Bali Perlu Gerakan Kewirausahaan Terpadu
Hadapi Tantangan Lokal dan Global
Puluhan orang yang tergabung dalam wadah ‘Gema Sadu’ (Gerakan Masyarakat Kewirausahaan Terpadu) Bali berkumpul di Banjar Binoh, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Jumat (1/11) malam, membahas persoalan-persoalan yang dihadapi orang Bali terkait tantangan ekonomi.
DENPASAR, NusaBali
Tantangan dimaksud di antaranya orang Bali yang semakin konsumtif, perkembangan masif toko atau mini market berjejaring hingga ke pelosok pedesaan, sistem transaksi digital, termasuk angkutan online. Semuanya itu, jika tidak disikapi akan semakin meminggirkan dan mematikan usaha orang Bali.
Kesimpulannya, harus ada aksi dan komitmen kewirausahaan orang Bali sehingga perekonomian orang Bali tidak semakin keteter dan tergencet. Aksi itu dinamai Gerakan Masyarakat Kewirausahaan Terpadu.
Ketua I Gema Sadu Bali I Wayan Mirta, menegaskan tujuan Gema Sadu memang menciptakan simpul-simpul ekonomi di pedesaaan dan perkotaan melalui kelompok atau gerakan masyarakat berwirausaha dengan konsep oleh kita untuk kita. Kemudian menggugah dan mengembangkan jiwa entrepreneur masyarakat agar siap bersaing.
“Bukannya mengeluh, atau menyalahkan pihak lain, tetapi siap berkompetisi,” ujar Mirta, yang juga mantan Perbekel Ubung, Denpasar Utara.
Masyarakat Bali hendaknya tidak terjebak jadi konsumen semata, tetapi mampu menjadi pelaku dominan bidang ekonomi. Transformasi ekonomi konvensional ke ekonomi digital juga harus dipersiapkan. Serta perlunya membangun usaha berbasis banjar sebagai satuan komunitas di bawah yang jika dikelola dengan benar, akan menjadi kekuatan ekonomi yang mumpuni. “Gema Sadu ini akan diwujudkannya step by step,” kata mantan Ketua Forum Perbekel Kota Denpasar dan Bendahara Forum Perbekel/Lurah se– Bali, ini.
Meski belum memastikan waktunya, salah satu bentuk usaha Gema Sadu yang akan dirintis adalah usaha berbasis banjar. Sebagai satu komunitas terbawah, Mirta menegaskan, banjar punya potensi ekonomi yang mumpuni jika dikelola dengan benar. Misalnya dengan membangun mini market di banjar atau oleh banjar. Dengan keberadaan mini market milik banjar, tentunya ada komitmen dari warga banjar untuk berbelanja atau bertransaksi untuk menghidupkan mini market. Ini guna mengimbangi serbuan bisnis pasar modern berjejaring. Mini market berbasis banjar ini tentunya bisa diwariskan kepada ahli waris ayahan (keturunan). “Dari simulasi yang kami buat, ini prospektif,” tandas Mirta.
Sebagai pilot project atau percontohan, kata Mirta, akan dijajagi di Denpasar dan Badung. Untuk pembiayaan, akan ada penjajagan kemitraan dan sinergitas, dengan lembaga keuangan atau perbankan.
Sementara Wakil Ketua Divisi Kredit Bank BPD Bali I Nyoman Astawa, mengapresiasi rencana-rencana program usaha pemberdayaan ekonomi orang Bali lewat Gema Sadu. Menurutnya program tersebut menarik dan memiliki prospek bagus. Termasuk perkembangan ekonomi era digital yang berbasis teknologi.
Terkait dengan itu, Astawa memaparkan ketentuan dan hal-hal yang bertalian dengan kemitraan pembiayaan oleh bank. Pertama adalah subjek hukum yang jelas, kedua objek pembiayaan. Terus ketentuan lain pinjaman di atas Rp 50 juta wajib memiliki NPWP. “Hal-hal itu menjadi bahan pertimbangan dan diskusi, bagaimana caranya menyiasati syarat teknis,” ujarnya.
Syarat kedua, adalah pembiayaan tidak boleh sepenuhnya dari bank. Itu sesuai ketentuan OJK. Harus ada self financing dari calon debitur minimal 20 persen.
Astawa menambahkan, walau dari sisi kelayakan usaha memenuhi syarat, namun juga ada ketentuan, wajib ada jaminan. “Itu juga yang perlu didiskusikan,” tuturnya.
Dan kalau nanti lembaga Gema Sadu bisa menjadi wajib pajak, secara teknis Bank BPD bisa memberikan pembiayaan terhadap program Gema Sadu.
Untuk diketahui Gema Sadu Bali bermula dari keprihatinan terhadap berbagai persoalan, khususnya dalam bidang ekonomi orang Bali. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali menyumbang devisa yang tidak sedikit kepada negara. Ironisnya hal itu dirasakan tidak berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi masyarakat bawah.
“Hal ini yang menyebabkan kami orang-orang yang peduli terhadap masyarakat tersebut ingin berbuat menjaga, melestarikan adat tradisi dan budaya agar bisa lebih sejahtera dan punya kiprah sebagai pelaku ekonomi di Bali,” ujar Mirta.
Hal itu diiyakan Bendahara Gema Sadu Bali Nengah Suarjana. “Berawal dari kumpul-kumpul di Jalan Gunung Tangkuban Perahu (Denpasar),” ungkap Suarjana asal Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Karangasem, tentang rintisan awal pembentukan Gema Sadu Bali sejak 7 tahun lalu. *k17
Kesimpulannya, harus ada aksi dan komitmen kewirausahaan orang Bali sehingga perekonomian orang Bali tidak semakin keteter dan tergencet. Aksi itu dinamai Gerakan Masyarakat Kewirausahaan Terpadu.
Ketua I Gema Sadu Bali I Wayan Mirta, menegaskan tujuan Gema Sadu memang menciptakan simpul-simpul ekonomi di pedesaaan dan perkotaan melalui kelompok atau gerakan masyarakat berwirausaha dengan konsep oleh kita untuk kita. Kemudian menggugah dan mengembangkan jiwa entrepreneur masyarakat agar siap bersaing.
“Bukannya mengeluh, atau menyalahkan pihak lain, tetapi siap berkompetisi,” ujar Mirta, yang juga mantan Perbekel Ubung, Denpasar Utara.
Masyarakat Bali hendaknya tidak terjebak jadi konsumen semata, tetapi mampu menjadi pelaku dominan bidang ekonomi. Transformasi ekonomi konvensional ke ekonomi digital juga harus dipersiapkan. Serta perlunya membangun usaha berbasis banjar sebagai satuan komunitas di bawah yang jika dikelola dengan benar, akan menjadi kekuatan ekonomi yang mumpuni. “Gema Sadu ini akan diwujudkannya step by step,” kata mantan Ketua Forum Perbekel Kota Denpasar dan Bendahara Forum Perbekel/Lurah se– Bali, ini.
Meski belum memastikan waktunya, salah satu bentuk usaha Gema Sadu yang akan dirintis adalah usaha berbasis banjar. Sebagai satu komunitas terbawah, Mirta menegaskan, banjar punya potensi ekonomi yang mumpuni jika dikelola dengan benar. Misalnya dengan membangun mini market di banjar atau oleh banjar. Dengan keberadaan mini market milik banjar, tentunya ada komitmen dari warga banjar untuk berbelanja atau bertransaksi untuk menghidupkan mini market. Ini guna mengimbangi serbuan bisnis pasar modern berjejaring. Mini market berbasis banjar ini tentunya bisa diwariskan kepada ahli waris ayahan (keturunan). “Dari simulasi yang kami buat, ini prospektif,” tandas Mirta.
Sebagai pilot project atau percontohan, kata Mirta, akan dijajagi di Denpasar dan Badung. Untuk pembiayaan, akan ada penjajagan kemitraan dan sinergitas, dengan lembaga keuangan atau perbankan.
Sementara Wakil Ketua Divisi Kredit Bank BPD Bali I Nyoman Astawa, mengapresiasi rencana-rencana program usaha pemberdayaan ekonomi orang Bali lewat Gema Sadu. Menurutnya program tersebut menarik dan memiliki prospek bagus. Termasuk perkembangan ekonomi era digital yang berbasis teknologi.
Terkait dengan itu, Astawa memaparkan ketentuan dan hal-hal yang bertalian dengan kemitraan pembiayaan oleh bank. Pertama adalah subjek hukum yang jelas, kedua objek pembiayaan. Terus ketentuan lain pinjaman di atas Rp 50 juta wajib memiliki NPWP. “Hal-hal itu menjadi bahan pertimbangan dan diskusi, bagaimana caranya menyiasati syarat teknis,” ujarnya.
Syarat kedua, adalah pembiayaan tidak boleh sepenuhnya dari bank. Itu sesuai ketentuan OJK. Harus ada self financing dari calon debitur minimal 20 persen.
Astawa menambahkan, walau dari sisi kelayakan usaha memenuhi syarat, namun juga ada ketentuan, wajib ada jaminan. “Itu juga yang perlu didiskusikan,” tuturnya.
Dan kalau nanti lembaga Gema Sadu bisa menjadi wajib pajak, secara teknis Bank BPD bisa memberikan pembiayaan terhadap program Gema Sadu.
Untuk diketahui Gema Sadu Bali bermula dari keprihatinan terhadap berbagai persoalan, khususnya dalam bidang ekonomi orang Bali. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali menyumbang devisa yang tidak sedikit kepada negara. Ironisnya hal itu dirasakan tidak berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi masyarakat bawah.
“Hal ini yang menyebabkan kami orang-orang yang peduli terhadap masyarakat tersebut ingin berbuat menjaga, melestarikan adat tradisi dan budaya agar bisa lebih sejahtera dan punya kiprah sebagai pelaku ekonomi di Bali,” ujar Mirta.
Hal itu diiyakan Bendahara Gema Sadu Bali Nengah Suarjana. “Berawal dari kumpul-kumpul di Jalan Gunung Tangkuban Perahu (Denpasar),” ungkap Suarjana asal Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Karangasem, tentang rintisan awal pembentukan Gema Sadu Bali sejak 7 tahun lalu. *k17
Komentar