Lumpuh setelah Terjatuh dari Lantai III, Putri Sulung Putus Sekolah
Derita Putu Sudiarta, 36, krama Banjar Balu, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan, serasa tiada berakhir. Pasca mengalami kecelakaan kerja, Sudiarta mengalami kelumpuhan.
Derita Putu Sudiarta, Si Miskin dari Desa Abiantuwung, Kediri, Tabanan
TABANAN, NusaBali
Tragisnya lagi, sebagai tulang punggung keluarga, ia tak menafkahi keluarga sehingga putri sulungnya putus sekolah.
Sekitar 1,5 tahun lalu, Sudiarta mengalami kecelakaan, terjatuh dari bangunan lantai III. Kala itu, Sudiarta ikut ngecor di sebuah proyek yang berlokasi di Denpasar. Terjun bebas dari ketinggian membuat kedua kakinya mengalami kelumpuhan. Usai terjatuh, ia sempat dibawa berobat ke RSUP Sanglah, Denpasar. Namun karena tak memiliki biaya, waktu itu diminta Rp 90 juta untuk operasi, Sudiarta minta pulang paksa. “Saya tak punya biaya untuk berobat, untuk makan saja susah,” kenang Sudiarta, Minggu (8/11).
Sudiarta bercerita, akibat musibah itu, dengan berat hati meminta putri sulungnya, Putu Yuni Ariati, 16, putus sekolah. Padahal anaknya sangat berhasrat melanjutkan ke SMA. “Jangankan untuk meneruskan pendidikan, untuk makan sehari-hari dan biaya berobat saya harus ngutang sana sini. Untung putri saya ikhlas untuk tidak melanjutkan sekolah,” ungkap Sudiarta.
Dikatakan, putrinya kini sudah bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja di toko, putrinya mendapatkan gaji Rp 1,6 juta per bulan. Selain untuk memenuhi kebutuhannya, juga disisihkan untuk membayar utang yang sempat dipinjamnya ketika 9 bulan terbaring lemas di tempat tidur. Penghasilan putri sulungnya juga disisihkan untuk membiayai sekolah adiknya, Ni Made Intan Dewi Lestari, 8, yang kini kelas III SD.
Sudiarta mengatakan, ketika dirawat di RSUP Sanglah, dokter mendiagnosa ia mengalami pergeseran pada tulang ekor dan saraf kejepit akibat jatuh dari ketinggian dan benturan yang keras di tanah. “Dokter menyarankan agar ditempuh jalan operasi. Biaya yang disodorkan Rp 90 juta untuk operasi, saya tak punya uang dan akhirnya pulang paksa. Di RSUP Sanglah saya hanya semalam dirawat,” kenangnya.
Selanjutnya ia menempuh pengobatan seadanya, dan selama 9 bulan terbaring di tempat tidur hanya dirawat oleh istrinya, Putu Mei Yanti, 35. Istrinya juga harus berhenti buka usaha jajan Bali karena tak ada modal lagi.
Selama 9 bulan, Sudiarta menghabiskan hari-harinya hanya dengan terbaring di tempat tidur karena tidak bisa bangun. Akibat kelamaan tidur, bagian patat dan punggungnya sampai mengalami luka cukup parah dan hampir bolong. Dengan bantuan pamannya, ia kemudian diberikan obat, akhirnya luka tersebut bisa disembuhkan. Sejak luka pada punggung dan pantat sembuh, Sudiarta mulai bisa duduk. Ia kemudian dapat bantuan kursi roda yang didapatkan di Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Sudiarta juga menceritakan sempat berobat ke dokter spesialis di Tabanan, namun akibat minim biaya, hanya bisa berobat sebanyak empat kali. Ia mengaku tak sanggup bayar karena sekali ke dokter menghabiskan uang sebesar Rp 700 ribu untuk jasa dokter dan obat. Sudiarta kini hanya mengandalkan pengobatan berupa pemijatan, kebetulan sepupuhnya tukang pijat tuna netra. Begitu juga andalkan pengobatan dari Puskesmas saat merasakan keluhan sakit. Ia memiliki tekad keras untuk sembuh sehingga kini mencoba melatih untuk berjalan. “Saya mencoba belajar berjalan meski kaki lemas, bengkak, dan kaku,” ungkapnya.
Sudiarta beserta istri dan anaknya, hidup menumpang di rumah pamannya. Ia punya satu unit rumah, namun dalam kondisi rusak parah. Rumah itu ditempati putri sulungnya, namun ketika hujan mengalami kebocoran.
Komentar