Dewan Minta Gubernur Segera Mempertemukan Gianyar dan Rai Mantra
Kisruh Penyisihan PHR dari Denpasar
DPRD Bali meminta Gubernur Bali Wayan Koster secepatnya mempertemukan Bupati Bangli I Made Gianyar dan Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, guna menyelesaikan ribut-ribut masalah penyisihan pajak hotel restoran (PHR).
DENPASAR, NusaBali
Jika tidak, persoalan dum-duman kue pariwisata ini setiap tahun akan menjadi akumulasi kekecewaan dan induk masalah. Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali 2019-2024 dari Dapil Bangli, I Nyoman Adnyana, mengatakan semakin cepat pertemuan Bupati Made Gianyar dan Walikota Rai Mantra, itu lebih baik. "Kita mendukung langkah Gubernur Koster mempertemukan keduabelah pihak, supaya tidak setiap tahun menjadi akumulasi kekecewaan dan induk masalah. Saya selaku wakil rakyat dari Bangli, siap mendampingi,” jelas Adnyana di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (30/9).
Menurut Adnyana, pernyataan Bupati Made Gianyar yang ancam akan urug pangkung (tukad mati) dan buang sampah ke sungai untuk sumbat aliran air dari Bangli ke Denpasar dan sekitarnya, adalah kekesalan seorang yang sifatnya manusiawi. Masalahnya, Bangli terlalu sering menerima janji dan diinabobokan.
"Zaman pemerintahan sebelumnya, sudah sangat sering Bangli diinabobokan. Jadi, manusiawi-lah Bupati Made Gianyar kesal. Alasan Pemkot Denpasar bahwa tidak ada anggaran untuk memberikan PHR kepada Bangli dan 5 kabupaten lainnya, juga sangat subjektif,” sindir Adnyana.
“Kenapa dulu ketika PHR Denpasar masih kecil, bisa memberikan penyisihan kepada Bangli? Lha, sekarang ketika PHR sudah besar, kok nggak ngasi? Aneh juga ini," ujar politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli yang diplot partainya jadi Ketua Komisi I DPRD Bali 2019-2024 (membidangi hukum, aparatur daerah, perizinan) ini.
Adnyana menyebutkan, dulu ketika penyisihan PHR untuk 6 kabupaten (Bangli, Klungkung, Karangasem, Buleleng, Jembrana, Tabanan) dari Badung dan Denpasar masih dibagikan melalui Provinsi Bali, kondisinya landai-landai saja. Selama itu pula tidak pernah ada gejolak. Sekarang setelah polanya diubah di mana penyisihan PHR dibagikan langsung oleh Badung dan Denpasar, malah terjadi masalah seperti ini.
"Kalau memang Gubernur Koster mau kembalikan pembagian PHR ini ke pola lama, kita dukung. Saya siap memberikan masukan supaya masalah ini tidak berlarut-larut," tandas Adnyana, yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali Dapil Bangli.
Menurut Adnyana, bagi-bagi dolar (kue hasil pariwisata) itu jangan menimbulkan egoisme daerah, karena merasa punya pariwisata. Padahal, daerah lain di luar Denpasar, Badung, dan Gianyar menjadi penyangga. Misalnya, Bangli punya Danau Batur, Buleleng punya Danau Buyan dan Danau Tamblingan, sementara Tabanan punya Danau Beratan.
"Bangli, Buleleng, dan Tabanan adalah penyangga bagi daerah Bali Selatan, terutama untuk kebutuhan air bersih. Gubernur Koster sudah canangkan konsep ‘One Island One Management’. Pola ini harus diingat," tegas Adnyana.
Sementara itu, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar, AA Ngurah Adi Ardhana, mengatakan pariwisata menghasilkan satu dana yang bisa dinikmati seluruh kabupaten/kota yang integral. Munculnya statemen Bupati Made Gianyar seolah karena saluran komunikasi internal yang tersumbat. Padahal, Gianyar tahu ada pola pembangunan semesta berencana.
"Komunikasi-lah, jangan ada ancam mengancam di sini. Mengurug sungai itu merusak lingkungan. Bahkan, ada sanksi hukumnya. Jadi, komunikasi-lah dengan baik," pinta politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Denpasar Utara ini saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Senin kemarin.
Adi Ardhana menegaskan, dulunya pembagian PHR diurus Provinsi Bali, sekarang polanya berubah. Perlu semacam badan perencanaan yang khusus mengurusi pola bagi dana PHR itu. "Badung, misalnya, dalam memberikan PHR kepada 6 kabupaten lainnya, jangan sampai menimbulkan ketimpangan yang baru. Di sinilah memerlukan badan atau biro perencanaan strategis pengembangan pariwisata," tegas Adi Ardhana.
Menurut Adi Ardhana, kalau pola pembagian PHR dikembalikan kepada Provinsi Bali seperti dulu, juga bagus. Namun, selama ini penggunaannya diragukan, karena masuk dalam APBD.
"Kalau PHR masuk APBD, penggunaannya diragukan. Tetapi, secara strategi sudah menyentuh. Karena strateginya dikasi dan itu sudah terencana. Misalnya, mau pakai bangun jalan. Tidak kayak sekarang, malah dibelikan mobil," sentil Adi Ardhana.
Seperti halnya Adnyana, Adi Ardhana juga setuju Gubernur Koster turun tangan menengahi perseteruan Bangli vs Denpasar terkait jatah PHR ini. "Saya setuju Rai Mantra dan Made Gianyar dipertemukan. Rai Mantra ngasi dana kan sesuai dengan kemampuan daerah. Kalau nggak punya, ya tidak bisa kita paksakan,” katanya.
“Yang penting itu penggunaannya dulu bagusin. Diperlukan untuk bangun jalan, malah dipakai beli mobil, ada ditengarai begitu. Maka, harus fokus. Kalau dana PHR dipakai perbaiki jalan untuk menunjang pariwisata, kan bagus. PHR itu bukan hak, kalau masuk APBD kan seenaknya dipakai," lanjut politisi yang juga praktisi pariwisata ini.
Sekadar dicatat, selama ini Kabupaten Badung dan Kota Denpasar menyisihkan PHR untuk kabupaten lainnya di luar Gianyar. Khusus untuk Bangli, besaran PHR yang dibagikan berbeda tiap tahunnya. PHR dari Denpasar untuk Bangli, misalnya, pada tahun 2017 besarnya mencapai Rp 3,844 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 2,9 miliar. Tapi, PHR untuk Bangli tahun 2019 ini tidak dianggarkan Pemkot Denpasar, dengan alasan anggaran terbatas.
Diputusnya aliran PHR oleh Denpasar inilah yang bikin Bupati Made Gianyar meradang. Bupati Made Gianyar mengaku sudah berkomunikasi dengan Gubernur Koster. Dari komunikasi tersebut, Gubernur Koster akan memfasilitasi upaya penyelesaian masalah PHR yang dihentikan Pemkot Denpasar ini.
“Nanti akan diundang para bupati/walikota se-Bali untuk menyelesaikan masalah PHR dan implementasi PP Nomor 46 Tahun 2017. Gubernur sepaham bahwa tata kelola harus dibenahi,” tandas Gianyar di Bangli, Minggu (29/9).
Gianyar menyebutkan, nantinya akan dilakukan sinkronisasi anggaran tahun 2020. Namun, jika pada pembahasan APBD Induk 2020, belum juga ada tindak lanjut, maka Gianyar akan menjalankan ancamannya untuk urug pangkung dan membuang sampah ke sungai.
“Jika PHR tidak diakomodir dalam APBD 2020 (Denpasar), maka dipastikan per 1 Januari 2020 nanti sampah dibuang ke sungai. Mulanya sudah dipasang spanduk larangan membuang sampah ke sungai. Nanti, spanduk itu akan diganti dengan tulisan sungai adalah lokasi membuang sampah,” ancam Gianyar. *nat
Menurut Adnyana, pernyataan Bupati Made Gianyar yang ancam akan urug pangkung (tukad mati) dan buang sampah ke sungai untuk sumbat aliran air dari Bangli ke Denpasar dan sekitarnya, adalah kekesalan seorang yang sifatnya manusiawi. Masalahnya, Bangli terlalu sering menerima janji dan diinabobokan.
"Zaman pemerintahan sebelumnya, sudah sangat sering Bangli diinabobokan. Jadi, manusiawi-lah Bupati Made Gianyar kesal. Alasan Pemkot Denpasar bahwa tidak ada anggaran untuk memberikan PHR kepada Bangli dan 5 kabupaten lainnya, juga sangat subjektif,” sindir Adnyana.
“Kenapa dulu ketika PHR Denpasar masih kecil, bisa memberikan penyisihan kepada Bangli? Lha, sekarang ketika PHR sudah besar, kok nggak ngasi? Aneh juga ini," ujar politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli yang diplot partainya jadi Ketua Komisi I DPRD Bali 2019-2024 (membidangi hukum, aparatur daerah, perizinan) ini.
Adnyana menyebutkan, dulu ketika penyisihan PHR untuk 6 kabupaten (Bangli, Klungkung, Karangasem, Buleleng, Jembrana, Tabanan) dari Badung dan Denpasar masih dibagikan melalui Provinsi Bali, kondisinya landai-landai saja. Selama itu pula tidak pernah ada gejolak. Sekarang setelah polanya diubah di mana penyisihan PHR dibagikan langsung oleh Badung dan Denpasar, malah terjadi masalah seperti ini.
"Kalau memang Gubernur Koster mau kembalikan pembagian PHR ini ke pola lama, kita dukung. Saya siap memberikan masukan supaya masalah ini tidak berlarut-larut," tandas Adnyana, yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali Dapil Bangli.
Menurut Adnyana, bagi-bagi dolar (kue hasil pariwisata) itu jangan menimbulkan egoisme daerah, karena merasa punya pariwisata. Padahal, daerah lain di luar Denpasar, Badung, dan Gianyar menjadi penyangga. Misalnya, Bangli punya Danau Batur, Buleleng punya Danau Buyan dan Danau Tamblingan, sementara Tabanan punya Danau Beratan.
"Bangli, Buleleng, dan Tabanan adalah penyangga bagi daerah Bali Selatan, terutama untuk kebutuhan air bersih. Gubernur Koster sudah canangkan konsep ‘One Island One Management’. Pola ini harus diingat," tegas Adnyana.
Sementara itu, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar, AA Ngurah Adi Ardhana, mengatakan pariwisata menghasilkan satu dana yang bisa dinikmati seluruh kabupaten/kota yang integral. Munculnya statemen Bupati Made Gianyar seolah karena saluran komunikasi internal yang tersumbat. Padahal, Gianyar tahu ada pola pembangunan semesta berencana.
"Komunikasi-lah, jangan ada ancam mengancam di sini. Mengurug sungai itu merusak lingkungan. Bahkan, ada sanksi hukumnya. Jadi, komunikasi-lah dengan baik," pinta politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Denpasar Utara ini saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Senin kemarin.
Adi Ardhana menegaskan, dulunya pembagian PHR diurus Provinsi Bali, sekarang polanya berubah. Perlu semacam badan perencanaan yang khusus mengurusi pola bagi dana PHR itu. "Badung, misalnya, dalam memberikan PHR kepada 6 kabupaten lainnya, jangan sampai menimbulkan ketimpangan yang baru. Di sinilah memerlukan badan atau biro perencanaan strategis pengembangan pariwisata," tegas Adi Ardhana.
Menurut Adi Ardhana, kalau pola pembagian PHR dikembalikan kepada Provinsi Bali seperti dulu, juga bagus. Namun, selama ini penggunaannya diragukan, karena masuk dalam APBD.
"Kalau PHR masuk APBD, penggunaannya diragukan. Tetapi, secara strategi sudah menyentuh. Karena strateginya dikasi dan itu sudah terencana. Misalnya, mau pakai bangun jalan. Tidak kayak sekarang, malah dibelikan mobil," sentil Adi Ardhana.
Seperti halnya Adnyana, Adi Ardhana juga setuju Gubernur Koster turun tangan menengahi perseteruan Bangli vs Denpasar terkait jatah PHR ini. "Saya setuju Rai Mantra dan Made Gianyar dipertemukan. Rai Mantra ngasi dana kan sesuai dengan kemampuan daerah. Kalau nggak punya, ya tidak bisa kita paksakan,” katanya.
“Yang penting itu penggunaannya dulu bagusin. Diperlukan untuk bangun jalan, malah dipakai beli mobil, ada ditengarai begitu. Maka, harus fokus. Kalau dana PHR dipakai perbaiki jalan untuk menunjang pariwisata, kan bagus. PHR itu bukan hak, kalau masuk APBD kan seenaknya dipakai," lanjut politisi yang juga praktisi pariwisata ini.
Sekadar dicatat, selama ini Kabupaten Badung dan Kota Denpasar menyisihkan PHR untuk kabupaten lainnya di luar Gianyar. Khusus untuk Bangli, besaran PHR yang dibagikan berbeda tiap tahunnya. PHR dari Denpasar untuk Bangli, misalnya, pada tahun 2017 besarnya mencapai Rp 3,844 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 2,9 miliar. Tapi, PHR untuk Bangli tahun 2019 ini tidak dianggarkan Pemkot Denpasar, dengan alasan anggaran terbatas.
Diputusnya aliran PHR oleh Denpasar inilah yang bikin Bupati Made Gianyar meradang. Bupati Made Gianyar mengaku sudah berkomunikasi dengan Gubernur Koster. Dari komunikasi tersebut, Gubernur Koster akan memfasilitasi upaya penyelesaian masalah PHR yang dihentikan Pemkot Denpasar ini.
“Nanti akan diundang para bupati/walikota se-Bali untuk menyelesaikan masalah PHR dan implementasi PP Nomor 46 Tahun 2017. Gubernur sepaham bahwa tata kelola harus dibenahi,” tandas Gianyar di Bangli, Minggu (29/9).
Gianyar menyebutkan, nantinya akan dilakukan sinkronisasi anggaran tahun 2020. Namun, jika pada pembahasan APBD Induk 2020, belum juga ada tindak lanjut, maka Gianyar akan menjalankan ancamannya untuk urug pangkung dan membuang sampah ke sungai.
“Jika PHR tidak diakomodir dalam APBD 2020 (Denpasar), maka dipastikan per 1 Januari 2020 nanti sampah dibuang ke sungai. Mulanya sudah dipasang spanduk larangan membuang sampah ke sungai. Nanti, spanduk itu akan diganti dengan tulisan sungai adalah lokasi membuang sampah,” ancam Gianyar. *nat
1
Komentar