Dekranasda Bali Dorong Perlindungan Hak Cipta Kerajinan
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali mendorong perlindungan hak cipta kerajinan dari Pulau Dewata, karena kekayaan seni dan budaya merupakan salah satu sumber karya intelektual yang harus mendapat perlindungan.
DENPASAR, NusaBali
“Belum semua kekayaan intelektual terlindungi hak ciptanya, sehingga banyak kekayaan intelektual yang mengandung nilai filosofis, kearifan lokal, dan keluhuran ini sering diklaim kepemilikannya untuk tujuan komersial ataupun kepentingan lainnya,” kata Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster dalam acara Pengukuhan Pengurus Badan Arbitrase Nasional (BANI) Indonesia Perwakilan Bali Nusra, di Denpasar, Selasa (22/10).
Istri orang nomor satu di Provinsi Bali itu mencontohkan keberadaan kain ‘songket’, yang desain serta proses pengerjaannya merupakan hasil cipta karsa para perajin yang proses pengerjaannya dilakukan oleh tenaga terampil dan peralatan khusus.
Namun, sangat disayangkan, dewasa ini banyak dipasarkan songket hasil dari teknologi mesin yang desainnya mirip dan dikerjakan dengan mesin, sehingga harganya jauh lebih murah dari songket hasil tenunan.
“Kalau hal ini terus berlanjut, penenun tradisional bisa gulung tikar dan alat tenun lama lama akan ditinggalkan. Untuk itu perlindungan akan hak cipta ini penting, sehingga seniman akan terus berkarya karena hak ciptanya terlindungi,” ujarnya.
Putri Suastini Koster juga berharap agar para perajin dalam memasarkan hasil kerajinannya jika mendapatkan permasalahan antarperajin maupun dalam hal ekspor, dapat menyelesaikan permasalahannya dengan mekanisme yang sifatnya cepat, efektif, dan efisien.
“Di sinilah peranan arbiter yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa, menjembatani sengketa perdagangan sehingga terbangun resistensi bisnis dalam bidang hukum sehingga tercipta kemandirian bisnis,” tuturnya.
Kehadiran BANI diharapkan bisa menyelesaikan semua masalah yang memerlukan arbitrase. BANI harus benar-benar berani menyuarakan kebenaran dan berperan nyata dalam penyelesaian sengketa.
Sementara itu, Gubernur Bali dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali Putu Astawa, menyampaikan bahwa proses penyelesaian sengketa yang dipahami selama ini umumnya melalui pengadilan, namun sebenarnya bisa melalui jalur di luar pengadilan, yaitu arbitrase. Dalam arbitrase tidak hanya mencari pihak yang menang dan siapa pihak yang kalah, namun mencari titik temu untuk mencari penyelesaiannya.
“Penyelesaian dengan cara ‘win-win solution’ yang paling mendekati rasa keadilan dan kenyamanan bagi pihak yang bersengketa. Di sinilah peran penting BANI menjembatani sengketa perdagangan sehingga tercipta kemajuan usaha di Provinsi Bali,” ucapnya. *ant
Istri orang nomor satu di Provinsi Bali itu mencontohkan keberadaan kain ‘songket’, yang desain serta proses pengerjaannya merupakan hasil cipta karsa para perajin yang proses pengerjaannya dilakukan oleh tenaga terampil dan peralatan khusus.
Namun, sangat disayangkan, dewasa ini banyak dipasarkan songket hasil dari teknologi mesin yang desainnya mirip dan dikerjakan dengan mesin, sehingga harganya jauh lebih murah dari songket hasil tenunan.
“Kalau hal ini terus berlanjut, penenun tradisional bisa gulung tikar dan alat tenun lama lama akan ditinggalkan. Untuk itu perlindungan akan hak cipta ini penting, sehingga seniman akan terus berkarya karena hak ciptanya terlindungi,” ujarnya.
Putri Suastini Koster juga berharap agar para perajin dalam memasarkan hasil kerajinannya jika mendapatkan permasalahan antarperajin maupun dalam hal ekspor, dapat menyelesaikan permasalahannya dengan mekanisme yang sifatnya cepat, efektif, dan efisien.
“Di sinilah peranan arbiter yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa, menjembatani sengketa perdagangan sehingga terbangun resistensi bisnis dalam bidang hukum sehingga tercipta kemandirian bisnis,” tuturnya.
Kehadiran BANI diharapkan bisa menyelesaikan semua masalah yang memerlukan arbitrase. BANI harus benar-benar berani menyuarakan kebenaran dan berperan nyata dalam penyelesaian sengketa.
Sementara itu, Gubernur Bali dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali Putu Astawa, menyampaikan bahwa proses penyelesaian sengketa yang dipahami selama ini umumnya melalui pengadilan, namun sebenarnya bisa melalui jalur di luar pengadilan, yaitu arbitrase. Dalam arbitrase tidak hanya mencari pihak yang menang dan siapa pihak yang kalah, namun mencari titik temu untuk mencari penyelesaiannya.
“Penyelesaian dengan cara ‘win-win solution’ yang paling mendekati rasa keadilan dan kenyamanan bagi pihak yang bersengketa. Di sinilah peran penting BANI menjembatani sengketa perdagangan sehingga tercipta kemajuan usaha di Provinsi Bali,” ucapnya. *ant
1
Komentar