Ribuan Krama Canggu Tolak Eksekusi Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh
Ribuan krama Desa Adat Canggu padati kantor Desa Canggu di Jalan Pura Wates, Banjar Babakan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Selasa (29/10).
MANGUPURA, NusaBali
Ribuan krama dari tujuh banjar ini mendatangi kantor desa untuk menyampaikan aspirasi menolak putusan eksekusi dan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) terhadap Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, yang terletak di Jalan Babakan, Banjar Babakan, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Sebelum memadati halaman kantor Desa Canggu, ribuan warga ini berkumpul pada dua titik, yakni di Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, di Banjar Babakan. Krama yang berkumpul di sana adalah Warga Banjar Adat Babakan, Umabuluh, Kayutulang dan Pipitan. Kedua, di Pura Dalem Dukuh Pipitan di Banjar Padang Linjong. Warga yang berkumpul di sana adalah warga Banjar Adat Canggu, Padang Linjong dan Tegal Gundul.
Pada pukul 09.00 Wita ribuan krama ini bergerak menuju ke kantor Desa Canggu dengan mengenakan pakaian adat madya. Mereka membawa 4 buah spanduk berisi tulisan berbeda. Salah satunya bertuliskan ‘Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh adalah warisan leluhur kami, jangan ada yang merampas’. Mereka bergerak dipimpin langsung oleh Bendesa Adat Canggu, Nyoman Sudjapa.
Setibanyanya di halaman Kantor Desa Canggu, Bendesa Nyoman Sudjapa langsung menyampaikan orasi. Tokoh adat ini menyampaikan bahwa dirinya bersama krama Desa Adat Canggu menolak putusan Eksekusi PK MA RI Nomor 482 PK/Pdt/2018 Tgl 6 Agustus 2018. Pihaknya baru memberikan respons terhadap perkara yang objeknya adalah bangunan pura itu karena rencananya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar membacakan penetapan, pada Selasa pagi kemarin.
Mendapat informasi itu pihaknya di Desa Adat Canggu merasa terpanggil untuk memberikan dukungan moril. “Hak dan asal-usul Desa Adat telah diakui sesuai Undang-Undang. Kita mempunyai posisi dan kedudukan yang sama. Krama Desa Adat di Bali berpegang teguh pada Tri Hita Karana. Tidak ada sejengkal tanah pun yang bebas dari aturan adat, siapapun tinggal di Bali kami wellcome, tapi harus menghormati budaya dan adat Bali,” tegas Nyoman Sudjapa.
Sebelum bubar pada pukul 10.30 Wita, Nyoman Sudjapa menyampaikan tiga poin sikap terhadap perkara yang objeknya menimpa Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh ini. Pertama, meminta agar putusan PK oleh hakim MA RI Nomor 482/PK/Pdt/2018 tanggal 06 Agustus 2018 tidak dilaksanakan. Kedua, biarkanlah Desa Adat, Majelis Adat Provinsi Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali untuk menyelesaikan masalah atau sengketa Waris Adat ini berdasarkan hukum waris adat Bali.
Ketiga, hukum waris dalam Agama Hindu adalah kewajiban dan tanggung jawab, sehingga tidak ada pembiaran dalam permasalahan ini. “Dalam hukum waris adat Bali mengedepankan musyawarah. Sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa terlalu dirugikan dan tidak terlalu diuntungkan. Sikap kami ini disepakati melalui paruman desa adat,” tandas Nyoman Sudjapa.
Sayangnya aksi demo spontan dari ribuan Krama adat Desa Adat Canggu itu kemarin tidak bertemu dengan pihak PN Denpasar. Pembacaan penetapan yang sedianya dilaksanakan pukul 10.00 Wita di Kantor Desa Canggu mendadak diinformasikan ditunda. Namun demikian warga tetap menjalankan aksi dengan damai dan tertib. Aksi mereka dijaga oleh 114 personil Polri dari Polres Badung.
Dikonfirmasi terpisah, I Nyoman Sukrayasa, selaku kuasa hukum dari dari tergugat, Jero Mangku I Wayan Medri mengatakan pembacaan penetapan oleh PN Denpasar ditunda atas dasar keamanan. “Warga yang datang itu bergerak secara spontan,” tutur Sukrayasa. Meski pembacaan penetapan ditunda, pihaknya sebagai kuasa hukum belum mengambil langkah hukum lanjutan.
Pasalnya penetapan yang akan dibacakan pada batas waktu tak tentu itu isinya belum diketahui. Apakah dieksekusi atau tidak? “Kami belum mendapatkan informasi resmi dari PN Denpasar. Hal inilah yang kami sayangkan. Akibatnya menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan di masyarakat,” tuturnya.
Untuk diketahui perkara ini bergulir sejak tahun 2014. Saat itu, Jero Mangku Wayan Medri digugat oleh keempat kerabatnya Kornelius I Wayan Mega, 63, Thomas I Nengah Suprata, 60, I Wayan Emilius, 51, dan I Nyoman Bernadus, 51. *pol
Sebelum memadati halaman kantor Desa Canggu, ribuan warga ini berkumpul pada dua titik, yakni di Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, di Banjar Babakan. Krama yang berkumpul di sana adalah Warga Banjar Adat Babakan, Umabuluh, Kayutulang dan Pipitan. Kedua, di Pura Dalem Dukuh Pipitan di Banjar Padang Linjong. Warga yang berkumpul di sana adalah warga Banjar Adat Canggu, Padang Linjong dan Tegal Gundul.
Pada pukul 09.00 Wita ribuan krama ini bergerak menuju ke kantor Desa Canggu dengan mengenakan pakaian adat madya. Mereka membawa 4 buah spanduk berisi tulisan berbeda. Salah satunya bertuliskan ‘Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh adalah warisan leluhur kami, jangan ada yang merampas’. Mereka bergerak dipimpin langsung oleh Bendesa Adat Canggu, Nyoman Sudjapa.
Setibanyanya di halaman Kantor Desa Canggu, Bendesa Nyoman Sudjapa langsung menyampaikan orasi. Tokoh adat ini menyampaikan bahwa dirinya bersama krama Desa Adat Canggu menolak putusan Eksekusi PK MA RI Nomor 482 PK/Pdt/2018 Tgl 6 Agustus 2018. Pihaknya baru memberikan respons terhadap perkara yang objeknya adalah bangunan pura itu karena rencananya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar membacakan penetapan, pada Selasa pagi kemarin.
Mendapat informasi itu pihaknya di Desa Adat Canggu merasa terpanggil untuk memberikan dukungan moril. “Hak dan asal-usul Desa Adat telah diakui sesuai Undang-Undang. Kita mempunyai posisi dan kedudukan yang sama. Krama Desa Adat di Bali berpegang teguh pada Tri Hita Karana. Tidak ada sejengkal tanah pun yang bebas dari aturan adat, siapapun tinggal di Bali kami wellcome, tapi harus menghormati budaya dan adat Bali,” tegas Nyoman Sudjapa.
Sebelum bubar pada pukul 10.30 Wita, Nyoman Sudjapa menyampaikan tiga poin sikap terhadap perkara yang objeknya menimpa Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh ini. Pertama, meminta agar putusan PK oleh hakim MA RI Nomor 482/PK/Pdt/2018 tanggal 06 Agustus 2018 tidak dilaksanakan. Kedua, biarkanlah Desa Adat, Majelis Adat Provinsi Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali untuk menyelesaikan masalah atau sengketa Waris Adat ini berdasarkan hukum waris adat Bali.
Ketiga, hukum waris dalam Agama Hindu adalah kewajiban dan tanggung jawab, sehingga tidak ada pembiaran dalam permasalahan ini. “Dalam hukum waris adat Bali mengedepankan musyawarah. Sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa terlalu dirugikan dan tidak terlalu diuntungkan. Sikap kami ini disepakati melalui paruman desa adat,” tandas Nyoman Sudjapa.
Sayangnya aksi demo spontan dari ribuan Krama adat Desa Adat Canggu itu kemarin tidak bertemu dengan pihak PN Denpasar. Pembacaan penetapan yang sedianya dilaksanakan pukul 10.00 Wita di Kantor Desa Canggu mendadak diinformasikan ditunda. Namun demikian warga tetap menjalankan aksi dengan damai dan tertib. Aksi mereka dijaga oleh 114 personil Polri dari Polres Badung.
Dikonfirmasi terpisah, I Nyoman Sukrayasa, selaku kuasa hukum dari dari tergugat, Jero Mangku I Wayan Medri mengatakan pembacaan penetapan oleh PN Denpasar ditunda atas dasar keamanan. “Warga yang datang itu bergerak secara spontan,” tutur Sukrayasa. Meski pembacaan penetapan ditunda, pihaknya sebagai kuasa hukum belum mengambil langkah hukum lanjutan.
Pasalnya penetapan yang akan dibacakan pada batas waktu tak tentu itu isinya belum diketahui. Apakah dieksekusi atau tidak? “Kami belum mendapatkan informasi resmi dari PN Denpasar. Hal inilah yang kami sayangkan. Akibatnya menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan di masyarakat,” tuturnya.
Untuk diketahui perkara ini bergulir sejak tahun 2014. Saat itu, Jero Mangku Wayan Medri digugat oleh keempat kerabatnya Kornelius I Wayan Mega, 63, Thomas I Nengah Suprata, 60, I Wayan Emilius, 51, dan I Nyoman Bernadus, 51. *pol
1
Komentar