Pengabenan Wirata Sindhu Dilangsungkan Rabu Pagi
Jenazah mantan Bupati Buleleng 1993-2002 ini dipulangkan ke Banyuatis dari kediamannya di kawasan Ubung, Denpasar.
DENPASAR, NusaBali
Jenazah almarhum, I Ketut Wirata Sindhu, 77, telah dipulangkan ke kampung halaman, Banjar Tengah, Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng, Senin (14/10/2019) pagi. Rencananya, upacara pengabenan mantan Bupati Buleleng dua periode, 1993-2002 ini, dilangsungkan pada Buda Wage Menail, Rabu (16/10/2019) pagi, di Setra Desa Adat Banyuatis. Sebelum pagesengan (pembakaran,Red), akan dilaksanakan nyiramang (pembersihan) dilanjutkan ngelelet hingga menek tumpang salu, pada Anggara Pon Menail, Selasa (15/10/2019) ini.
Jenazah almarhum baru bisa diajak pulang ke Banyuastis, karena sebelumnya tengah ada upacara perkawinan dari salah satu keluarga besar almarhum. Jenazah almarhum diangkut dengan mobil ambulans milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Denpasar, dari rumah duka Jalan Intan Nomor 7 Ubung, Denpasar Utara. Jenazah tiba di Desa Banyuastis sekitar pukul 10.45 WITA. Kedatangan jenazah sudah ditunggu oleh saudara, kerabat dan keluarga besar dari Dadia Manikan Banyuastis, di rumah duka Banjar Tengah.
Begitu tiba, jenazah almarhum yang sudah berada dalam peti digotong menuju Bale Gede di rumah duka Banyuatis. Isak tagis dari keluarga almarhum sempat mewarnai kedatangan jenazah almarhum. Sang istri, Nyoman Masning yang akrab disapa Mas Wirata Sindhu tampak berusaha tegar dengan terus mengusap air mata, ketika peti jenazah almarhum diturunkan dari mobil ambulans dan kemudian digotong ke Bale Gede.
Mas Wirata Sindhu bersama anak dan cucunya, dalam satu mobil berbeda turut mendampingi pemulangan jenazah almarhum dari Denpasar menuju Banyuatis.
Bagi keluarga besar almarhum, meski mengikhlaskan kematian almarhum, namun tetap merasa kehilangan sosok panutan. Semasa hidup, Wirata Sindhu dianggap sesepuh, dan sosok panutan atas kesederhanaan, kejujuran dan dedikasinya dalam mengayomi keluarga. “Almarhum panglingsir kami di Dadia Manikan Banyuatsi. Tentu kami merasa kehilangan seorang sesepuh, tapi kemi mengikhlaskan karena beliau cukup lama menderita sakit kanker usus,” kata Gede Yudi Gautama, keponakan dari almarhum.
Sebagai perwakilan keluarga, Gede Yudi Gautama juga menyampaikan permohonan maaf keluarga, bila di masa hidup almarhum punya kesalahan disengaja maupun tidak. “Bila ada hal-hal yang kurang berkenan dari beliau selama hidupnya, kami dari keluarga menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya pada masyarakat,” ujarnya.
Kesederhanaan almarhum juga dikenang oleh salah satu sepupu Made Harbayu. Diceritakan, meski sebagai Kepala Kantor Wilayah Penerangan Provinsi Bali, sosok almarhum tidak menampakan sosok sebagai pejabat. Pernah suatu ketika, ketika menghadiri rapat di Jakarta, Harbayu diminta mengantar. Namun, Harbayu hanya punya mobil pickup. Meski dengan mobil pickup, almarhum tidak pernah mempermasalahkan. Dan anehnya waktu itu, almarhum juga telepon koleganya yang juga Kakanwil Penerangan di daerah lain, diajak jalan bersamaan. “Jadi kami bertiga di depan itu berdesakan naik pickup. Waktu itu kalau memang almarhum mau menggunakan jabatannya, mungkin tidak mau naik pickup, dan mengajak temannya juga,” ungkap Harbayu yang tinggal di Jakarta.
Kesederhanaan almarhum juga diingat oleh mantan ajudan, Made Sutarman. Ketika Wirata Sindhu menjabat Bupati Buleleng, Sutarman pernah menjadi ajudan periode 1998-2002. Sutarman ditemui di rumah duka di Banyuastis, mengaku mendapat banyak ilmu dari almarhum. “Dulu itu ada slogan, wajah boleh seram, tapi hati tetap selembut salju. Nah itulah almarhum, beliau itu kumisan kan menakutkan, tetapi hatinya sangat merakyat. Humoris dan ceplas-ceplos,” kenangnya. *k19
Jenazah almarhum baru bisa diajak pulang ke Banyuastis, karena sebelumnya tengah ada upacara perkawinan dari salah satu keluarga besar almarhum. Jenazah almarhum diangkut dengan mobil ambulans milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Denpasar, dari rumah duka Jalan Intan Nomor 7 Ubung, Denpasar Utara. Jenazah tiba di Desa Banyuastis sekitar pukul 10.45 WITA. Kedatangan jenazah sudah ditunggu oleh saudara, kerabat dan keluarga besar dari Dadia Manikan Banyuastis, di rumah duka Banjar Tengah.
Begitu tiba, jenazah almarhum yang sudah berada dalam peti digotong menuju Bale Gede di rumah duka Banyuatis. Isak tagis dari keluarga almarhum sempat mewarnai kedatangan jenazah almarhum. Sang istri, Nyoman Masning yang akrab disapa Mas Wirata Sindhu tampak berusaha tegar dengan terus mengusap air mata, ketika peti jenazah almarhum diturunkan dari mobil ambulans dan kemudian digotong ke Bale Gede.
Mas Wirata Sindhu bersama anak dan cucunya, dalam satu mobil berbeda turut mendampingi pemulangan jenazah almarhum dari Denpasar menuju Banyuatis.
Bagi keluarga besar almarhum, meski mengikhlaskan kematian almarhum, namun tetap merasa kehilangan sosok panutan. Semasa hidup, Wirata Sindhu dianggap sesepuh, dan sosok panutan atas kesederhanaan, kejujuran dan dedikasinya dalam mengayomi keluarga. “Almarhum panglingsir kami di Dadia Manikan Banyuatsi. Tentu kami merasa kehilangan seorang sesepuh, tapi kemi mengikhlaskan karena beliau cukup lama menderita sakit kanker usus,” kata Gede Yudi Gautama, keponakan dari almarhum.
Sebagai perwakilan keluarga, Gede Yudi Gautama juga menyampaikan permohonan maaf keluarga, bila di masa hidup almarhum punya kesalahan disengaja maupun tidak. “Bila ada hal-hal yang kurang berkenan dari beliau selama hidupnya, kami dari keluarga menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya pada masyarakat,” ujarnya.
Kesederhanaan almarhum juga dikenang oleh salah satu sepupu Made Harbayu. Diceritakan, meski sebagai Kepala Kantor Wilayah Penerangan Provinsi Bali, sosok almarhum tidak menampakan sosok sebagai pejabat. Pernah suatu ketika, ketika menghadiri rapat di Jakarta, Harbayu diminta mengantar. Namun, Harbayu hanya punya mobil pickup. Meski dengan mobil pickup, almarhum tidak pernah mempermasalahkan. Dan anehnya waktu itu, almarhum juga telepon koleganya yang juga Kakanwil Penerangan di daerah lain, diajak jalan bersamaan. “Jadi kami bertiga di depan itu berdesakan naik pickup. Waktu itu kalau memang almarhum mau menggunakan jabatannya, mungkin tidak mau naik pickup, dan mengajak temannya juga,” ungkap Harbayu yang tinggal di Jakarta.
Kesederhanaan almarhum juga diingat oleh mantan ajudan, Made Sutarman. Ketika Wirata Sindhu menjabat Bupati Buleleng, Sutarman pernah menjadi ajudan periode 1998-2002. Sutarman ditemui di rumah duka di Banyuastis, mengaku mendapat banyak ilmu dari almarhum. “Dulu itu ada slogan, wajah boleh seram, tapi hati tetap selembut salju. Nah itulah almarhum, beliau itu kumisan kan menakutkan, tetapi hatinya sangat merakyat. Humoris dan ceplas-ceplos,” kenangnya. *k19
Komentar