Kejari Periksa Pejabat Setwan DPRD Denpasar
Nama pejabat tak mau dibeberkan dengan alasan bisa mengganggu penyelidikan.
DENPASAR, NusaBali
Kejaksaaan Negeri (Kejari) Denpasar menggenjot penyidikan kasus dugaan korupsi Perjalanan Dinas DPRD Kota Denpasar. Terbaru, Kejari memanggil satu pejabat di lingkungan Sekretariat Dewan (Setwan) Denpasar, Kamis (14/7). Dalam kasus dugaan korupsi ini, Kejari telah menetapkan seorang tersangka yakni Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Perjalanan Dinas DPRD Kota Denpasar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Erna Noorwatu Widodo Putri, saat dikonfirmasi membenarkan memanggil pejabat Setwan Denpasar. Siapa pejabatnya, masih dirahasiakan. Dalihnya penyebutan nama bisa mengganggu penyelidikan. “Kemarin ada yang kami panggil lagi,” ungkap Erna, Jumat (15/7). Erna menyebut kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Denpasar ini akan segera rampung dalam waktu dekat. Namun lagi-lagi penyidik di Kejari Denpasar ini menolak ketika didesak soal pengembangan ke tersangka lain. “Ditunggu saja,” tandasnya.
Kasi Intel dan Humas Kejari Denpasar, Syahrir Sagir, membenarkan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Denpasar. Namun ia juga tidak mau menyebut siapa saksi dan perkembangan kasusnya. “Nanti akan diumumkan Kajari,” ujarnya singkat.
Dalam kasus ini, penyidik awalnya meneliti berkas-berkas perjalanan dinas yang dilakukan SKPD Pemkot Denpasar dan perjalanan dinas anggota DPRD Kota Denpasar pada 2013. Pemeriksaan ini berdasarkan temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait perjalanan dinas tidak wajar yang mencapai Rp 500 juta. Dari petunjuk awal inilah, penyidik berhasil mengembangkan kasusnya.
Penyelidikan yang awalnya hanya fokus di satu perjalanan dinas berkembang jadi seluruh perjalanan dinas yang dilakukan pada tahun 2013. Dari hasil penyelidikan ini ditemukan beberapa penyimpangan dalam perjalanan dinas yang dilakukan DPRD Denpasar selama satu tahun. Bahkan disebutkan kerugian negara mencapai miliaran dalam kasus ini.
Kasus perjalanan dinas DPRD Denpasar ini mengingatkan kasus serupa yang terjadi di Pemkab Gianyar. Dimana sebanyak 14 PNS lingkup Pemkab Gianyar divonis masing-masing 1 tahun penjara plus denda Rp 50 juta terkait kasus korupsi Rp 94,9 juta melalui Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (31/3). Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang sebelumnya, yang menuntut terdakwa masing-masing 1,5 tahun penjara.
Dalam dakwaan di persidangan perdana yang dibacakan JPU Hari Soetopo, disebutkan kasus SPPD Fiktif ini berawal saat Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Gianyar mengadakan study banding ke Dispenda Kota Depok, Jawa Barat, 29-31 Oktober 2012. Study banding kala itu menggunakan anggaran APBD Gianyar sebesar Rp 94.900.000 atau Rp 94,9 juta. Empat (4) terdakwa berangkat dari Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Kecamatan Kuta, Badung) menuju Bandara Soekarno Hatta Cengkareng (Tangerang, Banten). Mereka berempat berangkat menggunakan travel Timbul Buana Abadi. Nah, dari Bandara Soekarno Hatta, mereka langsung terbang ke Bangkok, Thailand.
Sedangkan 10 staf lainnya, berangkat secara terpisah menuju Jakarta melalui penerbangan rute Bandara Internasional Ngurah Rai-Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ke-10 staf yang ikut terseret sebagai terdakwa ini langsung menuju Pura Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat untuk persembahyangan, begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta. Keesokan harinya, 30 Oktober 2012, rombongan 10 terdakwa ini diantar travel menuju Kantor Dispenda Kota Depok untuk mencari tandatangan dan stempel surat perjalanan dinas. 7 rez
Kejaksaaan Negeri (Kejari) Denpasar menggenjot penyidikan kasus dugaan korupsi Perjalanan Dinas DPRD Kota Denpasar. Terbaru, Kejari memanggil satu pejabat di lingkungan Sekretariat Dewan (Setwan) Denpasar, Kamis (14/7). Dalam kasus dugaan korupsi ini, Kejari telah menetapkan seorang tersangka yakni Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Perjalanan Dinas DPRD Kota Denpasar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Erna Noorwatu Widodo Putri, saat dikonfirmasi membenarkan memanggil pejabat Setwan Denpasar. Siapa pejabatnya, masih dirahasiakan. Dalihnya penyebutan nama bisa mengganggu penyelidikan. “Kemarin ada yang kami panggil lagi,” ungkap Erna, Jumat (15/7). Erna menyebut kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Denpasar ini akan segera rampung dalam waktu dekat. Namun lagi-lagi penyidik di Kejari Denpasar ini menolak ketika didesak soal pengembangan ke tersangka lain. “Ditunggu saja,” tandasnya.
Kasi Intel dan Humas Kejari Denpasar, Syahrir Sagir, membenarkan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Denpasar. Namun ia juga tidak mau menyebut siapa saksi dan perkembangan kasusnya. “Nanti akan diumumkan Kajari,” ujarnya singkat.
Dalam kasus ini, penyidik awalnya meneliti berkas-berkas perjalanan dinas yang dilakukan SKPD Pemkot Denpasar dan perjalanan dinas anggota DPRD Kota Denpasar pada 2013. Pemeriksaan ini berdasarkan temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait perjalanan dinas tidak wajar yang mencapai Rp 500 juta. Dari petunjuk awal inilah, penyidik berhasil mengembangkan kasusnya.
Penyelidikan yang awalnya hanya fokus di satu perjalanan dinas berkembang jadi seluruh perjalanan dinas yang dilakukan pada tahun 2013. Dari hasil penyelidikan ini ditemukan beberapa penyimpangan dalam perjalanan dinas yang dilakukan DPRD Denpasar selama satu tahun. Bahkan disebutkan kerugian negara mencapai miliaran dalam kasus ini.
Kasus perjalanan dinas DPRD Denpasar ini mengingatkan kasus serupa yang terjadi di Pemkab Gianyar. Dimana sebanyak 14 PNS lingkup Pemkab Gianyar divonis masing-masing 1 tahun penjara plus denda Rp 50 juta terkait kasus korupsi Rp 94,9 juta melalui Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (31/3). Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang sebelumnya, yang menuntut terdakwa masing-masing 1,5 tahun penjara.
Dalam dakwaan di persidangan perdana yang dibacakan JPU Hari Soetopo, disebutkan kasus SPPD Fiktif ini berawal saat Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Gianyar mengadakan study banding ke Dispenda Kota Depok, Jawa Barat, 29-31 Oktober 2012. Study banding kala itu menggunakan anggaran APBD Gianyar sebesar Rp 94.900.000 atau Rp 94,9 juta. Empat (4) terdakwa berangkat dari Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Kecamatan Kuta, Badung) menuju Bandara Soekarno Hatta Cengkareng (Tangerang, Banten). Mereka berempat berangkat menggunakan travel Timbul Buana Abadi. Nah, dari Bandara Soekarno Hatta, mereka langsung terbang ke Bangkok, Thailand.
Sedangkan 10 staf lainnya, berangkat secara terpisah menuju Jakarta melalui penerbangan rute Bandara Internasional Ngurah Rai-Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ke-10 staf yang ikut terseret sebagai terdakwa ini langsung menuju Pura Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat untuk persembahyangan, begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta. Keesokan harinya, 30 Oktober 2012, rombongan 10 terdakwa ini diantar travel menuju Kantor Dispenda Kota Depok untuk mencari tandatangan dan stempel surat perjalanan dinas. 7 rez
Komentar