Sudikerta Disudutkan Korban Alim Markus
Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan, menggunakan surat palsu, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 53, di PN Denpasar, Kamis (10/10), berlangsung panas.
DENPASAR, NusaBali
Bos PT Maspion, Alim Markus, yang dihadirkan selaku korban di sidang kemarin, serang dan sudutkan terdakwa Sudikerta. Selain korban Alim Markus, dalam sidang Kamis sore juga dihadirkan empat saksi lainnya. Mereka masing-masing Sugiharto (pelapor dan konsultan hukum korban Alim Markus), Eksha Kanasut (dari Tim Hukum Maspion), Notaris Ni Nyoman Sudjarni, dan Ida Ayu Mas Sukerti (asisten dari Notaris Ni Nyoman Sudjarni).
Namun, dalam pemeriksaan di sidang kematin, hanya Alim Markus dan saksi Sugiharto yang diperiksa selama 3 jam, sejak sore pukul 15.30 Wita hingga petang pukul 18.30 Wita. Sementara dua saksi lainnya akan diperiksa dalam sidang berikutnya, Selasa (15/10) depan.
Pada sidang kemarin sore, terdakwa Sudikerta dihadirkan bersama dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, yakni I Wayan Wakil, 58, dan AA Ngurah Agung, 68. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar yang terdiri dari I Ketut Sujaya, Eddy Arta Wibawa, dan Martinus T Suluh menghadirkan korban Alim Markus sebagai saksi pertama di sidang kemarin.
Dalam keterangannya, korban Alim Markus mengaku pertama kali dikenalkan dengan terdakwa Sudikerta oleh Komisaris Utama PT Maspion, Hendri Kaunang. “Saya lupa dikenalkan di mana. Tapi, antara di Bali dan Surabaya, sekitar tahun 2013,” kenang Alim Markus mengawali keterangannya di hadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.
Menurut Alim Markus, saat dikenalkan, terdakwa Sudikerta disebut memiliki tanah yang akan dijual di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung seluas 41.000 meter persegi. Bos PT Maspion yang saat itu sedang mencari tanah di Bali untuk dijadikan hotel, pun menyatakan ketertarikannya.
Setelah dilakukan pendekatan, akhirnya disepakati tanah tersebut seharga Rp 6,5 juta per meter persegi. Sebelum pembelian dilakukan, tim dari Alim Markus sempat mengecek surat dan kondisi tanah di lokasi. Setelah dinyatakan bersih dan tidak ada masalah, korban Alim Markus semakin yakin membeli tanah di Pantai Balangan tersebut.
Apalagi, saat itu terdakwa Sudikerta yang masih menjabat sebagai Wakil Bupati Badung mengatakan tanah tersebut adalah miliknya. Korban Alim Markus juga dijanjikan akan dibantu dalam pengurusan izin. “Saya juga semakin percaya karena di PT Pecatu Bangun Gemilang ada nama istri Sudikerta (Ida Ayu Sri Sumiantini, Red) sebagai Komisaris Utama,” beber Alim Markus.
Tergiur dengan janji manis Sudikerta, korban Alim Markus melalui PT Marindo Investamas kemudian melakukan pembayaran tanah tersebut dua tahap dengan total Rp 149 miliar. Alim Markus juga mengakui sebagian uang pembayaran itu merupakan pinjaman dari Bank Panin, dengan menjaminkan sertifikat tanah di Pantai Balangan yang dibelinya.
Setelah dilakukan pembayaran itulah, baru diketahui jika ada masalah dengan tanah tersebut. Pasalnya, korban Alim Markus yang sudah membayar tanah tersebut, tidak bisa menguasai lahan. Bahkan, plang yang dipasang di tanah tersebut juga dicabut.
Karena pembelian gagal, Alim Markus sempat beberapa kali meminta uangnya kembali kepada Sudikerta. Namun, hanya janji yang didapat Alim Markus. Maka, korban pun akhirnya melaporkan politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung itu ke Polda Bali tahun 2018 lalu. “Pak Sudikerta juga terus menghindar, padahal sudah sempat janji akan mengembalikan uang,” beber Alim Markus, yang dalam sidang kemarin mengenakan setelan baju dan celana coklat, serta sepatu hitam.
Dalam sidang kemarin, terdakwa Sudikerta semakin terpojok saat saksi kedua yaitu Sugiharto diperiksa. Saksi yang juga notaris dan pengacara ini dengan tegas mengatakan bahwa Sudikerta-lah yang menawarkan tanah di Pantai Balangan kepada Alim Markus di Surabaya. “Setahu saya, Pak Sudikerta yang datang ke PT Maspion (di Surabaya),” ungkap Sugiharto.
Sugiharto juga mengatakan korban Alim Markus sebenarnya bisa membayar harga tanah seluas 41.000 meter persegi itu seharga Rp 272 miliar. Namun, karena ingin kerjasama dan dibantu dalam pengurusan izin, maka Alim Markus disebut mengajak kerjasama PT Marindo Investama dengan PT Pecatu Bangun Gemilang milik istri Sudikerta. Saat itu, Alim Markus mengeluarkan modal Rp 149 miliar dan mendapat saham 55 persen, sementara PT Pecatu Bangun Gemilang mendapat saham 45 persen.
Dari sidang kemarin juga terungkap bahwa terdakwa Wayan Wakil tidak mau me-ngosongkan tanah yang telah diobeli korban tersebut, karena baru dibayar Rp 8 miliar oleh PT Pecatu Bangun Gemilang. “Saya baru tahu kalau Pak Wayan Wakil ini yang memiliki saham 45 persen, karena sebagai pemilik tanah. Karena sebelumnya saya hanya tahu Pak Wayan Wakil sebagai saksi saja saat di notaries,” papar Sugiharto.
Sidang kemarin sore kembali memanas saat kuasa hukum terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung, yakni Agus Sujoko, mulai bertanya. Salah satunya, terkait pinjaman Alim Markus di Bank Panin yang menggunakan jaminan sertifikat tanah di Pantai Balangan. Dalam BAP, Sugiharto mengaku mengetahui pinjaman tersebut, namun dalam sidang malah mengatakan tidak tahu.
“Yang mana keterangan yang mau Anda pakai?” tanya Agus Sujoko. “Keterangan saya jangan dipelintir,” jawab saksi Sugiharto dengan nada tinggi, hingga membuat majelis hakim turun tangan.
“Sudah, jangan pakai emosi. Jawab saja,” ujar hakim Esthar. JPU pun ikut mengingatkan pengacara terdakwa supaya memposisikan Sugiharto sebagai saksi, bukan terdakwa. “Kami ingatkan kepada pengacara kalau Sugiharto ini hanya saksi bukan terdakwa,” tegas JPU Eddy Arta Wibawa.
Saksi Sugiharto lalu menjelaskan bahwa keterangan di BAP tersebut setelah dirinya ditunjukkan bukti oleh penyidik dan konfirmasi dengan Alim Markus. “Jadi, jangan diposisikan saya tahu semua soal pinjaman,” ujar Sugiharto yang juga mengaku sebagai pengacara.
Sementara itu, terdakwa Ketut Sudikerta yang dimintai tanggapannya, langsung membantah keterangan korban Alim Markus dan saksi Sugiharto. Sudikerta mengaku tidak pernah mengatakan memiliki tanah seluas 38.000 meter pesredi di Pantai Balangan. Sudikerta mengaku hanya memiliki tanah 3.300 meter persegi yang akan dijual.
“Saya juga tidak pernah menawarkan tanah kepada Maspion. Malah pihak Maspion melalui Hendri Kaunang yang mencari saya untuk mencari tanah,” bantah Sudikerta yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018. *rez
Namun, dalam pemeriksaan di sidang kematin, hanya Alim Markus dan saksi Sugiharto yang diperiksa selama 3 jam, sejak sore pukul 15.30 Wita hingga petang pukul 18.30 Wita. Sementara dua saksi lainnya akan diperiksa dalam sidang berikutnya, Selasa (15/10) depan.
Pada sidang kemarin sore, terdakwa Sudikerta dihadirkan bersama dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, yakni I Wayan Wakil, 58, dan AA Ngurah Agung, 68. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar yang terdiri dari I Ketut Sujaya, Eddy Arta Wibawa, dan Martinus T Suluh menghadirkan korban Alim Markus sebagai saksi pertama di sidang kemarin.
Dalam keterangannya, korban Alim Markus mengaku pertama kali dikenalkan dengan terdakwa Sudikerta oleh Komisaris Utama PT Maspion, Hendri Kaunang. “Saya lupa dikenalkan di mana. Tapi, antara di Bali dan Surabaya, sekitar tahun 2013,” kenang Alim Markus mengawali keterangannya di hadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.
Menurut Alim Markus, saat dikenalkan, terdakwa Sudikerta disebut memiliki tanah yang akan dijual di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung seluas 41.000 meter persegi. Bos PT Maspion yang saat itu sedang mencari tanah di Bali untuk dijadikan hotel, pun menyatakan ketertarikannya.
Setelah dilakukan pendekatan, akhirnya disepakati tanah tersebut seharga Rp 6,5 juta per meter persegi. Sebelum pembelian dilakukan, tim dari Alim Markus sempat mengecek surat dan kondisi tanah di lokasi. Setelah dinyatakan bersih dan tidak ada masalah, korban Alim Markus semakin yakin membeli tanah di Pantai Balangan tersebut.
Apalagi, saat itu terdakwa Sudikerta yang masih menjabat sebagai Wakil Bupati Badung mengatakan tanah tersebut adalah miliknya. Korban Alim Markus juga dijanjikan akan dibantu dalam pengurusan izin. “Saya juga semakin percaya karena di PT Pecatu Bangun Gemilang ada nama istri Sudikerta (Ida Ayu Sri Sumiantini, Red) sebagai Komisaris Utama,” beber Alim Markus.
Tergiur dengan janji manis Sudikerta, korban Alim Markus melalui PT Marindo Investamas kemudian melakukan pembayaran tanah tersebut dua tahap dengan total Rp 149 miliar. Alim Markus juga mengakui sebagian uang pembayaran itu merupakan pinjaman dari Bank Panin, dengan menjaminkan sertifikat tanah di Pantai Balangan yang dibelinya.
Setelah dilakukan pembayaran itulah, baru diketahui jika ada masalah dengan tanah tersebut. Pasalnya, korban Alim Markus yang sudah membayar tanah tersebut, tidak bisa menguasai lahan. Bahkan, plang yang dipasang di tanah tersebut juga dicabut.
Karena pembelian gagal, Alim Markus sempat beberapa kali meminta uangnya kembali kepada Sudikerta. Namun, hanya janji yang didapat Alim Markus. Maka, korban pun akhirnya melaporkan politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung itu ke Polda Bali tahun 2018 lalu. “Pak Sudikerta juga terus menghindar, padahal sudah sempat janji akan mengembalikan uang,” beber Alim Markus, yang dalam sidang kemarin mengenakan setelan baju dan celana coklat, serta sepatu hitam.
Dalam sidang kemarin, terdakwa Sudikerta semakin terpojok saat saksi kedua yaitu Sugiharto diperiksa. Saksi yang juga notaris dan pengacara ini dengan tegas mengatakan bahwa Sudikerta-lah yang menawarkan tanah di Pantai Balangan kepada Alim Markus di Surabaya. “Setahu saya, Pak Sudikerta yang datang ke PT Maspion (di Surabaya),” ungkap Sugiharto.
Sugiharto juga mengatakan korban Alim Markus sebenarnya bisa membayar harga tanah seluas 41.000 meter persegi itu seharga Rp 272 miliar. Namun, karena ingin kerjasama dan dibantu dalam pengurusan izin, maka Alim Markus disebut mengajak kerjasama PT Marindo Investama dengan PT Pecatu Bangun Gemilang milik istri Sudikerta. Saat itu, Alim Markus mengeluarkan modal Rp 149 miliar dan mendapat saham 55 persen, sementara PT Pecatu Bangun Gemilang mendapat saham 45 persen.
Dari sidang kemarin juga terungkap bahwa terdakwa Wayan Wakil tidak mau me-ngosongkan tanah yang telah diobeli korban tersebut, karena baru dibayar Rp 8 miliar oleh PT Pecatu Bangun Gemilang. “Saya baru tahu kalau Pak Wayan Wakil ini yang memiliki saham 45 persen, karena sebagai pemilik tanah. Karena sebelumnya saya hanya tahu Pak Wayan Wakil sebagai saksi saja saat di notaries,” papar Sugiharto.
Sidang kemarin sore kembali memanas saat kuasa hukum terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung, yakni Agus Sujoko, mulai bertanya. Salah satunya, terkait pinjaman Alim Markus di Bank Panin yang menggunakan jaminan sertifikat tanah di Pantai Balangan. Dalam BAP, Sugiharto mengaku mengetahui pinjaman tersebut, namun dalam sidang malah mengatakan tidak tahu.
“Yang mana keterangan yang mau Anda pakai?” tanya Agus Sujoko. “Keterangan saya jangan dipelintir,” jawab saksi Sugiharto dengan nada tinggi, hingga membuat majelis hakim turun tangan.
“Sudah, jangan pakai emosi. Jawab saja,” ujar hakim Esthar. JPU pun ikut mengingatkan pengacara terdakwa supaya memposisikan Sugiharto sebagai saksi, bukan terdakwa. “Kami ingatkan kepada pengacara kalau Sugiharto ini hanya saksi bukan terdakwa,” tegas JPU Eddy Arta Wibawa.
Saksi Sugiharto lalu menjelaskan bahwa keterangan di BAP tersebut setelah dirinya ditunjukkan bukti oleh penyidik dan konfirmasi dengan Alim Markus. “Jadi, jangan diposisikan saya tahu semua soal pinjaman,” ujar Sugiharto yang juga mengaku sebagai pengacara.
Sementara itu, terdakwa Ketut Sudikerta yang dimintai tanggapannya, langsung membantah keterangan korban Alim Markus dan saksi Sugiharto. Sudikerta mengaku tidak pernah mengatakan memiliki tanah seluas 38.000 meter pesredi di Pantai Balangan. Sudikerta mengaku hanya memiliki tanah 3.300 meter persegi yang akan dijual.
“Saya juga tidak pernah menawarkan tanah kepada Maspion. Malah pihak Maspion melalui Hendri Kaunang yang mencari saya untuk mencari tanah,” bantah Sudikerta yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018. *rez
Komentar