Buleleng Jajaki Ekspor Vanili
Budidaya vanili di Buleleng sedang dibangkitkan lagi, terutama untuk memaksimalkan hasil panen dan kualitas produk pertaniannya.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pertanian Buleleng saat ini sedang memantapkan budidaya vanili. Berbagai solusi perbaikan terhadap budidaya yang baik dan benar terus diberikan kepada petani untuk mendapatkan hasil panen yang berkualitas dan berkesinambungan. Beberapa waktu lalu, pembeli dari luar negeri juga didatangkan untuk menangkap peluang pasar ekspor untuk komoditas ini.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta, Selasa (1/10/2019), mengatakan pihaknya kini telah bekerjasama dengaan Universitas Udayana untuk budidaya vanili, melalui Bali Organik Subak (BOS) Petani Muda Keren, UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Bali dan juga Persatuan Vanili Singaraja Bali (PVSB), petani vanili di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, untuk memantapkan pengelolaan hasil budidaya.
Budidaya vanili di Buleleng sedang dibangkitkan lagi, terutama untuk memaksimalkan hasil panen dan kualitas produk pertaniannya. Produksi vanili di Buleleng sejak tahun 1990 agak meredup. Karena, khususnya vanili di Bali kalah kualitas dengan produksi vanili daerah lain. “Ini yang sedang kami perbaiki, sehingga image vanili Bali yang sejak tahun sembilan puluhan dikenal kualitasnya tidak bagus akan ditingkatkan dengan budidaya yang baik dan benar, sehingga mampu menangkap peluang pasar yang sangat menjanjikan,” jelas I Made Sumiarta.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta, Selasa (1/10/2019), mengatakan pihaknya kini telah bekerjasama dengaan Universitas Udayana untuk budidaya vanili, melalui Bali Organik Subak (BOS) Petani Muda Keren, UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Bali dan juga Persatuan Vanili Singaraja Bali (PVSB), petani vanili di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, untuk memantapkan pengelolaan hasil budidaya.
Budidaya vanili di Buleleng sedang dibangkitkan lagi, terutama untuk memaksimalkan hasil panen dan kualitas produk pertaniannya. Produksi vanili di Buleleng sejak tahun 1990 agak meredup. Karena, khususnya vanili di Bali kalah kualitas dengan produksi vanili daerah lain. “Ini yang sedang kami perbaiki, sehingga image vanili Bali yang sejak tahun sembilan puluhan dikenal kualitasnya tidak bagus akan ditingkatkan dengan budidaya yang baik dan benar, sehingga mampu menangkap peluang pasar yang sangat menjanjikan,” jelas I Made Sumiarta.
Sejauh ini, lanjut dia, di Buleleng secara geografis dan iklim sangat cocok untuk budidaya vanili. Bahkan terkini luasan tanamnya ada 90 hektare. Hanya saja produksinya masih skala kecil dan masih bermain di lokalan. Produksi per tahunnya pun masih di bawah 10 ton. Padahal potensi ini menurutnya dapat dikembangkan jika ada komitmen dari petani vanili berbudidaya yang baik dan benar. Salah satunya peluang pasar ekspor yang terbuka lebar untuk hal itu.
Harga vanili juga sangat menggiurkan untuk kesejahteraan petani. Menurut buyer asal Swiss, vanili kering per kilogramnya dibeli dengan harga Rp 500.000, sedangkan yang kering kualitas super berkisar Rp 2 juta – Rp 3 juta per kilogram. “Kemarin ada buyer dari Swiss juga yang datang, arahnya memang ke ekspor. Tapi untuk bisa memenuhi itu, kami perlu penuhi standarnya dulu, mulai dari penyiapan SOP (standar operasional prosedur) dulu, perbaikan kualitas produksi dan segi mutu juga serta kontinuitasnya. Ini yang sedang kami petakan dan kejar terus,” jelas dia.
Sejauh ini, kata Sumiarta, petani vanili masih sering kali belum dapat menghadapi serangan penyakit pusarium atau layu batang. Hal itu kini sudah diantisipasi dan dicarikan solusi dengan menggandeng Unud dan UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Bali.
Guna memudahkan pembinaan dan sosialisasi budidaya yang baik dan benar, tak hanya komoditas vanili, Dinas Pertanian juag membetuk koperasi petani dari pelbagai komoditas. Perkumpulan petani dengan jenis budidaya yang sama akan diarahkan menjadi sentra komoditas sesuai dengan potensi pertanian yang dimiliki. “Misalnya di Ambengan yang sekarang budidaya vanilinya berkembang akan kami bentuk kampung vanili. Begitu juga Gerokgak dengan potensi pisangnya bisa sebagai kampung pisang, atau di Busungbiu yang potensi kopi bagus sebagai kampung kopi. Jadi nanti akan ada sentra-sentra komoditas untuk mengendalikan pasar dan brand image hasil pertanian di Buleleng,” ucap Kadis I Made Sumiarta. *k23
Harga vanili juga sangat menggiurkan untuk kesejahteraan petani. Menurut buyer asal Swiss, vanili kering per kilogramnya dibeli dengan harga Rp 500.000, sedangkan yang kering kualitas super berkisar Rp 2 juta – Rp 3 juta per kilogram. “Kemarin ada buyer dari Swiss juga yang datang, arahnya memang ke ekspor. Tapi untuk bisa memenuhi itu, kami perlu penuhi standarnya dulu, mulai dari penyiapan SOP (standar operasional prosedur) dulu, perbaikan kualitas produksi dan segi mutu juga serta kontinuitasnya. Ini yang sedang kami petakan dan kejar terus,” jelas dia.
Sejauh ini, kata Sumiarta, petani vanili masih sering kali belum dapat menghadapi serangan penyakit pusarium atau layu batang. Hal itu kini sudah diantisipasi dan dicarikan solusi dengan menggandeng Unud dan UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Bali.
Guna memudahkan pembinaan dan sosialisasi budidaya yang baik dan benar, tak hanya komoditas vanili, Dinas Pertanian juag membetuk koperasi petani dari pelbagai komoditas. Perkumpulan petani dengan jenis budidaya yang sama akan diarahkan menjadi sentra komoditas sesuai dengan potensi pertanian yang dimiliki. “Misalnya di Ambengan yang sekarang budidaya vanilinya berkembang akan kami bentuk kampung vanili. Begitu juga Gerokgak dengan potensi pisangnya bisa sebagai kampung pisang, atau di Busungbiu yang potensi kopi bagus sebagai kampung kopi. Jadi nanti akan ada sentra-sentra komoditas untuk mengendalikan pasar dan brand image hasil pertanian di Buleleng,” ucap Kadis I Made Sumiarta. *k23
1
Komentar