Tewas Tertancap Keris Saat Pentas Tari
Musibah Maut di Pura Batu Telu, Desa Seraya Tengah
Korban Gede Suardana diduga terluka tusuk karena ada salah satu pantangan yang dilanggar, yakni kerisnya sempat jatuh saat menari
AMLAPURA, NusaBali
Musibah maut menimpa seorang penari keris asal Banjar Peninggaran, Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, I Gede Suardana, 37. Pragina berusia 37 tahun ini tertancap keris yang dimainkannya saat menari dalam kondisi kerauhan ketika piodalan di Pura Batu Telu, Banjar Celagi, Desa Seraya Tengah pada Buda Pon Bala, Rabu (30/10) malam. Kemudian, korban Gede Suardana meninggal dalam perawatan di RSUP Sanglah, Denpasar, Kamis (31/10) malam sekitar pukul 23.00 Wita.
Korban Gede Suardana tewas mengenaskan setelah luka sedalam 5 cm akibat tertusuk keris yang dimainkannya saat pentas sakral. Berdasarkan keyakinan krama setempat, korban terluka karena keris yang dipeganya diduga sempat jatuh. Jika tidak jatuh atau bersentuhan dengan keris penari lain, senjata tersebut tidak akan melukai yang memainkannya saat ritual ngurek (menusuk dada).
Informasi yang dihimpun NusaBali, usai persembahyangan piodalan di Pura Batu Telu, Rabu sore pukul 16.00 Wita, dilanjut dengan pentas tradisi sejumlah tarian sakral. Diawali dengan pementasan Tari Dewa Ayu untuk kaum istri (wanita) dan Tari Dewa Mas untuk kaum lanang (laki-laki), di mana penari wanita dan laki-laki berbaur.
Beberapa lama kemudian, sejumlah pragina (penari) lanang kerauhan. Nah, setelah diberikan keris, para penari lanang langsung menari. Setiap penari memegang dua bilah keris, yang masing-masing ditancapkan di dada kanan dan dada kiri saat ngurek. Penari kerauhan silih berganti. Setelah penari sebelumnya sadar, muncul lagi penari keris berikutnya.
Terhitung ada sekitar 25 penari keris yang kerauhan saat pentas sakral Tari Dewa Mas di Pura Batu Telu saat itu. Korban Gede Suardana adaloah penari keris paling akhir, Rabu malam.
Sesuai keyakinan krama Desa Adat Seraya, penari bisa saja kena musibah apabila saat menari, kerisnya sempat jatuh dan kemudian digunakan lagi. Musibah juga bisa terjadi jika keris sempat bersentuhan dengan keris penari lainnya. Pantangan lainnya, keris yang telah digunakan penari lain, tidak boleh serta merta digunakan penari berikutnya.
Menurut Bendesa Adat Seraya, I Made Salin, keris yang telah digunakan penari lain harus dimasukkan ke sarung aslinya terlebih dulu, sebelum digunakan kembali oleh penari berikutnya. “Keris yang digunakan korban Gede Suardana diduga sempat jatuh, hingga menebus dadanya saat digunakan,” ungkap Made Salin, Jumat (1/11).
Disebutkan, korban Gede Suardana terluka tusuk sedalam 5 cm di dada kanan. Begitu terluka dengan keris masih tertancap di dadanya, korban Gede Suardana langsung dipapah dua krama, yakni I Kadek Longoh dan I Wayan Subadra. Mereka berupaya menghentikan petas sakral Taru Dewa Mas-Dewa Ayu dengan meminta pamangku memercikkan tirta ke wajah korban Gede Suardana.
Selanjutnya, korban Gede Suardana yang terluka dibawa ka areal parkir motor yang berjarak 30 meter dari Pura Batu Telu. Dari situ, korban diantar ke Puskesmas Karangasem II yang berlokasi di Desa Seraya Tengah, Rabu malam pukul 20.30 Wita.
Karena lukanya cukup parah, korban Gede Suardana selanjutnya dirujuk ke RSUD Karangasem di Amlapura malam itu pukul 21.00 Wita. Kemudian, korban kembali dirujuk dari URSU Karangasem ke RSUP Sanglah, Rabu malampukul 23.00 Wita. Setelah sehari semalam menjalani perawatan di RSUP Sanglah, korban Gede Suardana akhirnya dinyatakan meninggal, Kamis malam pukul 23.00 Wita.
Jenazah korban Gede Suardana pun telah dibawa pulang ke rumah duka di Banjar Peninggaran, Desa Seraya Tengah, jumat Kemarin. Jenazah korban rencananya akan diabenkan keluarganya pada Soma Pon Ugu, Senin (4/11) lusa.
Menyusul tewasnya kortban Gede Suardana, segenap prajuru Desa Adat Seraya (yang mnewilayahi tiga desa dinas, yakni Desa Seraya Barat, desa Seraya Tengah, Desa Seraya Timur) sudah menggelar paruman Pura Bale Agung, Banjar Gambang, Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, Jumat malam pukul 20.30 Wita. Dalam paruman yang dipimpin langsung Bendesa Adat Seraya, Made Salin, tadi malam, prajuru membahas kelanjutan tradisi sakral Tari Dewa Mas (Tari Keris) yang selama ini rutin digelar saat piodalan di Pura Batu Telu.
Dalam paruman yang dihadiri pula Penyarikan Desa Adat Seraya I Ketut Wida, Baga Pawongan I Made Tingkes, dan Baga Parahyangan I Nyoman Suryana Wisata tadi malam, disepakati untuk memberikan tali kasih kepada keluarga korban Gede Suardana sebesar Rp 5 juta, guna meringankan biaya upacara. Selain itu, prajuru Desa Adat Seraya juga putuskan untuk menggelar upacara Guru Piduka pada Saniscara Umanis Bala, Sabtu (2/11) ini.
Korban Gede Suardana sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Nyoman Sulatri, 36, dan dua orang anak yang masih kecil. Kesehariannya, korban Gede Suardana bekerja sebagai pematung kayu. Sebelum musibah maut tewas tertancap keris saat menari, korban sempat menjual patung kayu seharga Rp 5 juta.
Peristiwa maut yang menimpa korban Gede Suardana merupakan kejadian kedua di Karangasem di mana penari tewas tertancap keris saat pentas dalam kurun 6 tahun terakhir. Korban terakir sebelumnya adalah I Gede Sudiartha, 48, penari Rangda asal Banjar Desa, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem, tewas tertembus keris dari tangan putra sulungnya, I Putu Putrawa, 24, saat puncak prosesi pasupati Tapel Rangda di Setra Desa Pakraman Subagan, 3 Desember 2013. *k16
Korban Gede Suardana tewas mengenaskan setelah luka sedalam 5 cm akibat tertusuk keris yang dimainkannya saat pentas sakral. Berdasarkan keyakinan krama setempat, korban terluka karena keris yang dipeganya diduga sempat jatuh. Jika tidak jatuh atau bersentuhan dengan keris penari lain, senjata tersebut tidak akan melukai yang memainkannya saat ritual ngurek (menusuk dada).
Informasi yang dihimpun NusaBali, usai persembahyangan piodalan di Pura Batu Telu, Rabu sore pukul 16.00 Wita, dilanjut dengan pentas tradisi sejumlah tarian sakral. Diawali dengan pementasan Tari Dewa Ayu untuk kaum istri (wanita) dan Tari Dewa Mas untuk kaum lanang (laki-laki), di mana penari wanita dan laki-laki berbaur.
Beberapa lama kemudian, sejumlah pragina (penari) lanang kerauhan. Nah, setelah diberikan keris, para penari lanang langsung menari. Setiap penari memegang dua bilah keris, yang masing-masing ditancapkan di dada kanan dan dada kiri saat ngurek. Penari kerauhan silih berganti. Setelah penari sebelumnya sadar, muncul lagi penari keris berikutnya.
Terhitung ada sekitar 25 penari keris yang kerauhan saat pentas sakral Tari Dewa Mas di Pura Batu Telu saat itu. Korban Gede Suardana adaloah penari keris paling akhir, Rabu malam.
Sesuai keyakinan krama Desa Adat Seraya, penari bisa saja kena musibah apabila saat menari, kerisnya sempat jatuh dan kemudian digunakan lagi. Musibah juga bisa terjadi jika keris sempat bersentuhan dengan keris penari lainnya. Pantangan lainnya, keris yang telah digunakan penari lain, tidak boleh serta merta digunakan penari berikutnya.
Menurut Bendesa Adat Seraya, I Made Salin, keris yang telah digunakan penari lain harus dimasukkan ke sarung aslinya terlebih dulu, sebelum digunakan kembali oleh penari berikutnya. “Keris yang digunakan korban Gede Suardana diduga sempat jatuh, hingga menebus dadanya saat digunakan,” ungkap Made Salin, Jumat (1/11).
Disebutkan, korban Gede Suardana terluka tusuk sedalam 5 cm di dada kanan. Begitu terluka dengan keris masih tertancap di dadanya, korban Gede Suardana langsung dipapah dua krama, yakni I Kadek Longoh dan I Wayan Subadra. Mereka berupaya menghentikan petas sakral Taru Dewa Mas-Dewa Ayu dengan meminta pamangku memercikkan tirta ke wajah korban Gede Suardana.
Selanjutnya, korban Gede Suardana yang terluka dibawa ka areal parkir motor yang berjarak 30 meter dari Pura Batu Telu. Dari situ, korban diantar ke Puskesmas Karangasem II yang berlokasi di Desa Seraya Tengah, Rabu malam pukul 20.30 Wita.
Karena lukanya cukup parah, korban Gede Suardana selanjutnya dirujuk ke RSUD Karangasem di Amlapura malam itu pukul 21.00 Wita. Kemudian, korban kembali dirujuk dari URSU Karangasem ke RSUP Sanglah, Rabu malampukul 23.00 Wita. Setelah sehari semalam menjalani perawatan di RSUP Sanglah, korban Gede Suardana akhirnya dinyatakan meninggal, Kamis malam pukul 23.00 Wita.
Jenazah korban Gede Suardana pun telah dibawa pulang ke rumah duka di Banjar Peninggaran, Desa Seraya Tengah, jumat Kemarin. Jenazah korban rencananya akan diabenkan keluarganya pada Soma Pon Ugu, Senin (4/11) lusa.
Menyusul tewasnya kortban Gede Suardana, segenap prajuru Desa Adat Seraya (yang mnewilayahi tiga desa dinas, yakni Desa Seraya Barat, desa Seraya Tengah, Desa Seraya Timur) sudah menggelar paruman Pura Bale Agung, Banjar Gambang, Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, Jumat malam pukul 20.30 Wita. Dalam paruman yang dipimpin langsung Bendesa Adat Seraya, Made Salin, tadi malam, prajuru membahas kelanjutan tradisi sakral Tari Dewa Mas (Tari Keris) yang selama ini rutin digelar saat piodalan di Pura Batu Telu.
Dalam paruman yang dihadiri pula Penyarikan Desa Adat Seraya I Ketut Wida, Baga Pawongan I Made Tingkes, dan Baga Parahyangan I Nyoman Suryana Wisata tadi malam, disepakati untuk memberikan tali kasih kepada keluarga korban Gede Suardana sebesar Rp 5 juta, guna meringankan biaya upacara. Selain itu, prajuru Desa Adat Seraya juga putuskan untuk menggelar upacara Guru Piduka pada Saniscara Umanis Bala, Sabtu (2/11) ini.
Korban Gede Suardana sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Nyoman Sulatri, 36, dan dua orang anak yang masih kecil. Kesehariannya, korban Gede Suardana bekerja sebagai pematung kayu. Sebelum musibah maut tewas tertancap keris saat menari, korban sempat menjual patung kayu seharga Rp 5 juta.
Peristiwa maut yang menimpa korban Gede Suardana merupakan kejadian kedua di Karangasem di mana penari tewas tertancap keris saat pentas dalam kurun 6 tahun terakhir. Korban terakir sebelumnya adalah I Gede Sudiartha, 48, penari Rangda asal Banjar Desa, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem, tewas tertembus keris dari tangan putra sulungnya, I Putu Putrawa, 24, saat puncak prosesi pasupati Tapel Rangda di Setra Desa Pakraman Subagan, 3 Desember 2013. *k16
Komentar