Giliran Pecalang Diperiksa Polisi
Buntut Penyegelan Pembangunan Proyek Gudang Mikol di Pemogan
Penyegelan proyek gudang mikol, ungkap Kelian Adat AA Gede Aryawan, berawal dari sidak penduduk terkait pekerja pada proyek itu yang tak melaporkan diri.
DEMPASAR, NusaBali
Setelah Kelian Dinas dan Kelian Adat diperiksa pada Selasa (22/10), giliran I Ketut Senter sebagai pecalang Banjar Sakah, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Polresta Denpasar, Jumat (25/10). Pemeriksaan terhadap Pecalang Ketut Senter ini merupakan buntut dari penutupan pembangunan gudang minuman beralkohol (mikol) yang diduga tanpa izin milik PT Panca Niaga Bali di Jalan Segara Sunia Negara, Pemogan, Denpasar Selatan.
Ketut Senter dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Polresta di ruangan Reskrim sejak pukul 09.00 Wita hingga pukul 10.30 Wita. Ketut Senter yang juga merupakan Linmas di Banjar Sakah itu hadir bersama 70 orang lainnya. Termasuk diantaranya Kelian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan. Setelah diperiksa selama 1,5 jam lamanya, Ketut Senter keluar dan langsung disambut oleh puluhan rekannya yang sedang menunggu di lorong lantai II Polresta Denpasar.
Kepada NusaBali, Ketut Senter mengaku dirinya dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus penutupan proyek pembangunan gudang mikol di banjarnya, pada 6 Oktober 2019. Penutupan itu dilakukan secara spontan setelah berkoordinasi dengan Kelian Adat Banjar Sakah yang pada saat itu turut hadir di lokasi. Selama 1,5 jam diperiksa setidaknya Ketut senter ditanyakan 5 hal. "Saya ditanyakan apa tujuan ke TKP ? Apa kapasitas saya hadir di TKP saat itu ? Apa yang dilakukan saat tiba di TKP ? Siapa yang pasang plang penghentian proyek? Apakah proyek itu sudah diumumkan di banjar. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke saya tadi," tutur Ketut Senter yang didampingi oleh pecalang lainnya yang hadir ke Polresta kemarin.
Terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, ungkap Ketut Senter dijawabnya sesuai dengan apa yang dilihat dan dilakukan di TKP. Dikatakan, dia hadir ke TKP sebagai Linmas dan tim penertiban penduduk (pecalang). Dirinya ke TKP bersama pecalang lainnya untuk melakukan penertiban penduduk. Sidak itu dilakukan karena ada laporan dari krama bahwa di proyek tersebut mempekerjakan penduduk non permanen yang belum lapor diri ke banjar.
Pada saat di TKP, Kelian Adat yang berkomunikasi dengan para buruh proyek, sementara dirinya tidak melakukan apa-apa selain mendampingi kelian. Pecalang yang pasang plang penutupan adalah Wayan Parek dan Made Sarya. Keduanya bertindak seizin kelian banjar. "Proyek itu sudah pernah disampaikan di rapat banjar pada 14 Agustus 2019. Saat itu warga tak mempermasalahkan pembangunan itu yang penting sesuai dengan peraturan," tandasnya.
Sementara itu, Kelian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan mengatakan pemeriksaan itu merupakan pemeriksaan lanjutan setelah dirinya dan Kelian Dinas, I Ketut Sumadi Putra diperiksa 22 Oktober 2019. Keduanya saat itu diperiksa sebagai saksi penutupan pembangunan gudang Mikol milik PT Panca Niaga Bali yang berlokasi di banjarnya.
Penutupan itu ungkap AA Gede Aryawan berawal dari sidak penduduk terkait pekerja pada proyek itu yang tak melaporkan diri. “Kita pahami bersama di Bali ini setiap krama tamyu (penduduk non permanen) harus mengantongi surat tanda lapor diri ke banjar,” ujarnya.
Pemeriksaan penduduk pendatang itu juga dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengenal setiap penduduk yang ada. Itu berkaitan dengan kejadian penangkapan terduga teroris yang tinggal di Jalan Sedap Malam, Denpasar Timur. Tujuannya, agar pihaknya di banjar utamanya para pecalang tahu tentang wilayah adatnya. "Kegiatan pendataan penduduk ini bagi kami sangat bermanfaat dan perlu dilakukan. Kadang-kadang data yang kami kumpulkan dibutuhkan oleh kepolisian. Ternyata saat kami sidak kemarin diketahui para pekerja atau buruh bangunan itu tidak melapor diri ke banjar," tuturnya.
Mengetahui para buruh bangunan itu tak memiliki surat tanda lapor diri pihaknya langsung menutupnya. Kegiatan penutupan itu spontanitas diikuti oleh krama lainnya. Penutupan itu sesuai dengan awig awig. Setiap warga tamyu yang berusaha harus melapor ke banjar. Tujuannya agar perusahaan yang dibangun itu tercatat sebagai usaha di banjar. "Setelah kami berhentikan, mereka melapor ke Polsek Denpasar Selatan, namun ditolak. Karena ditolak mereka melapor ke Polresta Denpasar," ungkapnya.
Terkait pemeriksaan itu, Kasubbag Humas Polresta Denpasar, Iptu Muh Andi Nurul Yaqin mengatakan pemeriksaan itu sebagai tindak lanjut laporan dari penanggungjawab proyek PT Panca Niaga Bali, I Gede Anom Adnyana. Terperiksa masih berstatus saksi. "Pemeriksaan hari ini untuk mengetahui kronologis peristiwa penyegelan itu. Nanti mereka akan dipanggil lagi jika dibutuhkan untuk dimintai keterangan," ujarnyanya singkat. *pol
Ketut Senter dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Polresta di ruangan Reskrim sejak pukul 09.00 Wita hingga pukul 10.30 Wita. Ketut Senter yang juga merupakan Linmas di Banjar Sakah itu hadir bersama 70 orang lainnya. Termasuk diantaranya Kelian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan. Setelah diperiksa selama 1,5 jam lamanya, Ketut Senter keluar dan langsung disambut oleh puluhan rekannya yang sedang menunggu di lorong lantai II Polresta Denpasar.
Kepada NusaBali, Ketut Senter mengaku dirinya dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus penutupan proyek pembangunan gudang mikol di banjarnya, pada 6 Oktober 2019. Penutupan itu dilakukan secara spontan setelah berkoordinasi dengan Kelian Adat Banjar Sakah yang pada saat itu turut hadir di lokasi. Selama 1,5 jam diperiksa setidaknya Ketut senter ditanyakan 5 hal. "Saya ditanyakan apa tujuan ke TKP ? Apa kapasitas saya hadir di TKP saat itu ? Apa yang dilakukan saat tiba di TKP ? Siapa yang pasang plang penghentian proyek? Apakah proyek itu sudah diumumkan di banjar. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke saya tadi," tutur Ketut Senter yang didampingi oleh pecalang lainnya yang hadir ke Polresta kemarin.
Terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, ungkap Ketut Senter dijawabnya sesuai dengan apa yang dilihat dan dilakukan di TKP. Dikatakan, dia hadir ke TKP sebagai Linmas dan tim penertiban penduduk (pecalang). Dirinya ke TKP bersama pecalang lainnya untuk melakukan penertiban penduduk. Sidak itu dilakukan karena ada laporan dari krama bahwa di proyek tersebut mempekerjakan penduduk non permanen yang belum lapor diri ke banjar.
Pada saat di TKP, Kelian Adat yang berkomunikasi dengan para buruh proyek, sementara dirinya tidak melakukan apa-apa selain mendampingi kelian. Pecalang yang pasang plang penutupan adalah Wayan Parek dan Made Sarya. Keduanya bertindak seizin kelian banjar. "Proyek itu sudah pernah disampaikan di rapat banjar pada 14 Agustus 2019. Saat itu warga tak mempermasalahkan pembangunan itu yang penting sesuai dengan peraturan," tandasnya.
Sementara itu, Kelian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan mengatakan pemeriksaan itu merupakan pemeriksaan lanjutan setelah dirinya dan Kelian Dinas, I Ketut Sumadi Putra diperiksa 22 Oktober 2019. Keduanya saat itu diperiksa sebagai saksi penutupan pembangunan gudang Mikol milik PT Panca Niaga Bali yang berlokasi di banjarnya.
Penutupan itu ungkap AA Gede Aryawan berawal dari sidak penduduk terkait pekerja pada proyek itu yang tak melaporkan diri. “Kita pahami bersama di Bali ini setiap krama tamyu (penduduk non permanen) harus mengantongi surat tanda lapor diri ke banjar,” ujarnya.
Pemeriksaan penduduk pendatang itu juga dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengenal setiap penduduk yang ada. Itu berkaitan dengan kejadian penangkapan terduga teroris yang tinggal di Jalan Sedap Malam, Denpasar Timur. Tujuannya, agar pihaknya di banjar utamanya para pecalang tahu tentang wilayah adatnya. "Kegiatan pendataan penduduk ini bagi kami sangat bermanfaat dan perlu dilakukan. Kadang-kadang data yang kami kumpulkan dibutuhkan oleh kepolisian. Ternyata saat kami sidak kemarin diketahui para pekerja atau buruh bangunan itu tidak melapor diri ke banjar," tuturnya.
Mengetahui para buruh bangunan itu tak memiliki surat tanda lapor diri pihaknya langsung menutupnya. Kegiatan penutupan itu spontanitas diikuti oleh krama lainnya. Penutupan itu sesuai dengan awig awig. Setiap warga tamyu yang berusaha harus melapor ke banjar. Tujuannya agar perusahaan yang dibangun itu tercatat sebagai usaha di banjar. "Setelah kami berhentikan, mereka melapor ke Polsek Denpasar Selatan, namun ditolak. Karena ditolak mereka melapor ke Polresta Denpasar," ungkapnya.
Terkait pemeriksaan itu, Kasubbag Humas Polresta Denpasar, Iptu Muh Andi Nurul Yaqin mengatakan pemeriksaan itu sebagai tindak lanjut laporan dari penanggungjawab proyek PT Panca Niaga Bali, I Gede Anom Adnyana. Terperiksa masih berstatus saksi. "Pemeriksaan hari ini untuk mengetahui kronologis peristiwa penyegelan itu. Nanti mereka akan dipanggil lagi jika dibutuhkan untuk dimintai keterangan," ujarnyanya singkat. *pol
1
Komentar