MUTIARA WEDA: Sukses vs Usaha
Tanpa kerja keras tak ada satu pun pekerjaan yang terselesaikan. Seperti halnya kijang tidak akan mungkin masuk ke mulut harimau tanpa memburunya.
Udyamenaiva siddhyantikaya kāryāni na manorathaih
Na hi suptasya simhasya pravishanti mukve brgah.
(Subhashitani, 7).
PIKIRAN manusia sangat kompleks. Di dalamnya terdapat fungsi yang tak terbatas. Dari semua jenis fungsi tersebut, Hindu membaginya ke dalam tiga kategori. Pertama pikiran yang sattvik, yakni tenang, damai, dan seimbang. Kedua rajasik, penuh ambisi, nafsu, dan semangat membara. Terakhir tamasik, yakni malas, lamban. Jika pikiran senantiasa damai, penuh ketenangan dan selalu mengerjakan sesuatu secara kesetimbangan, dipastikan pikiran orang itu dikatakan sattvik. Tetapi, jika orang itu penuh ambisi, tidak pernah puas dengan segala capaiannya, dipastikan rajasik. Sebaliknya, jika tidak melakukan apa-apa tetapi ingin semua selesai dikerjakan, dipastikan ini adalah tamasik.
Jika melihat teks di atas, seseorang diharapkan memiliki pikiran dengan sattvik dan rajasik yang dominan. Tujuan yang mulia dimiliki oleh pikiran sattvik dan ambisi yang digunakan untuk meraihnya adalah rajasik. Jika perpaduan yang ada antara rajasik dan tamasik, maka dipastikan tidak akan ada apapun yang bisa tercapai. Pikiran yang tamasik tidak mungkin memiliki tujuan apapun, sehingga rajasik yang ada di dalamnya tidak akan mengarah ke mana-mana. Atau jika pun pikiran rajasik yang memiliki tujuan, maka itu tidak akan berjalan sama sekali. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki tujuan, dan supaya tujuan itu bisa dicapai dengan baik, perpaduan antara sattvik dan rajasik menjadi sangat penting.
Teks di atas menjadi sangat penting diberikan kepada pemuda dalam rangka membangkitkan kesadarannya, di mana secara natural dominan tamasik. Mereka memiliki cita-cita yang tinggi, tetapi kekurangan tenaga untuk mencapai cita-cita tersebut. Mereka tidak memiliki keuletan dan konsistensi di dalam upaya menggapai cita-citanya tersebut. Dipastikan sebagian besar orang ingin sukses dalam hidupnya, tetapi hanya beberapa dari mereka yang benar-benar sukses oleh karena secara alami ditarik oleh naluri tamasiknya. Oleh karena itu, pengandaian yang disampaikan oleh teks di atas terasa sangat tepat untuk mereka yang dominan tamasik.
Apa signifikasi pengandaian di atas bagi pemuda? Pertama, pemuda lebih sering malas ketimbang bersemangat. Pemuda kelihatan tidak memiliki power yang cukup untuk secara konsisten berjuang memenangkan hidup. Kedua, anak-anak muda lebih sering bermimpi seperit ingin cepat kaya, ingin memiliki ini dan itu, tetapi tidak mau mengerjakannya. Kalaupun mengerjakan, tetapi tidak maksimal. Mereka sering menggampangkan persoalan, di mana mereka merasa dengan sedikit kerja semua pekerjaan bisa diselesaikan. Ini adalah rumus orang tamasik yang selalu berangan-angan tinggi, tetapi tidak ada satupun yang mampu dicapainya. Mereka ini adalah pemimpi. Ketiga, ada orang yang memiliki cita-cita dan juga memiliki modal yang sebenarnya bisa mendukung upaya pencapaian cita-cita itu, tetapi dia lebih banyak mengandalkan uluran tangan orang lain. Dia memiliki cita-cita dan juga memiliki strategi, tetapi semuanya diserahkan kepada orang lain dan tidak ingin maksimal memikirkannya. Dia tidak bisa mengantisipasi kemunginan-kemungkinan buruk yang terjadi.
Ketiga jenis pemuda inilah yang memerlukan sentilan dari teks di atas. Teks ini menjadi sangat penting bagi sebuah negara yang penduduknya secara umum malas. Guna membangkitkan semangat pemudanya diperlukan rangsangan dan cambukan yang jitu tetapi rasional. Lebih tepatnya, karakter yang tumbuh harus kuat, tidak suka mengeluh dan tidak pernah putus semangat. Bagaimana menumbuhkannya? Pemudanya mesti secara konsisten diingatkan terus-menerus sehingga pesan yang disampaikan oleh teks di atas masuk secara sempurna dan menjadi sifat alaminya. Seperti halnya tanaman tempel. Di awal antara tanaman dasar dan tanaman yang ditempelkan itu berbeda, tetapi seiring berjalannya waktu, tanaman itu bertukar senyawa dan kemudian menyatu tumbuh sesuai yang diinginkan. Hal-hal yang baik bisa tersambungkan. Tumbuhan yang ditempelkan tersebut akhirnya mengambil nutrisi sepenuhnya dari dahan pohon awal. Seperti itulah karakter ini diinternalisasi bagi setiap pemuda. Pada prinsipnya manusia lahir sudah dibekali oleh pikiran beserta
kelengkapannya, tetapi oleh karena dikendalikan oleh kelemahannya, maka pencangkokan nilai ke dalamnya menjadi sangat penting sehingga kelemahan tersebut bisa diatasi oleh nilai yang masuk tersebut. *
(Subhashitani, 7).
PIKIRAN manusia sangat kompleks. Di dalamnya terdapat fungsi yang tak terbatas. Dari semua jenis fungsi tersebut, Hindu membaginya ke dalam tiga kategori. Pertama pikiran yang sattvik, yakni tenang, damai, dan seimbang. Kedua rajasik, penuh ambisi, nafsu, dan semangat membara. Terakhir tamasik, yakni malas, lamban. Jika pikiran senantiasa damai, penuh ketenangan dan selalu mengerjakan sesuatu secara kesetimbangan, dipastikan pikiran orang itu dikatakan sattvik. Tetapi, jika orang itu penuh ambisi, tidak pernah puas dengan segala capaiannya, dipastikan rajasik. Sebaliknya, jika tidak melakukan apa-apa tetapi ingin semua selesai dikerjakan, dipastikan ini adalah tamasik.
Jika melihat teks di atas, seseorang diharapkan memiliki pikiran dengan sattvik dan rajasik yang dominan. Tujuan yang mulia dimiliki oleh pikiran sattvik dan ambisi yang digunakan untuk meraihnya adalah rajasik. Jika perpaduan yang ada antara rajasik dan tamasik, maka dipastikan tidak akan ada apapun yang bisa tercapai. Pikiran yang tamasik tidak mungkin memiliki tujuan apapun, sehingga rajasik yang ada di dalamnya tidak akan mengarah ke mana-mana. Atau jika pun pikiran rajasik yang memiliki tujuan, maka itu tidak akan berjalan sama sekali. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki tujuan, dan supaya tujuan itu bisa dicapai dengan baik, perpaduan antara sattvik dan rajasik menjadi sangat penting.
Teks di atas menjadi sangat penting diberikan kepada pemuda dalam rangka membangkitkan kesadarannya, di mana secara natural dominan tamasik. Mereka memiliki cita-cita yang tinggi, tetapi kekurangan tenaga untuk mencapai cita-cita tersebut. Mereka tidak memiliki keuletan dan konsistensi di dalam upaya menggapai cita-citanya tersebut. Dipastikan sebagian besar orang ingin sukses dalam hidupnya, tetapi hanya beberapa dari mereka yang benar-benar sukses oleh karena secara alami ditarik oleh naluri tamasiknya. Oleh karena itu, pengandaian yang disampaikan oleh teks di atas terasa sangat tepat untuk mereka yang dominan tamasik.
Apa signifikasi pengandaian di atas bagi pemuda? Pertama, pemuda lebih sering malas ketimbang bersemangat. Pemuda kelihatan tidak memiliki power yang cukup untuk secara konsisten berjuang memenangkan hidup. Kedua, anak-anak muda lebih sering bermimpi seperit ingin cepat kaya, ingin memiliki ini dan itu, tetapi tidak mau mengerjakannya. Kalaupun mengerjakan, tetapi tidak maksimal. Mereka sering menggampangkan persoalan, di mana mereka merasa dengan sedikit kerja semua pekerjaan bisa diselesaikan. Ini adalah rumus orang tamasik yang selalu berangan-angan tinggi, tetapi tidak ada satupun yang mampu dicapainya. Mereka ini adalah pemimpi. Ketiga, ada orang yang memiliki cita-cita dan juga memiliki modal yang sebenarnya bisa mendukung upaya pencapaian cita-cita itu, tetapi dia lebih banyak mengandalkan uluran tangan orang lain. Dia memiliki cita-cita dan juga memiliki strategi, tetapi semuanya diserahkan kepada orang lain dan tidak ingin maksimal memikirkannya. Dia tidak bisa mengantisipasi kemunginan-kemungkinan buruk yang terjadi.
Ketiga jenis pemuda inilah yang memerlukan sentilan dari teks di atas. Teks ini menjadi sangat penting bagi sebuah negara yang penduduknya secara umum malas. Guna membangkitkan semangat pemudanya diperlukan rangsangan dan cambukan yang jitu tetapi rasional. Lebih tepatnya, karakter yang tumbuh harus kuat, tidak suka mengeluh dan tidak pernah putus semangat. Bagaimana menumbuhkannya? Pemudanya mesti secara konsisten diingatkan terus-menerus sehingga pesan yang disampaikan oleh teks di atas masuk secara sempurna dan menjadi sifat alaminya. Seperti halnya tanaman tempel. Di awal antara tanaman dasar dan tanaman yang ditempelkan itu berbeda, tetapi seiring berjalannya waktu, tanaman itu bertukar senyawa dan kemudian menyatu tumbuh sesuai yang diinginkan. Hal-hal yang baik bisa tersambungkan. Tumbuhan yang ditempelkan tersebut akhirnya mengambil nutrisi sepenuhnya dari dahan pohon awal. Seperti itulah karakter ini diinternalisasi bagi setiap pemuda. Pada prinsipnya manusia lahir sudah dibekali oleh pikiran beserta
kelengkapannya, tetapi oleh karena dikendalikan oleh kelemahannya, maka pencangkokan nilai ke dalamnya menjadi sangat penting sehingga kelemahan tersebut bisa diatasi oleh nilai yang masuk tersebut. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
1
Komentar