Selamat Jalan Wirata Sindhu
Mulai dari pejabat hingga ratusan warga mengiringi prosesi pangabenan mendiang Ketut Wirata Sindhu.
SINGARAJA, NusaBali
Suasana haru menyelimuti prosesi upacara pangabenan (kremasi) jenazah mantan Bupati Buleleng, Ketut Wirata Sindhu, pada Buda Wage Manail, Rabu (16/10/2019) pagi di Setra Desa Adat Banyuastis, Desa Banyuastis, Kecamatan Banjar, Buleleng. Mulai dari pejabat, kerabat, sahabat dan ratusan warga, ikut mengantar jenazah almarhum Bupati Buleleng 1993-2002 ke setra yang berjarak kurang lebih 1 kilometer dari rumah duka di Banjar Tengah, Desa Banyuastis.
Ratusan warga sudah berdatangan sejak pukul 08.00 WITA di rumah duka, menunggu pemberangkatan jenazah menuju setra. Tampak hadir, Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana dan Nyoman Sutjidra, bersama sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Buleleng.
Prosesi diawali dengan ngaskara hingga mapegat sot pihak keluarga di hadapan jenazah almarhum di bale gede rumah duka. Prosesi dilanjutkan dengan menaikkan jenazah almarhum ke bade setinggi kurang lebih 6 meter yang sudah berada di pinggir jalan. Selanjutnya tepat pukul 09.00 WITA, bade berisi jenazah almarhum digotong warga menuju setra. Ratusan pelayat turut mengiringi hingga ke setra. Sekitar pukul 10.00 WITA, prosesi upacara di setra dimulai, sampai akhirnya dilakukan pagesengan (pembakaran).
Istri almarhum, Ni Nyoman Masning, 70 yang biasa dipanggil Nyonya Mas Wirata, saat ditemui di setra terlihat masih sedih. Sambil meneteskan air mata, Mas menceritrakan, sebelum meninggal, almarhum sempat meminta sebatang rokok. Almarhum semasa hidup memang dikenal sebagai perokok berat. Nah, sebelum meninggal pada Senin (7/10/2019) lalu, almarhum meminta sebatang rokok untuk dihisap. Selain itu, almarhum juga minta makanan kesukaannya. Padahal almarhum sejak sebulan tidak mau makan, hingga bolak-balik masuk rumah sakit.
“Sempat minta bekel (makanan, Red), minta pisang, minta sayur padahal sebelumnya hampir sebulan tidak mau makan. Bolak-balik rumah sakit. Nah setelah datang dari rumah sakit, sebelum meninggal sempat minta rokok satu batang, itu saja permintaan beliau,” tutur Mas Wirata.
Beberapa jam sebelum meninggal mendiang juga meminta terus didampingi sang istri agar senantiasa dekat di sampingnya. “Semua cucu, anak, dipanggil. Minta jangan ditinggal, agar ada yang menemani. Tidak ada pesan apa-apa yang disampaikan beliau,” imbuhnya. Masning sempat membuka memorinya ketika almarhum menjabat sebagai Bupati Buleleng selama 9 tahun. Dia menuturkan jika suaminya merupakan sosok pemimpin yang sederhana dan dicintai rakyat. “Beliau sangat sederhana. sering bantu warga. Dulu pernah ada kejadian di Banjar, beliau ke sana (Banjar, Red) hanya menggunakan sandal saja, celana pendek. termasuk tidak suka dilayani berlebihan. Kalau di rumah juga jarang pakai baju, sederhana sekali,” kenangnya.
Pun demikian ketika purna tugas sebagai Bupati Buleleng, mendiang disebut Masning masih aktif sebagai Pembina Yayasan di Universitas Ngurah Rai Denpasar. Kecintaannya pada dunia pendidikan juga membuat dirinya sangat memperhatikan pendidikan putra-putrinya.
Putri ketiga almarhum, Nyoman Diah Utari Dewi juga menceritakan, meski ayahnya sempat terjun di dunia politik, namun tidak pernah abai terhadap dunia pendidikan. Almarhum senantiasa mendorong putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Bahkan, saat sakit pun almarhum rela datang ke Surabaya untuk menyaksikan promosi Doktor pada April 2019 lalu. “Bapak sakit waktu itu tapi tetap datang ke acara promosi Doktor saya di Surabaya. Itu kenangan yang sulit dilupakan. dan kini saya ingin meneruskan pesan Bapak untuk tetap berkarier di dunia pendidikan di Universitas Ngurah Rai,” jelasnya.
Almarhum meninggalkan empat orang anak masing-masing Putu Umbara Sugiantara, Made Dwi Ning Ratnasari, Nyoman Diah Utari Dewi dan Ketut Manggala Putra. serta meninggalkan tiga orang cucu tercintanya.
Sementara, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana juga memiliki kenangan yang sulit dilupakan dengan mendiang Wirata Sindhu. Bupati Suradnyana menyebut, jika mendiang ahli dalam berkomunikasi, khususnya gaya berkomunikasi yang sangat dekat dengan masyarakat. “Beliau sangat disiplin, humoris dan dicintai rakyat. beliau komunikasinya sangat luar biasa. Padahal dulu di era beliau Buleleng memang sangat konservatif, dan menjaga kondisi yang kondusif di Buleleng,” ungkapnya.
Sebagai tokoh sekampung Desa Banyuastis, Bupati Suradnyana juga sering berdiskusi dan mendapat nasihat dalam memimpin Buleleng dari almarhum. Mulai tata cara berkomunikasi,melakukan lobi-lobi dan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat. “Sebagai adiknya, beliau sering memberikan masukan, teori komunikasi untuk membangun daerah. termasuk cara pendekatan dengan tokoh-tokoh. Saya banyak belajar dari beliau,” akunya.
Seperti diketahui, almarhum mengawali kariernya sebagai Kakanwil Penerangan Kabupaten Badung pada 1975. Setelah sembilan tahun, kariernya meningkat menjadi Kakanwil Penerangan Provinsi Bali dan mengabdi selama sembilan tahun.
Tidak hanya sampai di situ, dia pun mengukir karier menjadi bupati di tanah kelahirannya, Buleleng, selama sembilan tahun pula. Bahkan, pejabat yang berasal dari Banjar Tengah, Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng itu juga mendirikan Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar pada 1979. *k19
Suasana haru menyelimuti prosesi upacara pangabenan (kremasi) jenazah mantan Bupati Buleleng, Ketut Wirata Sindhu, pada Buda Wage Manail, Rabu (16/10/2019) pagi di Setra Desa Adat Banyuastis, Desa Banyuastis, Kecamatan Banjar, Buleleng. Mulai dari pejabat, kerabat, sahabat dan ratusan warga, ikut mengantar jenazah almarhum Bupati Buleleng 1993-2002 ke setra yang berjarak kurang lebih 1 kilometer dari rumah duka di Banjar Tengah, Desa Banyuastis.
Ratusan warga sudah berdatangan sejak pukul 08.00 WITA di rumah duka, menunggu pemberangkatan jenazah menuju setra. Tampak hadir, Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana dan Nyoman Sutjidra, bersama sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Buleleng.
Prosesi diawali dengan ngaskara hingga mapegat sot pihak keluarga di hadapan jenazah almarhum di bale gede rumah duka. Prosesi dilanjutkan dengan menaikkan jenazah almarhum ke bade setinggi kurang lebih 6 meter yang sudah berada di pinggir jalan. Selanjutnya tepat pukul 09.00 WITA, bade berisi jenazah almarhum digotong warga menuju setra. Ratusan pelayat turut mengiringi hingga ke setra. Sekitar pukul 10.00 WITA, prosesi upacara di setra dimulai, sampai akhirnya dilakukan pagesengan (pembakaran).
Istri almarhum, Ni Nyoman Masning, 70 yang biasa dipanggil Nyonya Mas Wirata, saat ditemui di setra terlihat masih sedih. Sambil meneteskan air mata, Mas menceritrakan, sebelum meninggal, almarhum sempat meminta sebatang rokok. Almarhum semasa hidup memang dikenal sebagai perokok berat. Nah, sebelum meninggal pada Senin (7/10/2019) lalu, almarhum meminta sebatang rokok untuk dihisap. Selain itu, almarhum juga minta makanan kesukaannya. Padahal almarhum sejak sebulan tidak mau makan, hingga bolak-balik masuk rumah sakit.
“Sempat minta bekel (makanan, Red), minta pisang, minta sayur padahal sebelumnya hampir sebulan tidak mau makan. Bolak-balik rumah sakit. Nah setelah datang dari rumah sakit, sebelum meninggal sempat minta rokok satu batang, itu saja permintaan beliau,” tutur Mas Wirata.
Beberapa jam sebelum meninggal mendiang juga meminta terus didampingi sang istri agar senantiasa dekat di sampingnya. “Semua cucu, anak, dipanggil. Minta jangan ditinggal, agar ada yang menemani. Tidak ada pesan apa-apa yang disampaikan beliau,” imbuhnya. Masning sempat membuka memorinya ketika almarhum menjabat sebagai Bupati Buleleng selama 9 tahun. Dia menuturkan jika suaminya merupakan sosok pemimpin yang sederhana dan dicintai rakyat. “Beliau sangat sederhana. sering bantu warga. Dulu pernah ada kejadian di Banjar, beliau ke sana (Banjar, Red) hanya menggunakan sandal saja, celana pendek. termasuk tidak suka dilayani berlebihan. Kalau di rumah juga jarang pakai baju, sederhana sekali,” kenangnya.
Pun demikian ketika purna tugas sebagai Bupati Buleleng, mendiang disebut Masning masih aktif sebagai Pembina Yayasan di Universitas Ngurah Rai Denpasar. Kecintaannya pada dunia pendidikan juga membuat dirinya sangat memperhatikan pendidikan putra-putrinya.
Putri ketiga almarhum, Nyoman Diah Utari Dewi juga menceritakan, meski ayahnya sempat terjun di dunia politik, namun tidak pernah abai terhadap dunia pendidikan. Almarhum senantiasa mendorong putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Bahkan, saat sakit pun almarhum rela datang ke Surabaya untuk menyaksikan promosi Doktor pada April 2019 lalu. “Bapak sakit waktu itu tapi tetap datang ke acara promosi Doktor saya di Surabaya. Itu kenangan yang sulit dilupakan. dan kini saya ingin meneruskan pesan Bapak untuk tetap berkarier di dunia pendidikan di Universitas Ngurah Rai,” jelasnya.
Almarhum meninggalkan empat orang anak masing-masing Putu Umbara Sugiantara, Made Dwi Ning Ratnasari, Nyoman Diah Utari Dewi dan Ketut Manggala Putra. serta meninggalkan tiga orang cucu tercintanya.
Sementara, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana juga memiliki kenangan yang sulit dilupakan dengan mendiang Wirata Sindhu. Bupati Suradnyana menyebut, jika mendiang ahli dalam berkomunikasi, khususnya gaya berkomunikasi yang sangat dekat dengan masyarakat. “Beliau sangat disiplin, humoris dan dicintai rakyat. beliau komunikasinya sangat luar biasa. Padahal dulu di era beliau Buleleng memang sangat konservatif, dan menjaga kondisi yang kondusif di Buleleng,” ungkapnya.
Sebagai tokoh sekampung Desa Banyuastis, Bupati Suradnyana juga sering berdiskusi dan mendapat nasihat dalam memimpin Buleleng dari almarhum. Mulai tata cara berkomunikasi,melakukan lobi-lobi dan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat. “Sebagai adiknya, beliau sering memberikan masukan, teori komunikasi untuk membangun daerah. termasuk cara pendekatan dengan tokoh-tokoh. Saya banyak belajar dari beliau,” akunya.
Seperti diketahui, almarhum mengawali kariernya sebagai Kakanwil Penerangan Kabupaten Badung pada 1975. Setelah sembilan tahun, kariernya meningkat menjadi Kakanwil Penerangan Provinsi Bali dan mengabdi selama sembilan tahun.
Tidak hanya sampai di situ, dia pun mengukir karier menjadi bupati di tanah kelahirannya, Buleleng, selama sembilan tahun pula. Bahkan, pejabat yang berasal dari Banjar Tengah, Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng itu juga mendirikan Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar pada 1979. *k19
Komentar