Bongan Jadi Desa Wisata Kampung (Jalak Bali)
Banjar Bongan Kauh Kelod, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan diresmikan menjadi Desa Wisata Kampung Jalak Bali, Kamis (14/7).
Jiwa Artana menceritakan, dirinya memulai belajar melestarikan Jalak Bali sejak tahun 2012. Ketika itu, dia bersama Kelompok ‘Kicau Bali’ ikut lomba burung berkicau di Jogjakarta. Saat itulah, ayah tiga anak ini bertemu penangkar Jalak Bali dan Jalak Putih (Sturnus melanopterus). Timbul kemudian niatnya untuk belajar menangkar dua jenis burung tersebut buat dikembangkan di Bali.
“Di Bali, burung Jalak Bali hampir punah. Bahkan, di kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat juga susah dijumpai Jalak Putih. Saya jadi sedih, kenapa Jalak Bali justru banyak ditemukan di Jogjakarta? dari situ, timbul niat saya untuk menangkar agar Jalak Bali tidak punah,” jelas Jiwa Artana saat dijumpai di rumahnya kawasan Banjar Bongan Kauh Kelod, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan kala itu.
Setelah mendapat tips dan trik cara menangkar Jalak Bali, Jiwa Artana kemudian membeli dua pasang Jalak Bali di Solo, Jawa Tengah untuk dibawa ke Pulau Dewata. Untuk mendapatkan dua pasang bibit ini, dia terpaksa menjual burung-burung kesayangannya yang telah berulangkali meraih juara lomba burung berkicau. Jiwa Artana juga menjual seekor sapi untuk tambahan modal. Masalahnya, untuk membeli sepasang bibit Jalak Bali, dia harus keluar uang Rp 30 juta.
“Saya mengawali membuat dua kandang, masing-masing kandang saya isi sepasang burung Jalak Bali,” kenang Jiwa Artana. Pada akhirnya, Jalak Bali dan Jalak Putih yang dikembangbiakkan Jiwa Artama bersama kelompoknya terus bertambah, hingga mencapai ratusan ekor saat ini.
Namun, gara-gara kurang informasi, Jiwa Artana pernah didatangi petugas Balai Konsenvarsi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali. “Saya kaget didatangi petugas. Saya memang tidak tahu kalau menangkar burung Jalak Bali dan Jalak Putih harus punya izin. Padahal, niat saya murni untuk melestarikan jenis burung langka ini agar tak punah. Saya akhirnya minta bantuan ke petugas BKSDA agar dimudahkan mengurus izin penangkaran,” beber suami dari Ni Ketut Anik Parwati, 33 ini. 7 cr61,k21
“Di Bali, burung Jalak Bali hampir punah. Bahkan, di kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat juga susah dijumpai Jalak Putih. Saya jadi sedih, kenapa Jalak Bali justru banyak ditemukan di Jogjakarta? dari situ, timbul niat saya untuk menangkar agar Jalak Bali tidak punah,” jelas Jiwa Artana saat dijumpai di rumahnya kawasan Banjar Bongan Kauh Kelod, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan kala itu.
Setelah mendapat tips dan trik cara menangkar Jalak Bali, Jiwa Artana kemudian membeli dua pasang Jalak Bali di Solo, Jawa Tengah untuk dibawa ke Pulau Dewata. Untuk mendapatkan dua pasang bibit ini, dia terpaksa menjual burung-burung kesayangannya yang telah berulangkali meraih juara lomba burung berkicau. Jiwa Artana juga menjual seekor sapi untuk tambahan modal. Masalahnya, untuk membeli sepasang bibit Jalak Bali, dia harus keluar uang Rp 30 juta.
“Saya mengawali membuat dua kandang, masing-masing kandang saya isi sepasang burung Jalak Bali,” kenang Jiwa Artana. Pada akhirnya, Jalak Bali dan Jalak Putih yang dikembangbiakkan Jiwa Artama bersama kelompoknya terus bertambah, hingga mencapai ratusan ekor saat ini.
Namun, gara-gara kurang informasi, Jiwa Artana pernah didatangi petugas Balai Konsenvarsi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali. “Saya kaget didatangi petugas. Saya memang tidak tahu kalau menangkar burung Jalak Bali dan Jalak Putih harus punya izin. Padahal, niat saya murni untuk melestarikan jenis burung langka ini agar tak punah. Saya akhirnya minta bantuan ke petugas BKSDA agar dimudahkan mengurus izin penangkaran,” beber suami dari Ni Ketut Anik Parwati, 33 ini. 7 cr61,k21
1
2
Komentar