Revitalisasi Pasar Ditolak, Komisi II Temui Pedagang Terminal Manuver
Juga Cek Informasi Taman Siwa Dikuasai Investor
Komisi II DPRD Jembrana menemui pedagang di areal pertokoan Terminal Manuver Gilimanuk, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, yang menolak rencana revitalisasi pasar, Senin (30/9).
NEGARA, NusaBali
Mendapat kepastian jika penolakan dikarenakan persoalan ukuran kios yang rencananya akan diperkecil, Komisi II mendesak Dinas Koperindag Jembrana untuk mencari solusi ke pemerintah pusat. Saat mendatangi pertokoan di Terminal Manuver Gilimanuk, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Jembrana I Ketut Suastika, bersama Wakil Ketua DPRD Jembrana Made Putu Yudha Baskara, diterima Ketua Pedagang Terminal Manuver Gilimanuk IB Alit Negara, dan sejumlah pedagang lainnya. Menurutnya Alit, pihaknya tetap akan menolak revitalisasi pasar dari pusat, apabila ukuran kios yang akan dibangun lebih kecil dibanding kios yang mereka tempat saat ini. “Yang kami permasalahkan hanya ukuran kios yang akan diperkecil. Yang akan dibangun nanti hanya 3 meter x 2 meter, sedangkan yang kami tempat saat ini 4 meter x 3 meter,” ujarnya.
Dengan ukuran kios 4 meter x 3 meter yang mereka tempat saat ini, kata Alit, sebenarnya juga tidak begitu nyaman sebagai tempat berjualan, yang mayoritas berdagang pakaian. Apalagi kalau dipersempit, pasti akan lebih kesulitan menarik pelanggan.
“Rencana revitalisasi ini juga tidak ada sosialisasi di awal. Baru setelah dana pusat turun, pedagang diberitahu kalau pertokoan ini akan dijadikan pasar. Padahal di Gilimanuk sudah ada pasar. Sebenarnya kami tidak banyak minta, hanya ukuran kios kami minta sama seperti saat ini,” ucapnya.
Setelah mendengar penjelasan pedagang, Kadis Koperindag Jembrana I Komang Agus Adinata menyatakan pihaknya sudah mendengar, pedagang tidak satu pun menyetujui revitalisasi pasar dari pusat ini. Sebelumnya, pihaknya juga sudah berusaha komunikasi ke pusat agar ukuran kios yang akan dibangun masih sama dengan ukuran kios saat ini, namun dimentahkan. “Kami sudah upayakan bernegosiasi ke pusat. Tapi tidak dibolehkan mengubah prototype, gambar, serta kegiatannya. Katanya juga harus dilaksanakan di tempat ini, tidak boleh dipindah. Kami juga sudah berusaha negosiasi lagi ke pusat setelah pedagang menyatakan tetap menolak, tetapi belum ada titik temu,” ujarnya.
Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Jembrana I Ketut Suastika, tetap meminta agar Koperindag yang ditugaskan oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan revitalisasi pasar di areal pertokoan Terminal Manuver Gilimanuk, tetap berusaha melakukan negosiasi ke pusat. Bagiamana pun, jika persoalan ukuran kios yang menjadi keluhan utama pedagang itu tidak diperhatikan, nantinya yang dirugikan juga pemerintah, apabila pembangunannya sampai mubazir. Jika memang tidak ada solusi dari pusat, pihaknya meminta dinas untuk tidak memaksakan revitalisasi pasar, daripada menyengsarakan pedagang dan merugikan pemerintah.
“Coba terus komunikasi ke pusat. Kenapa memberikan bantuan kepala dilepas ekor dipegang. Masing-masing daerah kan berbeda. Saya rasa masih bisa dikomunikasikan, kenapa harus saklek,” ucap anggota dewan asal Desa Tuwed, Kecamatan Melaya, itu.
Setelah dari Terminal Manuver Gilimanuk, rombongan Komisi II sempat mendatangi Taman Siwa di Teluk Gilimanuk, yang belakangan dikeluhkan warga, karena turut dikuasai PT Ecomarine Indo Plago. Dimana untuk warga lokal Jembrana yang hendak jalan-jalan di areal Taman Siwa, dan tidak berniat menikmati wahana water park milik investor di lokasi tersebut, juga tetap harus membayar tiket Rp 25 ribu per orang dewasa, dan Rp 50 ribu per orang dewasa untuk warga luar Jembrana.
Namun saat ke Taman Siwa, Komisi II yang hendak mempertanyakan tentang MoU antara investor dengan pemkab terkait pengelolaan aset pemerintah di DTW Teluk Gilimanuk, hanya diterima oleh dua orang staf PT Ecomarine Indo Plago, Putu Susi Widiatrini dan Roy. Kedua staf ini mengaku tidak bisa menjelaskan secara pasti apa yang mendasari sampai memungut retribusi di Taman Siwa, maupun pertanyaan tentang kerjasama investor dengan pemkab terkait pengelolaan di DTW Teluk Gilimanuk. Tetapi mereka menyatakan akan menyampaikan kepada atasan mereka. “Nanti akan kami sampaikan ke pimpinan. Kalau kami tidak tahu bagaimana MoU-nya,” ujar Susi.
Usai melakukan pengecekan tersebut, Ketut Suastika dan para anggotanya menyampaikan hasil penelusuran jajarannya ini nantinya akan dijadikan bahan dalam rapat kerja dengan OPD terkait. Begitu juga ada rencana untuk mengundang pihak investor, guna memperjelas hak-hak pengelolaannya, dan bagaimana kontribusi untuk Jembrana. “Kami sangat terbuka untuk investor. Tetapi juga harus jelas apa kontribusinya, dan apa manfaat untuk daerah. Itu nanti coba kami kejar. Kalaupun ternyata areal Taman Siwa juga termasuk dalam perjanjian kerjasama, kami rasa tidak masalah, asalkan jelas kontribusi ke daerah. Jangan sampai orang cuma ingin jalan-jalan ke taman, tetapi dipungut retribusi, dan pajak retribusinya tidak masuk ke daerah,” ujar Suastika. *ode
Mendapat kepastian jika penolakan dikarenakan persoalan ukuran kios yang rencananya akan diperkecil, Komisi II mendesak Dinas Koperindag Jembrana untuk mencari solusi ke pemerintah pusat. Saat mendatangi pertokoan di Terminal Manuver Gilimanuk, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Jembrana I Ketut Suastika, bersama Wakil Ketua DPRD Jembrana Made Putu Yudha Baskara, diterima Ketua Pedagang Terminal Manuver Gilimanuk IB Alit Negara, dan sejumlah pedagang lainnya. Menurutnya Alit, pihaknya tetap akan menolak revitalisasi pasar dari pusat, apabila ukuran kios yang akan dibangun lebih kecil dibanding kios yang mereka tempat saat ini. “Yang kami permasalahkan hanya ukuran kios yang akan diperkecil. Yang akan dibangun nanti hanya 3 meter x 2 meter, sedangkan yang kami tempat saat ini 4 meter x 3 meter,” ujarnya.
Dengan ukuran kios 4 meter x 3 meter yang mereka tempat saat ini, kata Alit, sebenarnya juga tidak begitu nyaman sebagai tempat berjualan, yang mayoritas berdagang pakaian. Apalagi kalau dipersempit, pasti akan lebih kesulitan menarik pelanggan.
“Rencana revitalisasi ini juga tidak ada sosialisasi di awal. Baru setelah dana pusat turun, pedagang diberitahu kalau pertokoan ini akan dijadikan pasar. Padahal di Gilimanuk sudah ada pasar. Sebenarnya kami tidak banyak minta, hanya ukuran kios kami minta sama seperti saat ini,” ucapnya.
Setelah mendengar penjelasan pedagang, Kadis Koperindag Jembrana I Komang Agus Adinata menyatakan pihaknya sudah mendengar, pedagang tidak satu pun menyetujui revitalisasi pasar dari pusat ini. Sebelumnya, pihaknya juga sudah berusaha komunikasi ke pusat agar ukuran kios yang akan dibangun masih sama dengan ukuran kios saat ini, namun dimentahkan. “Kami sudah upayakan bernegosiasi ke pusat. Tapi tidak dibolehkan mengubah prototype, gambar, serta kegiatannya. Katanya juga harus dilaksanakan di tempat ini, tidak boleh dipindah. Kami juga sudah berusaha negosiasi lagi ke pusat setelah pedagang menyatakan tetap menolak, tetapi belum ada titik temu,” ujarnya.
Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Jembrana I Ketut Suastika, tetap meminta agar Koperindag yang ditugaskan oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan revitalisasi pasar di areal pertokoan Terminal Manuver Gilimanuk, tetap berusaha melakukan negosiasi ke pusat. Bagiamana pun, jika persoalan ukuran kios yang menjadi keluhan utama pedagang itu tidak diperhatikan, nantinya yang dirugikan juga pemerintah, apabila pembangunannya sampai mubazir. Jika memang tidak ada solusi dari pusat, pihaknya meminta dinas untuk tidak memaksakan revitalisasi pasar, daripada menyengsarakan pedagang dan merugikan pemerintah.
“Coba terus komunikasi ke pusat. Kenapa memberikan bantuan kepala dilepas ekor dipegang. Masing-masing daerah kan berbeda. Saya rasa masih bisa dikomunikasikan, kenapa harus saklek,” ucap anggota dewan asal Desa Tuwed, Kecamatan Melaya, itu.
Setelah dari Terminal Manuver Gilimanuk, rombongan Komisi II sempat mendatangi Taman Siwa di Teluk Gilimanuk, yang belakangan dikeluhkan warga, karena turut dikuasai PT Ecomarine Indo Plago. Dimana untuk warga lokal Jembrana yang hendak jalan-jalan di areal Taman Siwa, dan tidak berniat menikmati wahana water park milik investor di lokasi tersebut, juga tetap harus membayar tiket Rp 25 ribu per orang dewasa, dan Rp 50 ribu per orang dewasa untuk warga luar Jembrana.
Namun saat ke Taman Siwa, Komisi II yang hendak mempertanyakan tentang MoU antara investor dengan pemkab terkait pengelolaan aset pemerintah di DTW Teluk Gilimanuk, hanya diterima oleh dua orang staf PT Ecomarine Indo Plago, Putu Susi Widiatrini dan Roy. Kedua staf ini mengaku tidak bisa menjelaskan secara pasti apa yang mendasari sampai memungut retribusi di Taman Siwa, maupun pertanyaan tentang kerjasama investor dengan pemkab terkait pengelolaan di DTW Teluk Gilimanuk. Tetapi mereka menyatakan akan menyampaikan kepada atasan mereka. “Nanti akan kami sampaikan ke pimpinan. Kalau kami tidak tahu bagaimana MoU-nya,” ujar Susi.
Usai melakukan pengecekan tersebut, Ketut Suastika dan para anggotanya menyampaikan hasil penelusuran jajarannya ini nantinya akan dijadikan bahan dalam rapat kerja dengan OPD terkait. Begitu juga ada rencana untuk mengundang pihak investor, guna memperjelas hak-hak pengelolaannya, dan bagaimana kontribusi untuk Jembrana. “Kami sangat terbuka untuk investor. Tetapi juga harus jelas apa kontribusinya, dan apa manfaat untuk daerah. Itu nanti coba kami kejar. Kalaupun ternyata areal Taman Siwa juga termasuk dalam perjanjian kerjasama, kami rasa tidak masalah, asalkan jelas kontribusi ke daerah. Jangan sampai orang cuma ingin jalan-jalan ke taman, tetapi dipungut retribusi, dan pajak retribusinya tidak masuk ke daerah,” ujar Suastika. *ode
Komentar