Tour 'Gila' Bali Taksu Legacy di Eropa
Kunjungi Empat Kota, Suguhkan Creative dan Art Performance Bertaksu Bali
‘Bali Taksu Legacy Tour de Europe 2019’ ini mendapat mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia dan juga pecinta Bali di Eropa.
DENPASAR, NusaBali
Seniman dan musisi Bali melakukan sebuah perjalanan kesenian bertajuk ‘Bali Taksu Legacy’ di empat kota besar Benua Eropa yakni Denhaag (Belanda), Hannover (Jerman), Berlin (Jerman), dan Frankfurt (Jerman) 11-24 September 2019.
Para seniman dan musisi Bali ini diantaranya Bali Blues Brothers Band yang terdiri dari Bagus Mantra (drum), Gde Kurniawan (bass), Sandi Lazuardi (saxhopone), Bobi Dinar (vokalis), dan Krisna Handika (guitar). Dalam penampilannya mereka featuring dengan Gus Teja (suling). Penampilan mereka juga dilengkapi dengan duo seniman visual art, yakni Jango Pramartha (kartunis) dan Wayan Paramarta (fine art artist).
Perjalanan kesenian ‘Bali Taksu Legacy’ merupakan konsep mempromosikan Bali dalam konteks kekinian. Konsep ini diinisiasi dan dimentori oleh Agung Bagus Mantra dari Pregina Production serta mendapat dukungan dari Pemkot Denpassar dan KBRI Belanda. Mereka membuat creative dan art performance, yang tidak tanggung-tanggung menghentak empat kota besar di Eropa selama dua pekan.
Penampilan mereka dinanti. Buktinya, penampilan pertama mereka saat di Pasaraya Denhaag, Belanda, pada 13-14 September 2019, tepatnya di De Broodfabriek, Rijswijk mendapat tepuk tangan meriah dari penonton. Ada lebih dari 15 ribu orang penonton yang hadir malam itu menyaksikan penampilan Bali Blues Brothers featuring Gus Teja. Nuansa Bali langsung menyeruak dalam pertunjukan itu.
Menariknya, selain menyaksikan musik, di bagian pojok kiri dan kanan panggung, ada duo seniman Jango Pramartha dan Wayan Paramarta dengan sigap merespon lagu-lagu dari Bali Blues Brothers ke atas kanvas yang sudah disiapkan panitia. Tidak hanya di panggung, rombongan juga sempat mengisi stand ‘Bali Taksu Legacy’. Pada stand tersebut dilengkapi oleh pameran kartun oleh Jango Pramartha dan pameran fine art oleh Wayan Paramarta. Juga ada skets kartun, presentation kartun dan workshop yang selalu ditampilkan sebelumnya.
“Ada beberapa lagu yang dinyanyikan oleh Bali Blues Brothers saat itu seperti Flyaway, medley Me-Ju-Ra (Meong-meong, Juru Pencar, Ratu Anom) Unify, Holding Hand, dan sebagainya. Penampilan kami diterima dengan baik oleh publik pecinta seni Bali di Eropa. Panggung Pasaraya ‘Pendora’ Denhaag pun ikut bergoyang. Kemudian atraksi dari Gus Teja mengajak audiens untuk ikut bersama menyanyikan lagu ‘Morning of The World,” cerita kartunis Jango Pramarta.
Setelah Denhaag, mereka lanjut ke Hannover (Jerman). Sesampainya di sana, tim Bali Taksu Legacy diterima dengan baik Ariani Willem, putri dari maestro tari Bali, Ni Ketut Arini, yang sudah lama menetap di sana. Ada yang menarik dari perjalanan mereka di Hannover. Sebelum perform, tim Bali Taksu Legacy membuat semacam ‘Festival Bali Kecil’ dengan menampilkan baleganjur, pawai, dan parade yang dipimpin oleh Ariani Willem dan dibantu oleh PPI Hannover, tim Bali Taksu Legacy berfestival mengelilingi gedung Sam Nok.
Setelah membuat festival kecil itu, tim pun beranjak membuat perform art di gedung Sam Nok dengan penampilan Bali Blues Brothers. Mereka mengajak audiens lebih khusuk mengenal Bali lewat lagu mantram yang dipimpin oleh Bagus Mantra di awal pertunjukan. Setelah itu, pertunjukan full band begitu dinikmati oleh penonton di sana. Gus Teja dalam penampilannya hadir memberi spontanitas berupa tarian dan koor kecak. “Bahkan pada kesempatan waktu itu Gus Teja sempat berduet, jam session dengan seorang pemain flute dari Jerman,” kata Jango.
Jango menyebut, selama di Hannover juga diisi dengan kegiatan presentasi kartun oleh dirinya serta workshop cara menggambar barong oleh Wayan Paramarta. Sementara Ariani Willem memimpin upacara dengan membawa banten gebogan. “Semua peserta yang hadir ikut melakukan prosesi semacam ruwat bumi, dan ditutup dengan membagi bija, nyambehin bija, untuk kesempurnaan semesta,” imbuhnya.
Selepas acara di Hannover, rombongan Bali Taksu Legacy beranjak ke Hamburg untuk memenuhi undangan warga Bali di sana, Juli, yang merupakan salah satu pendiri Pasaraya Hamburg dan pendiri yayasan Manik Bumi Buleleng. “Di sini kami menginap semalam dan sempat membahas undangan untuk Bali Blues Brother agar bisa tampil di Pasaraya Hamburg tahun depan (2020),” terang seniman yang mengisi rubrik Kartun di NusaBali, ini.
Sementara itu, tim Bali Taksu Legacy juga lanjut perjalanan menuju Berlin untuk mengisi acara di Rumah Budaya Berlin, yang dihadiri dan dibuka oleh Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno. Acara di Berlin ini sebetulnya merupakan inisitif dari Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin di gedung yang sudah menjadi milik KBRI tersebut. “Kami disambut dengan baik oleh masyarakat Indonesia di sana dan juga pecinta Bali di Eropa. Pak Dubes juga sangat apresiatif dengan istilah ‘taksu’ yang dipaparkan oleh manager tim Bali Taksu Legacy, Bagus Mantra,” katanya sembari menambahkan, selama penampilan Bali Blues Brothers, kedua karya seniman Bali yang melukis spontan saat itu langsung sold out.
Sedangkan perjalanan kesenian terakhir mereka adalah Frankfurt. Tim Bali Taksu Legacy harus tampil di dua stage yakni di Shangri La dan di Mainfeld Raum Fur Kultur, Frankfurt. Acara di Frankfurt ini berjudul ‘Indonesia Jaya Raya’ diselenggarakan oleh KBRI dalam rangka selamatan Presiden Jokowi. Pada hari yang sama, tim Bali Taksu Legacy beranjak dari Frankfurt menuju Amstrdam Railway Station. Rombongan pulang kembali ke Pulau Dewata dilepas oleh Dubes RI untukk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja. “Ini merupakan perjalanan yang gila, tour Eropa di 4 kota berpindah-pindah dengan membawa peralatan yang cukup banyak. Lucunya, selalu kena semprit oleh sopir bus atau train karena bawa barang terlalu banyak,” kenang Jango Pramartha. *ind
Para seniman dan musisi Bali ini diantaranya Bali Blues Brothers Band yang terdiri dari Bagus Mantra (drum), Gde Kurniawan (bass), Sandi Lazuardi (saxhopone), Bobi Dinar (vokalis), dan Krisna Handika (guitar). Dalam penampilannya mereka featuring dengan Gus Teja (suling). Penampilan mereka juga dilengkapi dengan duo seniman visual art, yakni Jango Pramartha (kartunis) dan Wayan Paramarta (fine art artist).
Perjalanan kesenian ‘Bali Taksu Legacy’ merupakan konsep mempromosikan Bali dalam konteks kekinian. Konsep ini diinisiasi dan dimentori oleh Agung Bagus Mantra dari Pregina Production serta mendapat dukungan dari Pemkot Denpassar dan KBRI Belanda. Mereka membuat creative dan art performance, yang tidak tanggung-tanggung menghentak empat kota besar di Eropa selama dua pekan.
Penampilan mereka dinanti. Buktinya, penampilan pertama mereka saat di Pasaraya Denhaag, Belanda, pada 13-14 September 2019, tepatnya di De Broodfabriek, Rijswijk mendapat tepuk tangan meriah dari penonton. Ada lebih dari 15 ribu orang penonton yang hadir malam itu menyaksikan penampilan Bali Blues Brothers featuring Gus Teja. Nuansa Bali langsung menyeruak dalam pertunjukan itu.
Menariknya, selain menyaksikan musik, di bagian pojok kiri dan kanan panggung, ada duo seniman Jango Pramartha dan Wayan Paramarta dengan sigap merespon lagu-lagu dari Bali Blues Brothers ke atas kanvas yang sudah disiapkan panitia. Tidak hanya di panggung, rombongan juga sempat mengisi stand ‘Bali Taksu Legacy’. Pada stand tersebut dilengkapi oleh pameran kartun oleh Jango Pramartha dan pameran fine art oleh Wayan Paramarta. Juga ada skets kartun, presentation kartun dan workshop yang selalu ditampilkan sebelumnya.
“Ada beberapa lagu yang dinyanyikan oleh Bali Blues Brothers saat itu seperti Flyaway, medley Me-Ju-Ra (Meong-meong, Juru Pencar, Ratu Anom) Unify, Holding Hand, dan sebagainya. Penampilan kami diterima dengan baik oleh publik pecinta seni Bali di Eropa. Panggung Pasaraya ‘Pendora’ Denhaag pun ikut bergoyang. Kemudian atraksi dari Gus Teja mengajak audiens untuk ikut bersama menyanyikan lagu ‘Morning of The World,” cerita kartunis Jango Pramarta.
Setelah Denhaag, mereka lanjut ke Hannover (Jerman). Sesampainya di sana, tim Bali Taksu Legacy diterima dengan baik Ariani Willem, putri dari maestro tari Bali, Ni Ketut Arini, yang sudah lama menetap di sana. Ada yang menarik dari perjalanan mereka di Hannover. Sebelum perform, tim Bali Taksu Legacy membuat semacam ‘Festival Bali Kecil’ dengan menampilkan baleganjur, pawai, dan parade yang dipimpin oleh Ariani Willem dan dibantu oleh PPI Hannover, tim Bali Taksu Legacy berfestival mengelilingi gedung Sam Nok.
Setelah membuat festival kecil itu, tim pun beranjak membuat perform art di gedung Sam Nok dengan penampilan Bali Blues Brothers. Mereka mengajak audiens lebih khusuk mengenal Bali lewat lagu mantram yang dipimpin oleh Bagus Mantra di awal pertunjukan. Setelah itu, pertunjukan full band begitu dinikmati oleh penonton di sana. Gus Teja dalam penampilannya hadir memberi spontanitas berupa tarian dan koor kecak. “Bahkan pada kesempatan waktu itu Gus Teja sempat berduet, jam session dengan seorang pemain flute dari Jerman,” kata Jango.
Jango menyebut, selama di Hannover juga diisi dengan kegiatan presentasi kartun oleh dirinya serta workshop cara menggambar barong oleh Wayan Paramarta. Sementara Ariani Willem memimpin upacara dengan membawa banten gebogan. “Semua peserta yang hadir ikut melakukan prosesi semacam ruwat bumi, dan ditutup dengan membagi bija, nyambehin bija, untuk kesempurnaan semesta,” imbuhnya.
Selepas acara di Hannover, rombongan Bali Taksu Legacy beranjak ke Hamburg untuk memenuhi undangan warga Bali di sana, Juli, yang merupakan salah satu pendiri Pasaraya Hamburg dan pendiri yayasan Manik Bumi Buleleng. “Di sini kami menginap semalam dan sempat membahas undangan untuk Bali Blues Brother agar bisa tampil di Pasaraya Hamburg tahun depan (2020),” terang seniman yang mengisi rubrik Kartun di NusaBali, ini.
Sementara itu, tim Bali Taksu Legacy juga lanjut perjalanan menuju Berlin untuk mengisi acara di Rumah Budaya Berlin, yang dihadiri dan dibuka oleh Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno. Acara di Berlin ini sebetulnya merupakan inisitif dari Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin di gedung yang sudah menjadi milik KBRI tersebut. “Kami disambut dengan baik oleh masyarakat Indonesia di sana dan juga pecinta Bali di Eropa. Pak Dubes juga sangat apresiatif dengan istilah ‘taksu’ yang dipaparkan oleh manager tim Bali Taksu Legacy, Bagus Mantra,” katanya sembari menambahkan, selama penampilan Bali Blues Brothers, kedua karya seniman Bali yang melukis spontan saat itu langsung sold out.
Sedangkan perjalanan kesenian terakhir mereka adalah Frankfurt. Tim Bali Taksu Legacy harus tampil di dua stage yakni di Shangri La dan di Mainfeld Raum Fur Kultur, Frankfurt. Acara di Frankfurt ini berjudul ‘Indonesia Jaya Raya’ diselenggarakan oleh KBRI dalam rangka selamatan Presiden Jokowi. Pada hari yang sama, tim Bali Taksu Legacy beranjak dari Frankfurt menuju Amstrdam Railway Station. Rombongan pulang kembali ke Pulau Dewata dilepas oleh Dubes RI untukk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja. “Ini merupakan perjalanan yang gila, tour Eropa di 4 kota berpindah-pindah dengan membawa peralatan yang cukup banyak. Lucunya, selalu kena semprit oleh sopir bus atau train karena bawa barang terlalu banyak,” kenang Jango Pramartha. *ind
1
Komentar