KESEHATAN: Hati-hati Depresi
Depresi akan menimbulkan komplikasi kesehatan yang cukup membahayakan jiwa
Tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Ironi masih terjadi. Masalah perilaku bunuh diri akibat depresi terus meningkat. Hasil survei yang dilakukan oleh Sistem Registrasi Sampel (SRS) tahun 2016 mengatakan di Indonesia prevalensi bunuh diri mencapai 1.800 orang per tahun. Ini artinya terjadi 5 kematian setiap harinya akibat bunuh diri.
Menurut Factsheet WHO tahun 2018, masalah bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor 2 terbanyak pada kelompok usia 15 sampai 29 tahun. Karena itu, menjaga kesehatan jiwa menjadi hal yang penting terlebih pada generasi milenial. dr Agung Frijanto SpKJ, sekretaris PP PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia), mengingatkan untuk menjaga kesehatan jiwa dan mental agar terhindar dari depresi. Sebab, jika depresi tidak tertangani dengan baik dapat berujung pada intensi bunuh diri. “Kita harus manage stres, kalau ada beban ya curhat, dan terkait spiritualitas ini bisa menenangkan. Secara medis ini bisa meningkatkan hormon serotonin dan hormon lain yang dapat mencegah stress,” kata dr Agung.
Dia juga berpesan bagi lingkungan dan keluarga untuk hadir dan terus memberikan support system bagi mereka yang mengalami depresi. Hal mudah yang dapat dilakukan berupa mendengarkan keluhan atau menemani mereka menemui tenaga medis profesional. “Kita dengar keluhannya, kalau misalkan sudah sampai tingkat sedang dan berat itu kita bawa ke tenaga medis ahli. Apalagi kalau sudah ada ide-ide bunuh diri,” ujarnya.
Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih dan tidak bersemangat terus menerus. Seseorang yang mengalami depresi akan mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Depresi membuat seseorang memiliki masalah dalam berpikir, berperilaku dan berbagai masalah fisik maupun emosional lainnya. Tak jarang orang yang depresi merasa bahwa hidup yang dijalani sudah tak berguna lagi. Jika dibiarkan terus menerus, depresi akan menimbulkan komplikasi kesehatan yang cukup membahayakan jiwa.
Masalah yang biasanya timbul akibat depresi biasanya berupa gangguan kecemasan, panik, atau fobia sosial. Bahkan depresi juga dapat membuat seseorang menyakiti dirinya sendiri dan orang lain bahkan hingga berujung kematian. Namun sebenarnya depresi dapat diobati dengan mengetahui penyebabnya sesegera mungkin dan melakukan penanganan dengan cepat. Kenali penyebab dan cara mengatasi depresi agar depresi dapat ditangani sesegera mungkin. Terkadang tanda-tanda dan penyebab depresi sering diabaikan. Jika sudah terlanjur mengalami depresi, maka terapi untuk menyembuhkannya cukup panjang.
Depresi dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, seperti:
1. Perubahan biologis. Orang-orang dengan depresi mengalami perubahan fisik di dalam otak mereka. Perubahan yang dimaksud belum dapat dijelaskan secara pasti.
2. Ketidakstabilan reaksi kimiawi dalam otak. Dalam suatu penelitian ditemukan jika zat-zat kimia yang terdapat dalam otak mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Perubahan dalam zat kimia otak tersebut akan mengakibatkan perubahan kestabilan mood dalam seseorang.
3. Perubahan hormon. Perubahan dalam keseimbangan hormon di dalam tubuh dapat memicu terjadinya depresi. Perubahan hormon dapat terjadi saat kehamilan, beberapa minggu atau bulan setelah persalinan, akibat masalah tiroid, menopause, atau kondisi lain.
4. Genetik. Depresi lebih sering terjadi pada orang-orang yang dalam keluarga sedarahnya juga memiliki kondisi ini. Para peneliti saat ini masih berupaya untuk menemukan gen yang mungkin menyebabkan depresi.
Beberapa faktor ini juga berpotensi meningkatkan resiko munculnya depresi pada seseorang. Faktor tersebut antara lain:
1. Kepercayaan diri rendah dan terlalu bergantung pada orang lain, sering menyalahkan diri sendiri, dan pesimis.
2. Mengalami kejadian yang traumatik atau menegangkan. Misalnya pelecehan seksual atau penyiksaan secara fisik, kematian atau kehilangan orang yang dicintai, hubungan yang sulit dengan seseorang, atau masalah keuangan.
3. Mengalami trauma atau stres masa kecil yang mulai terjadi saat remaja atau anak-anak.
4. Mempunyai identitas seksualitas berbeda seperti lesbian, homoseksual, biseksual, atau transgender di dalam situasi yang tidak mendukung.
5. Mempunyai gangguan mental lain, seperti gangguan cemas,atau gangguan makan.
6. Ketergantungan terhadap alkohol atau obat-obatan terlarang.
7. Penyakit kronik atau penyakit serius, termasuk kanker, stroke, nyeri kronik, atau penyakit jantung.
8. Sedang dalam pengobatan tertentu, seperti mengonsumsi beberapa obat hipertensi atau obat tidur. Beberapa ahli menemukan hubungan depresi dengan konsumsi obat-obatan kimiawi tertentu. Sebaiknnya bicarakan dengan dokter sebelum menghentikan pengobatan apapun.*
Komentar