3 Anak Tamatan SD Tak Melanjutkan
Anak putus sekolah di semua jenjang pendidikan di Desa Panji mencapai 50 orang.
Terkendala Ekonomi dan Jarak Sekolah
SINGARAJA, NusaBali
Tiga anak lulusa SDN 5 Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tidak melanjutkan ke jenjang SMP. Karena kondisi ekonomi keluarga yang lemah, dan jarak dari rumah ke SMP terdekat relatif jauh. hingga belasan kilometer.
Mereka yakni Kadek Adi Ariani, Putu Budi Artawan dan Luh Suryani, dari Banjar Dinas Mekar Sari, Desa Panji. Sejak dinyatakan lulus SD, ketiganya melaporkan diri kepada kepala sekolah, bahwa mereka tidak akan melanjutkan ke SMP. Alasannya, ekonomi orangtua mereka lemah. Mereka tidak ada yang mengantarkan ke sekolah terdekat yakni SMPN 4 Sukasada di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Buleleng, sekitar 18 kilometer dari rumah mereka.
Kepala SDN 5 Panji I Gusti Ngurah Bagus Suradnyana, Selasa (19/7), berkunjung ke salah satu mantan siswanya itu. Ia mengaku, selama ini pihak sekolah sudah berusaha berkali-kali untuk membujuk keluarga dan anak itu agar melanjutkan ke SMP. “Tetapi dari kunjungan yang kami lakukan terdahulu, mereka terutama terkendala jarak tempuh ke sekolah yang berkisar belasan kilometr dari rumah. Sedangkan sepeda motor kalaupun ada dipakai orang tua mereka untuk bekerja,” ujar Suradnyana.
Seperti dialami oleh Luh Suryani,12. Bocah yang masih lugu ini sejak empat tahun yang lalu ditinggalkan oleh ayahnya, Ketut Merta. Sedangkan ibunya, Kadek Ayu, dua tahun lalu meninggalkan Luh Suryani untuk menikah lagi. Ia dan kedua adiknya diasuh dan tinggal bersama pamannya Nyoman Mertawan.
Ia pun menuruti kemauan neneknya yang melarangnya bersekolah lagi. Karena saat ini beban pamannya Mertawan sudah bertambah untuk membiayai hidupnya dan adik-adiknya. Sedangkan situasi perekonomian keluarga mereka juga hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Adiknya, Kadek Sriasih,9, juga putus sekolah saat duduk di kelas I SD. Karena mereka bekerja sebagai buruh ngorek (memungut sisa panen, Red) cengkeh. Kegiatan tambahan dua bersaudara tersebut pun dilakukan saat ada musim cengkeh di desanya. “Kalau musim cengkeh biasanya habis pulang sekolah saya bekerja diajak orang untuk mencari bunga cengkih yang jatuh di bawah pohon saat dipanen,” akunya sambil menyeka air mata. Ia tampak kurus dan lusuh. Jika hari libur sekolah, ia bekerja full seharian mulai pukul 09.00-18.00 Wita. Sehari ngorek cengkeh bisa mendapatkan 1 - 2 kilogram dengan harga Rp 15.000/kilogram.
Hasil ngorek cengkeh itu dititipkan kepada neneknya. Sriasih pun tidak mau lagi bersekolah. Kakaknya, Luh Suryani sering menasihati agar ia kembali bersekolah. Namun, saat akan ke sekolah, Sriasih selalu jatuh sakit. Sedangkan adik bungsunya, Komang Susila Darmayasa, berusia 6 tahun.
Mertawan menginginkan keponakannya itu melanjutkan sekolah hingga SMP. Masalah Luh Suryani yang tidak mau bersekolah lantaran dilarang sang nenek, Mertawan pun mengaku akan mengizinkan jika Suryani memang benar-benar ingin sekolah. “Saya akan usahakan untuk antar-jemput ke sekolah barunya nanti,” kata pria yang buruh bangunan ini.
Dua siswa lainnya, Kadek Adi Ariani dan Putu Budi Artawan, juga bernasib sama. Hanya, keduanya lebih beruntung dari Suryani, karena masih ada dua orangtuanya. Perbekel Panji Nyoman Sutama mengatakan jumlah anak putus sekolah di semua jenjang pendidikan di Desa Panji mencapai 50 orang. Khusus di Banjar Dinas Mekar Sari ada 20 anak putus sekolah.
Ia mengaku tidak dapat berbuat apa-apa. Karena anggaran desa yang dimiliki tidak dapat digunakan untuk program membantu fasilitas anak-anak putus sekolah. “Kami dari desa hanya bisa memberikan dukungan moril dan memfasilitasi pelaporan ke Pemkab Buleleng,” jelasnya. * k23
SINGARAJA, NusaBali
Tiga anak lulusa SDN 5 Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tidak melanjutkan ke jenjang SMP. Karena kondisi ekonomi keluarga yang lemah, dan jarak dari rumah ke SMP terdekat relatif jauh. hingga belasan kilometer.
Mereka yakni Kadek Adi Ariani, Putu Budi Artawan dan Luh Suryani, dari Banjar Dinas Mekar Sari, Desa Panji. Sejak dinyatakan lulus SD, ketiganya melaporkan diri kepada kepala sekolah, bahwa mereka tidak akan melanjutkan ke SMP. Alasannya, ekonomi orangtua mereka lemah. Mereka tidak ada yang mengantarkan ke sekolah terdekat yakni SMPN 4 Sukasada di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Buleleng, sekitar 18 kilometer dari rumah mereka.
Kepala SDN 5 Panji I Gusti Ngurah Bagus Suradnyana, Selasa (19/7), berkunjung ke salah satu mantan siswanya itu. Ia mengaku, selama ini pihak sekolah sudah berusaha berkali-kali untuk membujuk keluarga dan anak itu agar melanjutkan ke SMP. “Tetapi dari kunjungan yang kami lakukan terdahulu, mereka terutama terkendala jarak tempuh ke sekolah yang berkisar belasan kilometr dari rumah. Sedangkan sepeda motor kalaupun ada dipakai orang tua mereka untuk bekerja,” ujar Suradnyana.
Seperti dialami oleh Luh Suryani,12. Bocah yang masih lugu ini sejak empat tahun yang lalu ditinggalkan oleh ayahnya, Ketut Merta. Sedangkan ibunya, Kadek Ayu, dua tahun lalu meninggalkan Luh Suryani untuk menikah lagi. Ia dan kedua adiknya diasuh dan tinggal bersama pamannya Nyoman Mertawan.
Ia pun menuruti kemauan neneknya yang melarangnya bersekolah lagi. Karena saat ini beban pamannya Mertawan sudah bertambah untuk membiayai hidupnya dan adik-adiknya. Sedangkan situasi perekonomian keluarga mereka juga hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Adiknya, Kadek Sriasih,9, juga putus sekolah saat duduk di kelas I SD. Karena mereka bekerja sebagai buruh ngorek (memungut sisa panen, Red) cengkeh. Kegiatan tambahan dua bersaudara tersebut pun dilakukan saat ada musim cengkeh di desanya. “Kalau musim cengkeh biasanya habis pulang sekolah saya bekerja diajak orang untuk mencari bunga cengkih yang jatuh di bawah pohon saat dipanen,” akunya sambil menyeka air mata. Ia tampak kurus dan lusuh. Jika hari libur sekolah, ia bekerja full seharian mulai pukul 09.00-18.00 Wita. Sehari ngorek cengkeh bisa mendapatkan 1 - 2 kilogram dengan harga Rp 15.000/kilogram.
Hasil ngorek cengkeh itu dititipkan kepada neneknya. Sriasih pun tidak mau lagi bersekolah. Kakaknya, Luh Suryani sering menasihati agar ia kembali bersekolah. Namun, saat akan ke sekolah, Sriasih selalu jatuh sakit. Sedangkan adik bungsunya, Komang Susila Darmayasa, berusia 6 tahun.
Mertawan menginginkan keponakannya itu melanjutkan sekolah hingga SMP. Masalah Luh Suryani yang tidak mau bersekolah lantaran dilarang sang nenek, Mertawan pun mengaku akan mengizinkan jika Suryani memang benar-benar ingin sekolah. “Saya akan usahakan untuk antar-jemput ke sekolah barunya nanti,” kata pria yang buruh bangunan ini.
Dua siswa lainnya, Kadek Adi Ariani dan Putu Budi Artawan, juga bernasib sama. Hanya, keduanya lebih beruntung dari Suryani, karena masih ada dua orangtuanya. Perbekel Panji Nyoman Sutama mengatakan jumlah anak putus sekolah di semua jenjang pendidikan di Desa Panji mencapai 50 orang. Khusus di Banjar Dinas Mekar Sari ada 20 anak putus sekolah.
Ia mengaku tidak dapat berbuat apa-apa. Karena anggaran desa yang dimiliki tidak dapat digunakan untuk program membantu fasilitas anak-anak putus sekolah. “Kami dari desa hanya bisa memberikan dukungan moril dan memfasilitasi pelaporan ke Pemkab Buleleng,” jelasnya. * k23
1
Komentar