Berawal dari Peristiwa Jenazah (Menghilang) Saat Upacara Ngaben
Selain karena kasus menghilangnya jenazah yang kemudian ditemukan tergelincir ke liang kubur, krama Desa Pakraman Sala terdorong untuk menata setra menjadi taman karena adanya konsep ‘Setra Ganda Mayu’
Kisah Setra Desa Pakraman Sala, Kecamatan Susut, Bangli yang Ditata Menjadi Taman nan Asri
PADA umumnya, setra (kuburan) milik desa pakraman di Bali identik dengan tempat yang menyeramkan. Areal setra nyaris selalu ditandai dengan keberadaan pohon besar, seperti pohon Kepuh, pohon Pule, dan pohon Randu, lengkap semak belukar di sekitarnya. Tapi, ini tidak berlaku bagi Setra Desa Pakraman Sala, Desa Abuan, Kecamatan Susut, Bangli yang justru ditata sedemikian apik menjadi sebuah taman.
Karena ditata seperti taman nan asri, krama Desa Pakraman Sala juga menyebut setra mereka sebagai ‘Taman Setra’. Berbeda dengan setra umumnya di Bali, di areal Setra Desa Pakraman Sala tidak ditemukan pohon khas kuburan yang menyeramkan, tidak pula ditemui semak belukar liar. Yang tampak adalah pemandangan taman yang asri. Petunjuk bahwa lokasi tamat tersebut sejatinya merupakan kuburan, bisa dikenali melalui prasasti nama setra dan gegumuk (pusara). Itu pun, tidak terlalu menonjol, karena gegumuk tersebut juga tertata apik dengan ukuran dan nisan nama orang yang dikubur dibuat seragam. Perubahan wajah setra menjadi seperti sekarang, terjadi sekitar tahun 1970.
Menurut Bendesa Pakraman Sala, I Ketut Kayana, 59, dulunya setra ini juga tidak jauh beda dengan setra umumnya di Bali: cukup menyeramkan, ditumbuhi pepohonan besar. Areal setra dengan luas sekitar 600 meter persegi atau 6 are waktu itu tidak rata; tanahnya bergelombang. Ketika itu, areal setra juga ditanami rumput untuk pakan ternak sapi. “Warga yang menyewakannya, sehingga ada pemasukan ke desa pakraman),” kenang Bendesa Ketut Kayana saat ditemui NusaBali di lokasi ‘Taman Setra’, beberapa waktu lalu.
Ketut Kayana ingat betul ketika itu dirinya masih duduk di bangku SMA. Sedangkan tokoh yang menjabat sebagai Bendesa Pakraman Sala ketika itu adalah Jero Made Tjelegog, ayah dari Ketut Kayana sendiri. Saat ini, Jero Made Tjelegog sudah jadi sulinggih dengan delar Ida Pandhita Mpu Pramayoga dari Griya Sala Simpati, Desa Pakraman Sala.
SELANJUTNYA . . .
PADA umumnya, setra (kuburan) milik desa pakraman di Bali identik dengan tempat yang menyeramkan. Areal setra nyaris selalu ditandai dengan keberadaan pohon besar, seperti pohon Kepuh, pohon Pule, dan pohon Randu, lengkap semak belukar di sekitarnya. Tapi, ini tidak berlaku bagi Setra Desa Pakraman Sala, Desa Abuan, Kecamatan Susut, Bangli yang justru ditata sedemikian apik menjadi sebuah taman.
Karena ditata seperti taman nan asri, krama Desa Pakraman Sala juga menyebut setra mereka sebagai ‘Taman Setra’. Berbeda dengan setra umumnya di Bali, di areal Setra Desa Pakraman Sala tidak ditemukan pohon khas kuburan yang menyeramkan, tidak pula ditemui semak belukar liar. Yang tampak adalah pemandangan taman yang asri. Petunjuk bahwa lokasi tamat tersebut sejatinya merupakan kuburan, bisa dikenali melalui prasasti nama setra dan gegumuk (pusara). Itu pun, tidak terlalu menonjol, karena gegumuk tersebut juga tertata apik dengan ukuran dan nisan nama orang yang dikubur dibuat seragam. Perubahan wajah setra menjadi seperti sekarang, terjadi sekitar tahun 1970.
Menurut Bendesa Pakraman Sala, I Ketut Kayana, 59, dulunya setra ini juga tidak jauh beda dengan setra umumnya di Bali: cukup menyeramkan, ditumbuhi pepohonan besar. Areal setra dengan luas sekitar 600 meter persegi atau 6 are waktu itu tidak rata; tanahnya bergelombang. Ketika itu, areal setra juga ditanami rumput untuk pakan ternak sapi. “Warga yang menyewakannya, sehingga ada pemasukan ke desa pakraman),” kenang Bendesa Ketut Kayana saat ditemui NusaBali di lokasi ‘Taman Setra’, beberapa waktu lalu.
Ketut Kayana ingat betul ketika itu dirinya masih duduk di bangku SMA. Sedangkan tokoh yang menjabat sebagai Bendesa Pakraman Sala ketika itu adalah Jero Made Tjelegog, ayah dari Ketut Kayana sendiri. Saat ini, Jero Made Tjelegog sudah jadi sulinggih dengan delar Ida Pandhita Mpu Pramayoga dari Griya Sala Simpati, Desa Pakraman Sala.
SELANJUTNYA . . .
Komentar