Terbahak Nonton Bondres, Mengusir Stres
Topeng Bondres, belakangan ini melejit menjadi seni tontonan yang sering dapat disaksikan dalam beragam kesempatan.
Fenomena seni lawak menggunakan topeng (tapel) ini pun dihadirkan dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38 tahun 2016 yang berakhir Sabtu (9/7) malam lalu. Masyarakat penonton disuguhkan topeng bondres oleh pebondres utusan kabupaten/kota. Seluruh kabupaten/kota di Bali, dengan bangga menampilkan grup topengnya masing-masing. Gelak tawa para penonton yang memenuhi Panggung Ayodia, Taman Budaya Bali, meruyak sambung menyambung mewarnai pertunjukan topeng komikal yang diformat dalam bentuk lomba yang dsambut antusias sumeringah para penonton.
Duta Kabupaten Gianyar yang tampil pada kesempatan pertama hadir dengan lima pebondres. Dibingkai dengan lakon babad tentang Kerajaan Samprangan, banyolan-banyolan segar nan menggelitik, mengundang ger ger ger penonton. Diawali dengan sajian topeng pangelembar yaitu topeng ajum dan topeng monyer. Bila topeng ajum tampil kocak dengan ulah tangkas, topeng monyer hadir manis dengan polah lucu menggemaskan. Dua penasar (Punta dan Wijil) kemudian mengawali prolog kisahnya. Mulailah kemudian bermunculan satu persatu karakter-karakter bondresnya. Ada bondres kakek pikun, bondres gigi tonggos, bondres pendeta gaul dan seterusnya, merangkai cerita dengan dominasi lawakan. Struktur dramatik atau pola penyajian yang hampir sama juga digulirkan topeng bondres Denpasar dan Badung, yang berhasil memanen tawa penonton.
Seni lawak yang menggunakan topeng khas Bali ini merupakan sempalan dari dramatari topeng yang lazim dipersembahkan dalam ritual keagamaan. Bondres adalah sebutan tokoh-tokoh rakyat jelata. Karakter-karakternya ditampilkan sebagai representasi masyarakat kelas bawah. Topeng yang digunakan adalah tapel berkarater lucu yang melebih-lebihkan cacat wajah seperti topeng berbibir sumbing, topeng bermulut lebar, topeng wanita hidung pesek, dan distorsi wajah yang karikatural lainnya.
Namun tokoh-tokoh bondres sejatinya bukan hanya mengacu pada dramatari topeng. Karakter ini juga dapat dijumpai dalam dramatari calonarang, barong, dan wayang kulit. Dalam calonarang, misalnya, tokoh-tokoh ini hadir pada adegan banjar-banjaran ketika lakon menggambarkan suasana genting akibat teror ilmu hitam Ni Calonarang. Sedangkan pada wayang kulit, tokoh-tokoh ini dapat disimak pada Wayang Tantri dalang I Wayan Wija, dan belakangan apa yang dikenal masyarakat Bali dengan figur Ceng dan Eblong pada Wayang Cengblonk dalang Wayan Nardayana. Pemunculan tokoh-tokoh bondres dalam seni pertunjukan Bali itu adalah semacam tokoh-tokoh lepas yang diposisikan untuk porsi banyolan.
Hingga sekarang belum jelas dari mana etimologi istilah bondres tersebut. Namun ada semacam kesepakan di kalangan seniman dan di tengah masyarakat bahwa yang dimaksud bondres adalah penggambaran tokoh rakyat dalam seni pertunjukan Bali, yang secara spesifik dijumpai dalam dramatari topeng. Lalu, ketika kini topeng bondres menjadi seni pentas tersendiri, berkembang kemudian apa yang disebut babondresan. Kembangan bondres ini, tidak hanya pentas lawak menggunakan tapel (topeng), juga mengacu pada pentas komedi topeng polesan wajah yang dibuat dari yang berkarakter sederhana hingga wajah yang cacat ekstrem. Babondresan model yang terakhir kini sedang laris manis diundang pentas dalam segala kesempatan, dari tampil dalam pementasan calonarang hingga membanyol dalam resepsi perkawinan.
Topeng bondres yang mandiri dan menjadi sumber inspirasi munculnya bentuk-bentuk bandondresan, mulai menguak pada tahun 1980-an. Tapi sebelumnya, pada tahun 1970-an, walau belum disebut topeng bondres, figur bondres sudah diperkenalkan oleh grup Topeng Carangsari, Badung. Tokoh topeng wanita yang dibawakan oleh I Gusti Putu Windya sempat masyur di seantero Bali. Melaui karakternya yang alay, topeng bondres wanita ini, penampilannya selalu ditunggu-tunggu penonton. Tahun 1990-an, penonton tidak perlu lagi menunggu munculnya tokoh-tokoh bondres. Perkembangan selera masyarakat yang cenderung instant, menggiring bondres menjadi seni pertunjukan tanpa perlu bertele-tele berpanjang cerita namun khusus menyuguhkan menu humoristik.
Kendati demikian, topeng bondres masih kental dengan identitas estetika seni pertunjukan tradisional Bali. Para pebondres itu tampil dengan busana sasaputan dramatari topeng. Unsur tari Bali masih diketengahkan. Olah vokal tembang tetap mewarnai. Pun pengiringnya menggunakan gamelan Bali. Menyaksikan topeng bondres, penonton tidak hanya dapat melepas tawa namun juga menikmati nilai-nilai seni dan bercengkrama dengan warisan budaya. Eksistensi topeng bondres adalah sebuah sumbangsih seni budaya yang patut diapresiasi di tengah beragamnya gempuran budaya pop yang sering membungkam ekspresi budaya lokal.
Lawak, banyolan, humor adalah katup pelepas bahkan terapi di tengah kehidupkan nan menindih masyarakat global. Topeng bondres telah memerankan dirinya memaknai secara enteng dan menghibur sejumlah persoalan kehidupan, apakah itu himpitan ekonomi, ketertekanan budaya, dan carut marut jagat politik. Melalui pementasan topeng bondres, kompleksitas persoalan itu dikemas menjadi dagelan instropektif bagi penonton yang di sana sini diselipkan runrurnan moral. Setidaknya bertawa ria menonton topeng bondres dapat melupakan beban hidup, kendati hanya sejenak. Yuk, nonton topeng bondres, usir stres! Kadek Suartaya (Dosen ISI Denpasar)
Duta Kabupaten Gianyar yang tampil pada kesempatan pertama hadir dengan lima pebondres. Dibingkai dengan lakon babad tentang Kerajaan Samprangan, banyolan-banyolan segar nan menggelitik, mengundang ger ger ger penonton. Diawali dengan sajian topeng pangelembar yaitu topeng ajum dan topeng monyer. Bila topeng ajum tampil kocak dengan ulah tangkas, topeng monyer hadir manis dengan polah lucu menggemaskan. Dua penasar (Punta dan Wijil) kemudian mengawali prolog kisahnya. Mulailah kemudian bermunculan satu persatu karakter-karakter bondresnya. Ada bondres kakek pikun, bondres gigi tonggos, bondres pendeta gaul dan seterusnya, merangkai cerita dengan dominasi lawakan. Struktur dramatik atau pola penyajian yang hampir sama juga digulirkan topeng bondres Denpasar dan Badung, yang berhasil memanen tawa penonton.
Seni lawak yang menggunakan topeng khas Bali ini merupakan sempalan dari dramatari topeng yang lazim dipersembahkan dalam ritual keagamaan. Bondres adalah sebutan tokoh-tokoh rakyat jelata. Karakter-karakternya ditampilkan sebagai representasi masyarakat kelas bawah. Topeng yang digunakan adalah tapel berkarater lucu yang melebih-lebihkan cacat wajah seperti topeng berbibir sumbing, topeng bermulut lebar, topeng wanita hidung pesek, dan distorsi wajah yang karikatural lainnya.
Namun tokoh-tokoh bondres sejatinya bukan hanya mengacu pada dramatari topeng. Karakter ini juga dapat dijumpai dalam dramatari calonarang, barong, dan wayang kulit. Dalam calonarang, misalnya, tokoh-tokoh ini hadir pada adegan banjar-banjaran ketika lakon menggambarkan suasana genting akibat teror ilmu hitam Ni Calonarang. Sedangkan pada wayang kulit, tokoh-tokoh ini dapat disimak pada Wayang Tantri dalang I Wayan Wija, dan belakangan apa yang dikenal masyarakat Bali dengan figur Ceng dan Eblong pada Wayang Cengblonk dalang Wayan Nardayana. Pemunculan tokoh-tokoh bondres dalam seni pertunjukan Bali itu adalah semacam tokoh-tokoh lepas yang diposisikan untuk porsi banyolan.
Hingga sekarang belum jelas dari mana etimologi istilah bondres tersebut. Namun ada semacam kesepakan di kalangan seniman dan di tengah masyarakat bahwa yang dimaksud bondres adalah penggambaran tokoh rakyat dalam seni pertunjukan Bali, yang secara spesifik dijumpai dalam dramatari topeng. Lalu, ketika kini topeng bondres menjadi seni pentas tersendiri, berkembang kemudian apa yang disebut babondresan. Kembangan bondres ini, tidak hanya pentas lawak menggunakan tapel (topeng), juga mengacu pada pentas komedi topeng polesan wajah yang dibuat dari yang berkarakter sederhana hingga wajah yang cacat ekstrem. Babondresan model yang terakhir kini sedang laris manis diundang pentas dalam segala kesempatan, dari tampil dalam pementasan calonarang hingga membanyol dalam resepsi perkawinan.
Topeng bondres yang mandiri dan menjadi sumber inspirasi munculnya bentuk-bentuk bandondresan, mulai menguak pada tahun 1980-an. Tapi sebelumnya, pada tahun 1970-an, walau belum disebut topeng bondres, figur bondres sudah diperkenalkan oleh grup Topeng Carangsari, Badung. Tokoh topeng wanita yang dibawakan oleh I Gusti Putu Windya sempat masyur di seantero Bali. Melaui karakternya yang alay, topeng bondres wanita ini, penampilannya selalu ditunggu-tunggu penonton. Tahun 1990-an, penonton tidak perlu lagi menunggu munculnya tokoh-tokoh bondres. Perkembangan selera masyarakat yang cenderung instant, menggiring bondres menjadi seni pertunjukan tanpa perlu bertele-tele berpanjang cerita namun khusus menyuguhkan menu humoristik.
Kendati demikian, topeng bondres masih kental dengan identitas estetika seni pertunjukan tradisional Bali. Para pebondres itu tampil dengan busana sasaputan dramatari topeng. Unsur tari Bali masih diketengahkan. Olah vokal tembang tetap mewarnai. Pun pengiringnya menggunakan gamelan Bali. Menyaksikan topeng bondres, penonton tidak hanya dapat melepas tawa namun juga menikmati nilai-nilai seni dan bercengkrama dengan warisan budaya. Eksistensi topeng bondres adalah sebuah sumbangsih seni budaya yang patut diapresiasi di tengah beragamnya gempuran budaya pop yang sering membungkam ekspresi budaya lokal.
Lawak, banyolan, humor adalah katup pelepas bahkan terapi di tengah kehidupkan nan menindih masyarakat global. Topeng bondres telah memerankan dirinya memaknai secara enteng dan menghibur sejumlah persoalan kehidupan, apakah itu himpitan ekonomi, ketertekanan budaya, dan carut marut jagat politik. Melalui pementasan topeng bondres, kompleksitas persoalan itu dikemas menjadi dagelan instropektif bagi penonton yang di sana sini diselipkan runrurnan moral. Setidaknya bertawa ria menonton topeng bondres dapat melupakan beban hidup, kendati hanya sejenak. Yuk, nonton topeng bondres, usir stres! Kadek Suartaya (Dosen ISI Denpasar)
1
Komentar