bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 76 D juncto Pasal 77 B UU RI No 23/2002 tentang perlidungan anak, sesuai dakwaan ke Satu.
Benyamin Seran menyebut bunyi Pasal 76 D juncto Pasal 77 B UU RI No 23/2002 yaitu setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sementara Pasal 77 B mengatur tentang sanksi pidana apabila Pasal 76 D tersebut dilanggar. “Pasal yang dipakai untuk menjerat terdakwa kontras dengan fakta peristiwa hukum dalam perkara ini, karena jelas korban sang bayi tidak mengalami hal yang dimaksud oleh Pasal 76 D UU Perlindungan Anak tersebut,” tegas Benyamin Seran.
Selain itu, dalam pertanggungjawaban terdakwa Sudiani seharusnya tidak bisa dijerat karena posisinya dalam yayasan pemilik TPA adalah sebagai Pembina Yayasan. Sedangkan yang harusnya bertaggung jawab adalah pengurus yayasan. “Dengan demikian, jelas sudah bahwa Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Eror In Persona, sehingga terdakwa patut dibebaskan atau setidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtvervolging),” pungkasnya.
pada Kamis (9/5) sekitar pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut untuk menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar kemudian ENA yang berusia 3 bulan diserahkan ke Listiani.
Sekitar pukul 15.00 Wita, Listiana berusaha menenangkan korban ENA yang menangis dengan melilit badannya dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.
"Bahwa kemudian Listiana menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa, lalu pada pukul 16.17 Wita, Listiana menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiana kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," beber Jaksa Kejari Denpasar ini.
Singkat cerita, pada pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban Ena itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya saksi Wayan Sumiati. Namun pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban Ena sudah dalam keadaan lemas. Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.
Kemudian atas perintah terdakwa, korban ENA kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban ENA pun tak bisa tertolong. Dari hasil visum et repertum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru. Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas. *rez
1
Komentar