Menjaga Gambuh dari Gejolak Milenial
Pasraman Bajra Jnana Desa Budakeling, Karangasem
Regenerasi ini pun dilakukan sebagai upaya untuk menjaga Gambuh agar tetap lestari di tengah gejolak seni modern di era milenial kini.
AMLAPURA, NusaBali
Tari Gambuh merupakan drama tari Bali yang tergolong klasik. Meski terkesan tari kuno dan relatif langka, ketekunan pada gambuh masih menjadi gengsi tersendiri bagi para seniman kekinian. Karena tari ini selain amat kaya pakem gerak tari, juga sebagai sumber segala jenis tari klasik.
Maka tak salah banyak sanggar dan komunitas seni tari di Bali amat menyukai kesenian ini. Pasraman Bajra Jnana, Desa Adat Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem, di antaranya
telah melakukan pelestarian Gambuh dengan mempersiapkan generasi penari secara berlapis. Di saat para penari tua masih eksis menari Gambuh, penari dari kalangan setengah baya juga terus mengasah diri. Kali ini telah bermunculan penari pelapis ketiga. Mereka dari kalangan penari cilik. Regenerasi ini pun dilakukan sebagai upaya untuk menjaga Gambuh agar tetap lestari di tengah gejolak seni modern di era milenial kini.
Pelapisan itu amat pantas. Karena tari Gambuh merupakan sumber seni klasik. Tarian ini berkombinasi antara seni suara, seni drama, seni tari, seni rupa, seni sastra, dan yang lainnya. Selama ini, tari Gambuh identik dimainkan para seniman tua. Setiap pentas wajib diiringi gamelan berlaras pelog saih pitu.
Khusus untuk kru penari gambuh cilik dari Pasraman Bajra Jnana, penarinya 30 orang dan penabuh 14 orang, semuanya dari para seniman cilik. Mereka memerankan Condong, Galuh, Capung, Kakan-Kakan, Putri, Arya, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung Turas, Penasar, dan Prabu. Semua pemeranan ini wajib berdilog menggunakan bahasa kawi. Pertunjukkan gambuh biasanya di kalangan (area segi empat) yang dibatasi bambu (tangluk) sebagai pemisah dengan penonton.
Dalam tari gambuh yang utama menghadirkan ekspresi muka, dikombinasikan gerak mata atau nelik, nyureng, gagilehan, nyerere, nyeledet (melirik) hingga menambah hidupnya drama tari. Setiap tokoh gambuh memiliki iringan gending tabuh tersendiri yang dipandu seruling panjang 90 cm.
Misalnya, tari Condong diringi tabuh Subandar, tari Kakan-Kakan diiringi tabuh Sumambang, tari Arya diiringi tabuh Sekar Gadung, tari Demang Tumenggung diiringi Tabuh Bapang Gede, tari Panji diiringi Tabuh Lengker, tari Penasar diiringi Tabuh Bapang, Prabu diiringi Tabuh Godeg miring dan sebagainya.
Gamelan yang mengiringi juga terdiri dari Rebab, Seruling Pegambuhan, Sepasang Kendang, Sebuah Kajar, Sebuah Klenang, Setungguh Ricik, Kenyir, Gentorang, Gumanak dan Kongsi.
Biasanya gambuh itu dipentaskan kaitan upacara Dewa Yadnya. Sehingga menambah khusyuknya ritual. Sebab, sebelum pentas diawali menggelar upacara matur piuning, terlebih lagi salah satu gelungan penari gambuh ada yang dikeramatkan.
Pimpinan Pasraman Bajra Jnana Desa Adat Budakeling Ida Wayan Oka Adnyana mengatakan, tari Gambuh cilik intensif latihan sejak awal tahun 2018, dan sempat pentas di PKB tahun 2019. Sebagai pembina tari Ida Wayan Oka Adnyana, dan Ida Ayu Karang Adnyani Dewi, dibantu kalangan orang tua yang juga penari gambuh. Penata tabuh I Ketut Naba.
Persoalan yang dihadapi selama latihan, kesulitan menguasai dialog bahasa Kawi. Walau sebelum pentas, telah dibuatkan tes, tetapi cukup lama menghafal. Sebab, bahasa Kawi agak sulit dikuasai, apalagi belum memiliki dasar-dasar bahasa Jawa Kuno tersebut. Sanggar tari ini berlatih intensif tiap hari Minggu pagi di wantilan Pura Dalem, Desa Adat Budakeling. "Memang selama setahun terakhir saya melatih tari Gambuh, kesulitan melatih dialog gunakan bahasa Kawi. Saya telah buatkan tes sesuai peran masing-masing, perlu waktu lama untuk menguasai tes itu, apalagi saat berdialog, antar tokoh," jelas seniman tari dari Griya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem, Kamis (19/9). Saat itu, ada pementasan tari Gambuh cilik serangkaian peringatan HUT ke-98 Taman Sukasada Ujung, Banjar Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem.
Masalah tari, jelas Ida Wayan Oka Adnyana, rata-rata telah berlatar belakang sebagai penari lepas sehingga tidak ada kendala. Terlebih lagi, dalam menari dibantu orang tua masing-masing yang juga seniman penari Gambuh.
Generasi ketiga tari gambuh cilik itu terbentuk atas dukungan Desa Adat Budakeling. Selain dukungan kalangan orangtua, para penari turut membiayai pengadaan pakaian, hingga lengkap. Rata-rata setiap stel pakaian menelan biaya Rp 7 juta.
Pembina tari Ida Ayu Karang Adnyani Dewi mengaku, tidak kesulitan melatih tari Gambuh. Apalagi dirinya masih aktif sebagai penari Gambuh, selama empat dekade dari tahun 1970-an, tahun 1980-an, tahun 1990-an hingga tahun 2000-an, dan masih eksis sebagai penari condong. "Saya hanya mengarahkan para penari, kan tari gambuh telah ada pakemnya sesuai peran masing-masing terutama penari putri," kata seniman peraih penghargaan Seniman Tua Kabupaten Karangasem dan Seniman Tua Provinsi Bali 2019.
Para penari Gambuh cilik yang bergabung masih duduk di bangku TK hingga SMP. Misalnya, galuh cilik diperankan Ida Ayu Pradnya Laksmi Sugiantari siswi TK Jaya Kumara Desa Budakeling. Selebihnya yang masih duduk di bangku SD, yakni Ni Luh Putu Ulantari (kelas V SDN 1 Budakeling), Desak Nyoman Ayu Pradnyani (kelas III SDN 6 Karangasem), Dewa Ayu Made Ria Dwipayani (kelas V SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Wayan Kirana Hana Pratiwi (kelas III SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Pradnyani Puteri (kelas VI SDN 1 Bebandem), Ni Luh Ade Anandita (kelas VI SDN 1 Budakeling), Ni Putu Suci Larasati (kelas V SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Made Gayatri Pradnya Suari (kelas VI SD Insan Mandiri Amlapura, Ida Ayu Prabhaswari kelas V SD Insan Mandiri Amlapura, Ida Bagus Dwi Arimbawa (kelas IV SDN 1 Budakeling), Ida Made Dehindra (kelas VI SDN 4 Bebandem), Ida Nyoman Prabu Suta Sutama (kelas V SDN 1 Abang), Ida Nyoman Bagus Dharma Santosa (kelas VI SD Insan Mandiri Amlapura), Ida Bagus Putu Aditya Mahendra (kelas VI SDN 1 Budakeling), dan I Made Wira Adnyana kelas V SDN 1 Budakeling.
Sedangkan penari yang telah duduk di bangku SMP yakni Ni Wayan Eka Utari kelas VII SMPN 3 Bebandem, Ida Ayu Prabayoni kelas VII SMPN 2 Amlapura, Ida Wayan Bagus Putra kelas VII SMPN 2 Amlapura, Ida Made Arie Kesawa Gotama kelas VIIa SMPN 1 Abang, dan I Kadek Narya Darmasuta kelas VII SMPN 2 Bebandem.
Ida Made Adi Putra salah satu orangtua penari Gambuh cilik, mengatakan di saat penari Gambuh generasi tua masih eksis, dan generasi penari gambuh usia setengah baya juga masih aktif, justru muncul penari gambuh cilik, merupakan kebanggaan bagi Desa Budakeling. "Setidaknya pelestarian tari gambuh berkesinambungan," katanya.
Selama ini di Karangasem dikenal ada tari Gambuh yang telah direvitalisasi, di Desa Adat Pesedahan, Kecamatan Manggis, Desa Adat Padangaji, Kecamatan Selat dan di Desa Adat Budakeling.*nan
Maka tak salah banyak sanggar dan komunitas seni tari di Bali amat menyukai kesenian ini. Pasraman Bajra Jnana, Desa Adat Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem, di antaranya
telah melakukan pelestarian Gambuh dengan mempersiapkan generasi penari secara berlapis. Di saat para penari tua masih eksis menari Gambuh, penari dari kalangan setengah baya juga terus mengasah diri. Kali ini telah bermunculan penari pelapis ketiga. Mereka dari kalangan penari cilik. Regenerasi ini pun dilakukan sebagai upaya untuk menjaga Gambuh agar tetap lestari di tengah gejolak seni modern di era milenial kini.
Pelapisan itu amat pantas. Karena tari Gambuh merupakan sumber seni klasik. Tarian ini berkombinasi antara seni suara, seni drama, seni tari, seni rupa, seni sastra, dan yang lainnya. Selama ini, tari Gambuh identik dimainkan para seniman tua. Setiap pentas wajib diiringi gamelan berlaras pelog saih pitu.
Khusus untuk kru penari gambuh cilik dari Pasraman Bajra Jnana, penarinya 30 orang dan penabuh 14 orang, semuanya dari para seniman cilik. Mereka memerankan Condong, Galuh, Capung, Kakan-Kakan, Putri, Arya, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung Turas, Penasar, dan Prabu. Semua pemeranan ini wajib berdilog menggunakan bahasa kawi. Pertunjukkan gambuh biasanya di kalangan (area segi empat) yang dibatasi bambu (tangluk) sebagai pemisah dengan penonton.
Dalam tari gambuh yang utama menghadirkan ekspresi muka, dikombinasikan gerak mata atau nelik, nyureng, gagilehan, nyerere, nyeledet (melirik) hingga menambah hidupnya drama tari. Setiap tokoh gambuh memiliki iringan gending tabuh tersendiri yang dipandu seruling panjang 90 cm.
Misalnya, tari Condong diringi tabuh Subandar, tari Kakan-Kakan diiringi tabuh Sumambang, tari Arya diiringi tabuh Sekar Gadung, tari Demang Tumenggung diiringi Tabuh Bapang Gede, tari Panji diiringi Tabuh Lengker, tari Penasar diiringi Tabuh Bapang, Prabu diiringi Tabuh Godeg miring dan sebagainya.
Gamelan yang mengiringi juga terdiri dari Rebab, Seruling Pegambuhan, Sepasang Kendang, Sebuah Kajar, Sebuah Klenang, Setungguh Ricik, Kenyir, Gentorang, Gumanak dan Kongsi.
Biasanya gambuh itu dipentaskan kaitan upacara Dewa Yadnya. Sehingga menambah khusyuknya ritual. Sebab, sebelum pentas diawali menggelar upacara matur piuning, terlebih lagi salah satu gelungan penari gambuh ada yang dikeramatkan.
Pimpinan Pasraman Bajra Jnana Desa Adat Budakeling Ida Wayan Oka Adnyana mengatakan, tari Gambuh cilik intensif latihan sejak awal tahun 2018, dan sempat pentas di PKB tahun 2019. Sebagai pembina tari Ida Wayan Oka Adnyana, dan Ida Ayu Karang Adnyani Dewi, dibantu kalangan orang tua yang juga penari gambuh. Penata tabuh I Ketut Naba.
Persoalan yang dihadapi selama latihan, kesulitan menguasai dialog bahasa Kawi. Walau sebelum pentas, telah dibuatkan tes, tetapi cukup lama menghafal. Sebab, bahasa Kawi agak sulit dikuasai, apalagi belum memiliki dasar-dasar bahasa Jawa Kuno tersebut. Sanggar tari ini berlatih intensif tiap hari Minggu pagi di wantilan Pura Dalem, Desa Adat Budakeling. "Memang selama setahun terakhir saya melatih tari Gambuh, kesulitan melatih dialog gunakan bahasa Kawi. Saya telah buatkan tes sesuai peran masing-masing, perlu waktu lama untuk menguasai tes itu, apalagi saat berdialog, antar tokoh," jelas seniman tari dari Griya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem, Kamis (19/9). Saat itu, ada pementasan tari Gambuh cilik serangkaian peringatan HUT ke-98 Taman Sukasada Ujung, Banjar Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem.
Masalah tari, jelas Ida Wayan Oka Adnyana, rata-rata telah berlatar belakang sebagai penari lepas sehingga tidak ada kendala. Terlebih lagi, dalam menari dibantu orang tua masing-masing yang juga seniman penari Gambuh.
Generasi ketiga tari gambuh cilik itu terbentuk atas dukungan Desa Adat Budakeling. Selain dukungan kalangan orangtua, para penari turut membiayai pengadaan pakaian, hingga lengkap. Rata-rata setiap stel pakaian menelan biaya Rp 7 juta.
Pembina tari Ida Ayu Karang Adnyani Dewi mengaku, tidak kesulitan melatih tari Gambuh. Apalagi dirinya masih aktif sebagai penari Gambuh, selama empat dekade dari tahun 1970-an, tahun 1980-an, tahun 1990-an hingga tahun 2000-an, dan masih eksis sebagai penari condong. "Saya hanya mengarahkan para penari, kan tari gambuh telah ada pakemnya sesuai peran masing-masing terutama penari putri," kata seniman peraih penghargaan Seniman Tua Kabupaten Karangasem dan Seniman Tua Provinsi Bali 2019.
Para penari Gambuh cilik yang bergabung masih duduk di bangku TK hingga SMP. Misalnya, galuh cilik diperankan Ida Ayu Pradnya Laksmi Sugiantari siswi TK Jaya Kumara Desa Budakeling. Selebihnya yang masih duduk di bangku SD, yakni Ni Luh Putu Ulantari (kelas V SDN 1 Budakeling), Desak Nyoman Ayu Pradnyani (kelas III SDN 6 Karangasem), Dewa Ayu Made Ria Dwipayani (kelas V SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Wayan Kirana Hana Pratiwi (kelas III SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Pradnyani Puteri (kelas VI SDN 1 Bebandem), Ni Luh Ade Anandita (kelas VI SDN 1 Budakeling), Ni Putu Suci Larasati (kelas V SDN 1 Budakeling), Ida Ayu Made Gayatri Pradnya Suari (kelas VI SD Insan Mandiri Amlapura, Ida Ayu Prabhaswari kelas V SD Insan Mandiri Amlapura, Ida Bagus Dwi Arimbawa (kelas IV SDN 1 Budakeling), Ida Made Dehindra (kelas VI SDN 4 Bebandem), Ida Nyoman Prabu Suta Sutama (kelas V SDN 1 Abang), Ida Nyoman Bagus Dharma Santosa (kelas VI SD Insan Mandiri Amlapura), Ida Bagus Putu Aditya Mahendra (kelas VI SDN 1 Budakeling), dan I Made Wira Adnyana kelas V SDN 1 Budakeling.
Sedangkan penari yang telah duduk di bangku SMP yakni Ni Wayan Eka Utari kelas VII SMPN 3 Bebandem, Ida Ayu Prabayoni kelas VII SMPN 2 Amlapura, Ida Wayan Bagus Putra kelas VII SMPN 2 Amlapura, Ida Made Arie Kesawa Gotama kelas VIIa SMPN 1 Abang, dan I Kadek Narya Darmasuta kelas VII SMPN 2 Bebandem.
Ida Made Adi Putra salah satu orangtua penari Gambuh cilik, mengatakan di saat penari Gambuh generasi tua masih eksis, dan generasi penari gambuh usia setengah baya juga masih aktif, justru muncul penari gambuh cilik, merupakan kebanggaan bagi Desa Budakeling. "Setidaknya pelestarian tari gambuh berkesinambungan," katanya.
Selama ini di Karangasem dikenal ada tari Gambuh yang telah direvitalisasi, di Desa Adat Pesedahan, Kecamatan Manggis, Desa Adat Padangaji, Kecamatan Selat dan di Desa Adat Budakeling.*nan
1
Komentar