8 Siswi Malah Kembali Kerauhan Usai Upacara Pecaruan
SMPN 4 Banjarangkan Gelar Upacara Pecaruan karena Kerauhan Beruntun
Sebanyak 8 siswi SMAN 4 Banjarangkan yang secara beruntun jadi korban kerauhan, buat sementara diliburkan selama sepekan atas saran Dinas Pendidikan Klungkung
SEMARAPURA, NusaBali
Delapan (8) siswi SMPN 4 Banjarangkan di Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung kembali kerauhan (kesurupan) saat digelar upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka di Padmasana Sekolah pada Sukra Kliwon Bala, Jumat (1/11) pagi. Upacara itu sendiri sebetulnya dilaksanakan sebagai upaya niskala mohon keselamatan, menyusul serentetan peristiwa kerauhan yang terjadi secara beruntun sejak sebulan lalu.
Para korban kerauhan saat upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka, Jumat kemarin, semuanya perempuan. Yang paling awal kerauhan adalah Ni Kadek Muliani, siswa Kelas VII SMPN 4 Banjarangkan yang tiba-tiba berteriak histeris sembari menangis, sekitar pukul 10.00 Wita. Korban Kadek Muliani kerauhan sesaat sebelum persembahyangan bersama dimulai, setelah usainya upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka.
Tak lama berselang, 7 siswi lainnya menyusul kerauhan, masing-masing Dewa Ayu Nadia (siswi Kelas IX), Ni Wayan Puspawati (Kelas IX), Ni Nengah Devi Ariani (Kelas IX), Ni Made Mila Setiawati (Kelas IX), Ginanti (Kelas VII), Giola (Kelas VII), dan Ni Ketut Martini (Kelas VII). Mereka ini juga sempat kerauhan saat peristiwa niskala sebelumnya.
Selain berteriak histeris dan menangis, para siswi korban kerauhan ini juga melakukan gerakan aneh-aneh. Bahkan, ada yang menangis sambil menari-nari. Mereka kemudian ditenangkan para guru. Kemudian, mereka diperciki tirta (air suci) oleh pamangku yang muput prosesi upacara Pecaruan dan Guru Piduka di Padmasana SMPN 4 Banjarang-kan.
Setelah diperciki tirta, para siswi korban kerauhan berangsur sadar. Wakil Bupati Klungkung I Made Kasta, yang seorang penekun spiritul), juga terjun ke lokasi bersama Kepala Dinas Pendidikan Klungkung, Dewa Gde Darmawan.
Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 4 Banjarangkan, Wayan Ngenteg, mengatakan upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka ini sengaja digelar sebagai upaya niskala memohon keselamatan dan mohon agar wong samar (makhluk halus) tidak kembali mengganggu para siswa. Maklum, sebelumnya siswa-siswi SMPN 4 Banjarangkan sudah sempat beberapa kali didera kerauhan massal, sejak 30 September 2019 lalu.
"Karena sempat didera beberapa kali peristiwa kerauhan, kami dari pihak sekolah melakukan upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka. Kami juga sudah membangun dua palinggih di areal sekolah, sesuai petunjuk niskala," ujar Wayan Ngenteg.
Terungkap, serentetan kerauhan massal siswa-siswi SMPN 4 Banjarangkan terjadi karena pohon Tingkih angker di belakang sekolah ditebang, Juni 2019 lalu. Pohon Tingkih keramat tersebut selama ini diyakini sebagai tepat hunian wong samar. Walhasil, wong samar marah karena rumahnya dirobohkan untuk saluran irigasi.
Berdasarkan petunjuk niskala yang diperoleh ketika nunas baos (minta petunjuk) kepada seorang Jero Tapakan di wilayah Kecamatan Banjarangkan, pihak sekolah disarankan membangun dua palinggih di halaman belakang yang berdekatan dengan pohon Tingkih angker tersebut. Kedua palinggih yang dibangun itu, masing-masing Palinggih Rong Satu (di posisi kaja kangin sekolah) dan Palinggih Rong Dua (di posisi kelod kangin sekolah).
Setelah palinggih dibangun, digelar upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka pada Sukra Kliwon Bala, Jumat kemarin. Namun, begitu upacara pecaruan selesai dan persembahyangan bersama akan dimulai, 8 siswi justru kembali didera kerauhan massal.
Peristiwa kerauhan di SMPN 4 Banjarangkan sendiri sudah beberapa kali terjadi pasca ditebangnya pohon Tingkih angker. Peristiwa kerauhan pertama terjadi 30 September 2019. Awalnya, jumlah siswa yang kerauhan rata-rata hanya 2 orang, semuanya perempuan.
Kondisi parah terjadi 21 Oktober 2019, di mana 8 siswi SMPN 4 Banjarangkan didera kerauhan sejak pagi pukul 06.30 Wita. Karena kerauhan berlanjut sampai siang, maka untuk menyadarkan para korban, pihak sekolah sampai mendatangkan 4 paranormal dan 2 pamangku. Barulah sekitar pukul 14.00 Wita, kerauhan reda dan para siswai dipulangkan ke rumah masing-masing, dengan dijemput orangtu-anya.
Sementara itu, guru Bahasa Indonesia SMPN 4 Banjarangkan, Nengah Sukadana, mengatakan setelah prosesi Upacara Manca Warna dan Guru Piduka, Jumat kemarin, proses belajar mengajar di sekolah diharapkan bisa kembali bverjhalan normal tanpa diganggu peristiwa kerauhan lagi. Namun, khusus beberapa siswi yang selalu jadi korban dalam setiapkali kerauhan, buat sementara diliburkan.
Menurut Nengah Sukadana, berdasarkan petunjuk dari Dinas Pendidikan Klungkung, mereka diminta belajar di rumah masing-masing selama sepekan ke depan. “Setelah kondisi psikisnya benar-benar pulih, siswia yang selalu kerauhan berjumlah 8 orang itu bisa kembali ke sekolah. Mudah-mudahan, setelah ini mereka tidak kesurupan lagi,” harap Sukadana. *wan
Para korban kerauhan saat upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka, Jumat kemarin, semuanya perempuan. Yang paling awal kerauhan adalah Ni Kadek Muliani, siswa Kelas VII SMPN 4 Banjarangkan yang tiba-tiba berteriak histeris sembari menangis, sekitar pukul 10.00 Wita. Korban Kadek Muliani kerauhan sesaat sebelum persembahyangan bersama dimulai, setelah usainya upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka.
Tak lama berselang, 7 siswi lainnya menyusul kerauhan, masing-masing Dewa Ayu Nadia (siswi Kelas IX), Ni Wayan Puspawati (Kelas IX), Ni Nengah Devi Ariani (Kelas IX), Ni Made Mila Setiawati (Kelas IX), Ginanti (Kelas VII), Giola (Kelas VII), dan Ni Ketut Martini (Kelas VII). Mereka ini juga sempat kerauhan saat peristiwa niskala sebelumnya.
Selain berteriak histeris dan menangis, para siswi korban kerauhan ini juga melakukan gerakan aneh-aneh. Bahkan, ada yang menangis sambil menari-nari. Mereka kemudian ditenangkan para guru. Kemudian, mereka diperciki tirta (air suci) oleh pamangku yang muput prosesi upacara Pecaruan dan Guru Piduka di Padmasana SMPN 4 Banjarang-kan.
Setelah diperciki tirta, para siswi korban kerauhan berangsur sadar. Wakil Bupati Klungkung I Made Kasta, yang seorang penekun spiritul), juga terjun ke lokasi bersama Kepala Dinas Pendidikan Klungkung, Dewa Gde Darmawan.
Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 4 Banjarangkan, Wayan Ngenteg, mengatakan upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka ini sengaja digelar sebagai upaya niskala memohon keselamatan dan mohon agar wong samar (makhluk halus) tidak kembali mengganggu para siswa. Maklum, sebelumnya siswa-siswi SMPN 4 Banjarangkan sudah sempat beberapa kali didera kerauhan massal, sejak 30 September 2019 lalu.
"Karena sempat didera beberapa kali peristiwa kerauhan, kami dari pihak sekolah melakukan upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka. Kami juga sudah membangun dua palinggih di areal sekolah, sesuai petunjuk niskala," ujar Wayan Ngenteg.
Terungkap, serentetan kerauhan massal siswa-siswi SMPN 4 Banjarangkan terjadi karena pohon Tingkih angker di belakang sekolah ditebang, Juni 2019 lalu. Pohon Tingkih keramat tersebut selama ini diyakini sebagai tepat hunian wong samar. Walhasil, wong samar marah karena rumahnya dirobohkan untuk saluran irigasi.
Berdasarkan petunjuk niskala yang diperoleh ketika nunas baos (minta petunjuk) kepada seorang Jero Tapakan di wilayah Kecamatan Banjarangkan, pihak sekolah disarankan membangun dua palinggih di halaman belakang yang berdekatan dengan pohon Tingkih angker tersebut. Kedua palinggih yang dibangun itu, masing-masing Palinggih Rong Satu (di posisi kaja kangin sekolah) dan Palinggih Rong Dua (di posisi kelod kangin sekolah).
Setelah palinggih dibangun, digelar upacara Pecaruan Manca Warna dan Guru Piduka pada Sukra Kliwon Bala, Jumat kemarin. Namun, begitu upacara pecaruan selesai dan persembahyangan bersama akan dimulai, 8 siswi justru kembali didera kerauhan massal.
Peristiwa kerauhan di SMPN 4 Banjarangkan sendiri sudah beberapa kali terjadi pasca ditebangnya pohon Tingkih angker. Peristiwa kerauhan pertama terjadi 30 September 2019. Awalnya, jumlah siswa yang kerauhan rata-rata hanya 2 orang, semuanya perempuan.
Kondisi parah terjadi 21 Oktober 2019, di mana 8 siswi SMPN 4 Banjarangkan didera kerauhan sejak pagi pukul 06.30 Wita. Karena kerauhan berlanjut sampai siang, maka untuk menyadarkan para korban, pihak sekolah sampai mendatangkan 4 paranormal dan 2 pamangku. Barulah sekitar pukul 14.00 Wita, kerauhan reda dan para siswai dipulangkan ke rumah masing-masing, dengan dijemput orangtu-anya.
Sementara itu, guru Bahasa Indonesia SMPN 4 Banjarangkan, Nengah Sukadana, mengatakan setelah prosesi Upacara Manca Warna dan Guru Piduka, Jumat kemarin, proses belajar mengajar di sekolah diharapkan bisa kembali bverjhalan normal tanpa diganggu peristiwa kerauhan lagi. Namun, khusus beberapa siswi yang selalu jadi korban dalam setiapkali kerauhan, buat sementara diliburkan.
Menurut Nengah Sukadana, berdasarkan petunjuk dari Dinas Pendidikan Klungkung, mereka diminta belajar di rumah masing-masing selama sepekan ke depan. “Setelah kondisi psikisnya benar-benar pulih, siswia yang selalu kerauhan berjumlah 8 orang itu bisa kembali ke sekolah. Mudah-mudahan, setelah ini mereka tidak kesurupan lagi,” harap Sukadana. *wan
1
Komentar