Diduga Persaingan, Industri Sawit ‘Diserang’
Sosialisasi dan edukasi informasi tentang sawit ke generasi milenial dimaksudkan untuk menepis tudingan miring di luar negeri.
DENPASAR, NusaBali
Dominasi Indonesia sebagai produsen minyak nabati dunia dari sawit mendapat serangan. Bentuknya kampanye-kampanye negatif, sehingga mempengaruhi reputasi sawit di masyarakat. Karenanya stakeholder industri persawitan berupaya melakukan sosialisasi dan edukasi informasi tentang sawit ke masyarakat, terutama di kalangan generasi milenial.
Hal tersebut disampaikan Kepala Divisi Perusahan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Achmad Maulizal Sutawijaya, menyusul pelaksanaan Bali Amazing Race Sawit Hunt 2019 di Monumen Bajra Sandhi Renon, Denpasar, Sabtu (2/11/2019). “Ya ini saya kira lebih pada persaingan,” ujar Maulizal Sutawijaya.
Karena itu dia berharap kalangan muda termasuk generasi milenial di Bali mengerti dan memahami tentang kelapa sawit dengan segala produknya. Intinya produk-produk kelapa sawit seperti minyak dan produk turunannya, tidaklah seperti apa yang diinformasikan secara keliru oleh pihak yang berkepentingan.
Dia merujuk manfaat kelapa sawit yang tidak saja diproduksi menjadi minyak, tetapi juga produk-produk turunan lain seperti makanan, sabun, shampo, kosmetik dan lainnya termasuk sebagai bagian program energi terbarukan Indonesia dengan pengembangan atau biodiesel.
Kelapa sawit masuk ke Indonesia lebih dari 200 tahun silam.Penanaman pertama kali dilakukan di Aceh kemudian di Kebun Raya Bogor. Bukan oleh orang Belanda, tetapi orang Belgia. “Sektor kelapa sawit merupakan komoditas yang memberikan ekspor dalam jumlah dalam jumlah besar ke APBN. Tahun 2018 lalu, devisa dari sektor kelapa sawit sebesar 21 miliar dollar,”ujar Ketua Bidang GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Tofan Mahdi.
Jumlah devisa tersebut mengalahkan pendapatan dari ekspor minyak dan sektor pariwisata. Belum lagi penyediaan dan penyerapan tenaga kerja.
Dia menegaskan informasi miring tentang kelapa sawit, tidak terlepas dari persaingan Indonesia sebagai produsen minyak nabati (sawit) dengan negara-negara lain yang tergolong maju, yang juga produsen minyak nabati dengan bahan baku non sawit. Di antaranya sunflower dan lainnya.*k17
Hal tersebut disampaikan Kepala Divisi Perusahan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Achmad Maulizal Sutawijaya, menyusul pelaksanaan Bali Amazing Race Sawit Hunt 2019 di Monumen Bajra Sandhi Renon, Denpasar, Sabtu (2/11/2019). “Ya ini saya kira lebih pada persaingan,” ujar Maulizal Sutawijaya.
Karena itu dia berharap kalangan muda termasuk generasi milenial di Bali mengerti dan memahami tentang kelapa sawit dengan segala produknya. Intinya produk-produk kelapa sawit seperti minyak dan produk turunannya, tidaklah seperti apa yang diinformasikan secara keliru oleh pihak yang berkepentingan.
Dia merujuk manfaat kelapa sawit yang tidak saja diproduksi menjadi minyak, tetapi juga produk-produk turunan lain seperti makanan, sabun, shampo, kosmetik dan lainnya termasuk sebagai bagian program energi terbarukan Indonesia dengan pengembangan atau biodiesel.
Kelapa sawit masuk ke Indonesia lebih dari 200 tahun silam.Penanaman pertama kali dilakukan di Aceh kemudian di Kebun Raya Bogor. Bukan oleh orang Belanda, tetapi orang Belgia. “Sektor kelapa sawit merupakan komoditas yang memberikan ekspor dalam jumlah dalam jumlah besar ke APBN. Tahun 2018 lalu, devisa dari sektor kelapa sawit sebesar 21 miliar dollar,”ujar Ketua Bidang GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Tofan Mahdi.
Jumlah devisa tersebut mengalahkan pendapatan dari ekspor minyak dan sektor pariwisata. Belum lagi penyediaan dan penyerapan tenaga kerja.
Dia menegaskan informasi miring tentang kelapa sawit, tidak terlepas dari persaingan Indonesia sebagai produsen minyak nabati (sawit) dengan negara-negara lain yang tergolong maju, yang juga produsen minyak nabati dengan bahan baku non sawit. Di antaranya sunflower dan lainnya.*k17
1
Komentar