Tombak Pusaka Kerajaan Klungkung Dikembalikan
Setelah 111 Tahun Mengembara di Belanda
Dua senjata pusaka yang selama 111 tahun berada di Belanda pasca Perang Puputan Klungkung 1908, akhirnya kembali lagi ke Klungkung.
SEMARAPURA, NusaBali
Senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya warisan zaman Kerajaan Klungkung tersebut pulang kembali, setelah dihibahkan oleh yayasan dari Belanda, Wasterlaken Foundation, kepada Puri Agung Klungkung.
Dua senjata pusaka tersebut kemudian diserahkan Puri Agung Klungkung kepada Pemkab Klungkung, Kamis (10/10) pagi. Selanjutnya, dua senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya ini disimpan di Museum Semarajaya, Komplek Kertha Gosa Sema-rapura.
Pantauan NusaBali, penyerahan senjata pusaka zaman Kerajaan Klungkung tersebut dilakukan langsung oleh President of Westerlaken Foundation, Rodney Westerlaken, kepada Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, di Pendopo Puri Agung Klungkung, Kamis pagi pukul 10.00 Wita. Kemudian, Ida Dalem Semaraputra langsung menyerahkannya kepada Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta.
Dari bentuk ujung tombak dan ukiran sarungnya, dua sejata pusaka ini berasal dari masa Kerajaan Klungkung sebelum Perang Puputan Klungkung pecah tahun 1908. Setelah Perang Puputan Klungkung, senjata pusaka ini dibawa Belanda ke Negeri Kincir Angin. Dua senjata pusaka ini kebetulan disimpan oleh kolektor, sehingga akhirnya sampai ke yayasan Westerlaken Foundation. Oleh Ketua Yayasan ‘Waterlaken Foundation’, Rodney Westerlaken, senjata pusaka ini dibeli seharga Rp 15 juta beberapa tahun silam.
"Saya bermaksud menghibahkan kedua mata tombak tersebut kembali ke Puri Agung Klungkung, untuk selanjutnya dapat dipamerkan pada Museum Semarajaya di Kawasan Kerta Gosa. Dengan begitu, seluruh masyarakat Klungkung tahu bahwa saksi bisu sejarah ini masih ada dan siap menceritakan perjalanan panjangnya," ujar Rodney Westerlaken saat acara serah terima senjata pusaka di Puri Agung Klungkung, Kamis kemarin.
Disebutkan, Belanda dan Kerajaan Klungkung memiliki ikatan sejarah yang tidak dapat dilupakan. Namun, di balik patriotisme Perang Puputan Klungkung tahun 1908, terdapat kisah-kisah yang tidak seluruhnya dapat diungkapkan dan dituturkan kepada generasi muda saat ini.
Rodney berharap yang dilakukan dengan menghibahkan dua senjata pusaka warisan Kerajaan Klungkung ini, dapat menginspirasi kolektor lainnya dan juga pemerintah Belanda maupun pemerintah Indonesia yang masih menyimpan benda bersejarah milik Kerajaan Klungkung, untuk mengembalikannya ke rumah asalnya. "Tanah kelahirannya ya di Klungkung, sementara pemilik sebenarnya adalah Puri Agung Klungkung," tandas Rodney.
Perang Puputan Klungkung 1908, kata Rodney, mungkin pernah menjadi catatan kelam bagi keduabelah pihak, yakni Klungkung dan Belanda. Namun, Rodney berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi cinta kasih yang akan membawa jalan baik bagi keduabelah pihak.
"Bangsa saya (Belanda) dan Kerajaan Klungkung berada di dalam sejarah ini bersama-sama dan tidak akan pernah lepas dari memori. Benda-benda pusaka inilah yang seharusnya bercerita lebih lengkap, bagaimana sejatinya megah dan mahsyurnya Kerajaan Klungkung, serta bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam Perang Puputan Klungkung tahun 1908," tegas Rodney.
Sementara itu, Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, mengatakan pihaknya menyambut gembira dan menyampaikan terimakasih kepada Westerlaken Foundation dari Belanda, yang sudah mengembalikan dua senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya. "Kita berharap kembalinya dua mata tombak ini merupakan suatu langkah awal untuk membuka jalan agar benda-benda peninggalan sejarah yang seharusnya milik kita, bisa kembali ke tangan kita," ujar Ida Dalem.
Menurut Ida Dalem, senjata pusaka yang baru pulang dari Belanda ini dititipkan ke Pemkab Klungkung untuk disimpan, dijaga, dan dirawat di Museum Semarajaya, serta dipamerkan. Dengan begitu, apabila masyarakat ingin melihatnya, mereka bisa datang ke Museum Semarajaya.
Namun, kata Ida Dalem, sejauh ini belum bisa dipastikan apakah dua mata tombak yang dikembalikan dari Belanda ini merupakan senjata pusaka milik keluarga kerajaan atau bukan. "Ini belum tentu senjata pusaka milik salah keluarga kerajaan. Karena yang bertempur saat Puputan Klungkung 1908 tidak hanya keluarga kerajaan, melaikan juga masyarakat. Kalau hasil penelitian, baru menunjukkan eranya saja, dilihat dari motif ukirannya," papar Ida Dalem.
Sedangkan Bupati Klungkung, Nyoman Suwirta, juga menyambut baik kembalinya dua mata tombak zaman Kerajaan Klungkung yang baru kembali dari Belanda tersebut. Bupati Suwirta mengimbau kepada para ahli kebudayaan, jika ada yang ingin mengakaji, meneliti, dan menelusuri dua mata tombak ini, dipersilakan datang ke Museum Semarajaya. Bupati Suwirta tak ingin dua benda bersejarah ini hanya sekadar menjadi barang pajangan di yang tidak diketahui manfaatnya di muse-um.
Menurut Bupati Suwirta, pemerintah mengharapkan ke depannya dua mata tombak zaman Kerajaan Klungkung ini lengkap dengan narasinya yang bisa menceritakan sejarahnya. "Mudah-mudahan dengan kembalinya dua mata tombak ini, nantinya menjadi pembuka jalan untuk mengembalikan kejayaan Klungkung sebagai pusat Kebudayaan Bali. Apalagi, nanti segera dibangun Pusat Kebudayaan Bali di kawasan Desa Guknasa, Kecamatan Dawan, Klungkung," papar Suwirta. *wan
Senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya warisan zaman Kerajaan Klungkung tersebut pulang kembali, setelah dihibahkan oleh yayasan dari Belanda, Wasterlaken Foundation, kepada Puri Agung Klungkung.
Dua senjata pusaka tersebut kemudian diserahkan Puri Agung Klungkung kepada Pemkab Klungkung, Kamis (10/10) pagi. Selanjutnya, dua senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya ini disimpan di Museum Semarajaya, Komplek Kertha Gosa Sema-rapura.
Pantauan NusaBali, penyerahan senjata pusaka zaman Kerajaan Klungkung tersebut dilakukan langsung oleh President of Westerlaken Foundation, Rodney Westerlaken, kepada Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, di Pendopo Puri Agung Klungkung, Kamis pagi pukul 10.00 Wita. Kemudian, Ida Dalem Semaraputra langsung menyerahkannya kepada Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta.
Dari bentuk ujung tombak dan ukiran sarungnya, dua sejata pusaka ini berasal dari masa Kerajaan Klungkung sebelum Perang Puputan Klungkung pecah tahun 1908. Setelah Perang Puputan Klungkung, senjata pusaka ini dibawa Belanda ke Negeri Kincir Angin. Dua senjata pusaka ini kebetulan disimpan oleh kolektor, sehingga akhirnya sampai ke yayasan Westerlaken Foundation. Oleh Ketua Yayasan ‘Waterlaken Foundation’, Rodney Westerlaken, senjata pusaka ini dibeli seharga Rp 15 juta beberapa tahun silam.
"Saya bermaksud menghibahkan kedua mata tombak tersebut kembali ke Puri Agung Klungkung, untuk selanjutnya dapat dipamerkan pada Museum Semarajaya di Kawasan Kerta Gosa. Dengan begitu, seluruh masyarakat Klungkung tahu bahwa saksi bisu sejarah ini masih ada dan siap menceritakan perjalanan panjangnya," ujar Rodney Westerlaken saat acara serah terima senjata pusaka di Puri Agung Klungkung, Kamis kemarin.
Disebutkan, Belanda dan Kerajaan Klungkung memiliki ikatan sejarah yang tidak dapat dilupakan. Namun, di balik patriotisme Perang Puputan Klungkung tahun 1908, terdapat kisah-kisah yang tidak seluruhnya dapat diungkapkan dan dituturkan kepada generasi muda saat ini.
Rodney berharap yang dilakukan dengan menghibahkan dua senjata pusaka warisan Kerajaan Klungkung ini, dapat menginspirasi kolektor lainnya dan juga pemerintah Belanda maupun pemerintah Indonesia yang masih menyimpan benda bersejarah milik Kerajaan Klungkung, untuk mengembalikannya ke rumah asalnya. "Tanah kelahirannya ya di Klungkung, sementara pemilik sebenarnya adalah Puri Agung Klungkung," tandas Rodney.
Perang Puputan Klungkung 1908, kata Rodney, mungkin pernah menjadi catatan kelam bagi keduabelah pihak, yakni Klungkung dan Belanda. Namun, Rodney berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi cinta kasih yang akan membawa jalan baik bagi keduabelah pihak.
"Bangsa saya (Belanda) dan Kerajaan Klungkung berada di dalam sejarah ini bersama-sama dan tidak akan pernah lepas dari memori. Benda-benda pusaka inilah yang seharusnya bercerita lebih lengkap, bagaimana sejatinya megah dan mahsyurnya Kerajaan Klungkung, serta bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam Perang Puputan Klungkung tahun 1908," tegas Rodney.
Sementara itu, Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, mengatakan pihaknya menyambut gembira dan menyampaikan terimakasih kepada Westerlaken Foundation dari Belanda, yang sudah mengembalikan dua senjata pusaka berupa mata tombak berikut sarungnya. "Kita berharap kembalinya dua mata tombak ini merupakan suatu langkah awal untuk membuka jalan agar benda-benda peninggalan sejarah yang seharusnya milik kita, bisa kembali ke tangan kita," ujar Ida Dalem.
Menurut Ida Dalem, senjata pusaka yang baru pulang dari Belanda ini dititipkan ke Pemkab Klungkung untuk disimpan, dijaga, dan dirawat di Museum Semarajaya, serta dipamerkan. Dengan begitu, apabila masyarakat ingin melihatnya, mereka bisa datang ke Museum Semarajaya.
Namun, kata Ida Dalem, sejauh ini belum bisa dipastikan apakah dua mata tombak yang dikembalikan dari Belanda ini merupakan senjata pusaka milik keluarga kerajaan atau bukan. "Ini belum tentu senjata pusaka milik salah keluarga kerajaan. Karena yang bertempur saat Puputan Klungkung 1908 tidak hanya keluarga kerajaan, melaikan juga masyarakat. Kalau hasil penelitian, baru menunjukkan eranya saja, dilihat dari motif ukirannya," papar Ida Dalem.
Sedangkan Bupati Klungkung, Nyoman Suwirta, juga menyambut baik kembalinya dua mata tombak zaman Kerajaan Klungkung yang baru kembali dari Belanda tersebut. Bupati Suwirta mengimbau kepada para ahli kebudayaan, jika ada yang ingin mengakaji, meneliti, dan menelusuri dua mata tombak ini, dipersilakan datang ke Museum Semarajaya. Bupati Suwirta tak ingin dua benda bersejarah ini hanya sekadar menjadi barang pajangan di yang tidak diketahui manfaatnya di muse-um.
Menurut Bupati Suwirta, pemerintah mengharapkan ke depannya dua mata tombak zaman Kerajaan Klungkung ini lengkap dengan narasinya yang bisa menceritakan sejarahnya. "Mudah-mudahan dengan kembalinya dua mata tombak ini, nantinya menjadi pembuka jalan untuk mengembalikan kejayaan Klungkung sebagai pusat Kebudayaan Bali. Apalagi, nanti segera dibangun Pusat Kebudayaan Bali di kawasan Desa Guknasa, Kecamatan Dawan, Klungkung," papar Suwirta. *wan
Komentar