Lahan Tetap Dilelang, Areal Pura-Akses Jalan 10 Are Dibebaskan
Mediasi Pelelangan Lahan Berisi Pura Bukit Gegelang di Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Bangli
Lahan seluas 79 are yang di atasnya berisi Pura Bukit Gegelang yang diempon 42 KK, sertifikatnya atas nama pribadi, lalu dipakai jaminan di BPR Kerta Warga untuk dapat kredit Rp 400 juta. Karena kredit macet, maka tanahnya dilelang pihak bank
BANGLI, NusaBali
Masalah pelelangan lahan seluas 79 are yang di atasnya berdiri Pura Bukit Gegelang di Pondokan Kumbuh, Banjar Galiran, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Bangli akhirnya menemukan titik terang. Lahan yang sertifikatnya dijadikan agunan di bank tersebut tetap akan dilelang BPR Kerta Warga, namun Pura Bukit Gegelang dan akses jalan menuju pura dibebaskan.
Hal ini disepakati dalam mediasi yang difasilitasi PHDI Bangli dengan dihadiri langsung Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, di Kantor Sekretariat PHDI Bangli, Kamis (3/10). Mediasi kemarin melibatkan pihak BPR Kerta Warga dan Kelian Pura Bukit Gegelang, I Nyoman Sudana Pura.
Dalam pertemuan kemarin, Direktur BPR Kerta Warga, Ida Ayu Juliati, mengungkapkan kronologis hingga tanah seluas 79 are di Pura Bukit Gegelang dilelang. Semua berawal tahun 2015, ketika masuk pengajuan pinjaman ke BPR Kerta Warga dari salah satu warga Banjar Tegalasah, Desa/Kecamnatan Tembuku.
Menurut Dayu Juliati, warga tersebut mengajukan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah hak milik atas nama perorangan seluas 79 are. Kemudian, BPR Kerta Warga mengeluarkan kredit sebasar Rp 400 juta.
Sesuai dengan prosedur, kata Dayu Juliati, pihak BPR Kerta Warga telah memasang hak tanggungan atas agunan tersebut. Dari keluarnya kredit Rp 400 juta tersebut, pihak peminjam ternyata tidak memenuhi kewajibanya. “Kredit sudah cair Oktober 2015. Namun, setelah 3 tahun, penerima kredit tidak menjalankan kewajibanya,” beber Dayu Juliati.
Karena itu, tanah seluas 79 are yang diagunkan tersebut akhirnya dilelang oleh BPR Kerta Warga. Pelelangan ini sudah dibahas secara matang, termasuk dengan pemberitahuan kepada pangempon Pura Bukit Gegelang berjumlah 42 kepala keluarga (KK).
Dayu Juliati menyebutkan, proses pelelangan lahan di Pura Bukit Gegelang ini sudah melalui pembahasan internal BPR Kerta Warga. Hasil pembahasan, lahan tersebut tetap dilelang, tetapi nantinya lahan yang di atasnya berdiri bangunan Pura Bukit Gegelang dan akses jalan menuju pura tidak dihitung.
“Lahan ini merupakan satu kesatuan, tetapi nanti lahan pura dan akses jalan sekitarnya seluas 9 are akan dibebaskan. Jadi, pemenang lelang akan membayar sesuai luas lahan (79 are dikurangi 9 are = 70 are). Kemudian, lahan pura dan akses jalan nanti disertifikatkan oleh pangempon pura,” beber Dayu Juliati. Rencana yang ditawarkan pihak BPR Kerta Warga ini pun disepakati dalam mediasi di Kantor PHDI Bangli, Kamis kemarin.
Sebelumnya, Maret 2019 lalu, akses jalan menuju Pura Bukit Gegelang sempat ditutup oleh Sang Nyoman Darma, warga Banjar Tegalasah, Desa Tembuku yang mengklaim lahan seluas 79 are tersebut. Konon, lahan yang di atasnya berdiri Pura Bukit Gegelang ini sudah disertifikatkan atas nama almarhum Sang Ayu Made Giri, ibunda dari Sang Nyoman Darma. Lahan tersebut merupakan tanah warisan leluhur, lalu disertifikatkan dan kemudian sertifikatnya dijadikan agunan di BPR Kerta Warga.
Sementara itu, Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mengaku kaget dengan persoalan menyangkut lahan Pura Bukit Gegelang ini. Menurut Putra Sukahet, ada kekeliruan di mana Pura Bukit Gegelang yang diempon 42 KK krama, sementara tanah pelaba pura di-atasnama-kan pribadi.
Putra Sukahet menyebutkan, pura sejak dulu sudah mempunyai subjek hukum sebagai hak atas tanah. “Tidak ada lagi lahan pura atau adat atas nama pribadi,” beber Putra Sukahet yang juga Ketua Umum Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Indonesia.
Selain itu, kata Putra Sukahet, ketika dilakukan proses pensertifikatan lahan, ada kesalahan. “BPN-nya salah menyertifikatkan atas nama pribadi. Kemudian, pribadi yang mengagunkan juga punya niat tidak bagus. Sementara, BPR Kerta Warga juga tidak awas saat melakukan verifikasi, karena di sana ada pura, sehingga sekarang timbul masalah,” tegas tokoh asal Klungkung yang garu dua bulan terpilih menjadi Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali ini.
Namun demikian, kni pihak BPR Kerta Warga dan pangempon Pura Bukit Gegelang sudah ada itikad baik dan paham bahwa pura tidak bisa dijadikan objek lelang. Maka, disepakati jalan keluar di mana lelang tetap dilakukan, namun lahan pura dan jalan menuju pura dibebaskan.
“Nanti pihak bank akan membuat perjanjian dengan pemenang lelang, bahwa yang akan disertifikatkan tidak termasuk pura dan akses jalan. Jadi, pemenang lelang sudah tahu hak-haknya, entah 70 are atau 60 are. Setelah lelang, lahan disertifikatkan, begitu juga lahan pura dan akses jalannya,” tegas Putra Sukahet.
Jika nanti tidak ada yang melelang lahan tersebut, maka bank segera mengadakan sita jaminan. Kemudian, pihak BPR Kerta Warga akan memberikan lahan pura dan akses jalan tersebut.
“Alangkah baiknya kalau pangempon Pura Bukit Gegelang yang melelang dengan harga minimum. Pangempon pura diberikan prioritas sebagai peserta lelang. Saya kira tidak akan ada komplin kalau pengempon pura yang diberikan lelang,” tandas Putra Sukahet.
Sementara, Kelian Pura Bukit Gegelang, I Nyoman Sudana, mengatakan pihaknya akan membicarakan masalah pelelangan lahan ini kepada krama pangempon. “Kami paruman dulu, apakah nantinya kami akan melelang atau seperti apa?” ujar Nyoman Sudana. *esa
Hal ini disepakati dalam mediasi yang difasilitasi PHDI Bangli dengan dihadiri langsung Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, di Kantor Sekretariat PHDI Bangli, Kamis (3/10). Mediasi kemarin melibatkan pihak BPR Kerta Warga dan Kelian Pura Bukit Gegelang, I Nyoman Sudana Pura.
Dalam pertemuan kemarin, Direktur BPR Kerta Warga, Ida Ayu Juliati, mengungkapkan kronologis hingga tanah seluas 79 are di Pura Bukit Gegelang dilelang. Semua berawal tahun 2015, ketika masuk pengajuan pinjaman ke BPR Kerta Warga dari salah satu warga Banjar Tegalasah, Desa/Kecamnatan Tembuku.
Menurut Dayu Juliati, warga tersebut mengajukan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah hak milik atas nama perorangan seluas 79 are. Kemudian, BPR Kerta Warga mengeluarkan kredit sebasar Rp 400 juta.
Sesuai dengan prosedur, kata Dayu Juliati, pihak BPR Kerta Warga telah memasang hak tanggungan atas agunan tersebut. Dari keluarnya kredit Rp 400 juta tersebut, pihak peminjam ternyata tidak memenuhi kewajibanya. “Kredit sudah cair Oktober 2015. Namun, setelah 3 tahun, penerima kredit tidak menjalankan kewajibanya,” beber Dayu Juliati.
Karena itu, tanah seluas 79 are yang diagunkan tersebut akhirnya dilelang oleh BPR Kerta Warga. Pelelangan ini sudah dibahas secara matang, termasuk dengan pemberitahuan kepada pangempon Pura Bukit Gegelang berjumlah 42 kepala keluarga (KK).
Dayu Juliati menyebutkan, proses pelelangan lahan di Pura Bukit Gegelang ini sudah melalui pembahasan internal BPR Kerta Warga. Hasil pembahasan, lahan tersebut tetap dilelang, tetapi nantinya lahan yang di atasnya berdiri bangunan Pura Bukit Gegelang dan akses jalan menuju pura tidak dihitung.
“Lahan ini merupakan satu kesatuan, tetapi nanti lahan pura dan akses jalan sekitarnya seluas 9 are akan dibebaskan. Jadi, pemenang lelang akan membayar sesuai luas lahan (79 are dikurangi 9 are = 70 are). Kemudian, lahan pura dan akses jalan nanti disertifikatkan oleh pangempon pura,” beber Dayu Juliati. Rencana yang ditawarkan pihak BPR Kerta Warga ini pun disepakati dalam mediasi di Kantor PHDI Bangli, Kamis kemarin.
Sebelumnya, Maret 2019 lalu, akses jalan menuju Pura Bukit Gegelang sempat ditutup oleh Sang Nyoman Darma, warga Banjar Tegalasah, Desa Tembuku yang mengklaim lahan seluas 79 are tersebut. Konon, lahan yang di atasnya berdiri Pura Bukit Gegelang ini sudah disertifikatkan atas nama almarhum Sang Ayu Made Giri, ibunda dari Sang Nyoman Darma. Lahan tersebut merupakan tanah warisan leluhur, lalu disertifikatkan dan kemudian sertifikatnya dijadikan agunan di BPR Kerta Warga.
Sementara itu, Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mengaku kaget dengan persoalan menyangkut lahan Pura Bukit Gegelang ini. Menurut Putra Sukahet, ada kekeliruan di mana Pura Bukit Gegelang yang diempon 42 KK krama, sementara tanah pelaba pura di-atasnama-kan pribadi.
Putra Sukahet menyebutkan, pura sejak dulu sudah mempunyai subjek hukum sebagai hak atas tanah. “Tidak ada lagi lahan pura atau adat atas nama pribadi,” beber Putra Sukahet yang juga Ketua Umum Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Indonesia.
Selain itu, kata Putra Sukahet, ketika dilakukan proses pensertifikatan lahan, ada kesalahan. “BPN-nya salah menyertifikatkan atas nama pribadi. Kemudian, pribadi yang mengagunkan juga punya niat tidak bagus. Sementara, BPR Kerta Warga juga tidak awas saat melakukan verifikasi, karena di sana ada pura, sehingga sekarang timbul masalah,” tegas tokoh asal Klungkung yang garu dua bulan terpilih menjadi Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali ini.
Namun demikian, kni pihak BPR Kerta Warga dan pangempon Pura Bukit Gegelang sudah ada itikad baik dan paham bahwa pura tidak bisa dijadikan objek lelang. Maka, disepakati jalan keluar di mana lelang tetap dilakukan, namun lahan pura dan jalan menuju pura dibebaskan.
“Nanti pihak bank akan membuat perjanjian dengan pemenang lelang, bahwa yang akan disertifikatkan tidak termasuk pura dan akses jalan. Jadi, pemenang lelang sudah tahu hak-haknya, entah 70 are atau 60 are. Setelah lelang, lahan disertifikatkan, begitu juga lahan pura dan akses jalannya,” tegas Putra Sukahet.
Jika nanti tidak ada yang melelang lahan tersebut, maka bank segera mengadakan sita jaminan. Kemudian, pihak BPR Kerta Warga akan memberikan lahan pura dan akses jalan tersebut.
“Alangkah baiknya kalau pangempon Pura Bukit Gegelang yang melelang dengan harga minimum. Pangempon pura diberikan prioritas sebagai peserta lelang. Saya kira tidak akan ada komplin kalau pengempon pura yang diberikan lelang,” tandas Putra Sukahet.
Sementara, Kelian Pura Bukit Gegelang, I Nyoman Sudana, mengatakan pihaknya akan membicarakan masalah pelelangan lahan ini kepada krama pangempon. “Kami paruman dulu, apakah nantinya kami akan melelang atau seperti apa?” ujar Nyoman Sudana. *esa
Komentar