Pajak dan Izin Berbelit, Investor Malas Masuk RI
Indonesia disebut bukan menjadi negara tujuan relokasi dari China.
JAKARTA, NusaBali
China justru memilih negara tetangga seperti Vietnam, Thailand sampai Malaysia. Apa saja penyebabnya Indonesia tak dilirik?
Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menjelaskan ada beberapa alasan investor tak mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Dia menyebutkan hal ini tercermin dari ease of doing business (EODB) yang masih stagnan di ranking 73.
"Kenapa kita nggak bisa naik? Kita masih punya banyak PR apalagi untuk investor yang mau mulai bisnis, proses perizinannya itu lama," kata Esther dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/11) seperti dilansir detik.
Selain itu, proses perizinan di Indonesia untuk memulai bisnis terbilang lama yakni sekitar 20 hari. Lalu untuk izin konstruksi dibutuhkan waktu 200 hari karena itu Indonesia menduduki ranking 112.
Sementara itu untuk perizinan listrik membutuhkan waktu sekitar 34 hari dengan biaya yang cukup besar.
"Untuk perizinan properti itu kita ranking 100 dan butuh waktu sekitar 27,6 hari. Kemudian untuk administrasi pertanahan kita berada di posisi 14,5 dari skala 0-30," ujar dia.
Setelah itu ranking kredit di Indonesia sekitar 58,2 persen. Jadi dari 100 orang yang mengajukan kredit hanya sekitar 58 orang yang disetujui.
Menurut Esther pekerjaan besar yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana caranya melindungi investor-investor yang ingin masuk ke Indonesia. Yakni dengan transparansi kebijakan pemerintah.
Terakhir masalah pajak juga menjadi penyebab sulitnya investor berinvestasi. "Di sini investor harus bayar pajak 42 kali dalam setahun, itu bayangkan banyak sekali," ujar dia.
Menurut Esther dibutuhkan insentif untuk para investor agar bisa menyerap tenaga kerja dengan pembukaan pabrik. Sehingga ada tempat untuk pembuatan produk dan Indonesia tak hanya menjadi pasar. *
Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menjelaskan ada beberapa alasan investor tak mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Dia menyebutkan hal ini tercermin dari ease of doing business (EODB) yang masih stagnan di ranking 73.
"Kenapa kita nggak bisa naik? Kita masih punya banyak PR apalagi untuk investor yang mau mulai bisnis, proses perizinannya itu lama," kata Esther dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/11) seperti dilansir detik.
Selain itu, proses perizinan di Indonesia untuk memulai bisnis terbilang lama yakni sekitar 20 hari. Lalu untuk izin konstruksi dibutuhkan waktu 200 hari karena itu Indonesia menduduki ranking 112.
Sementara itu untuk perizinan listrik membutuhkan waktu sekitar 34 hari dengan biaya yang cukup besar.
"Untuk perizinan properti itu kita ranking 100 dan butuh waktu sekitar 27,6 hari. Kemudian untuk administrasi pertanahan kita berada di posisi 14,5 dari skala 0-30," ujar dia.
Setelah itu ranking kredit di Indonesia sekitar 58,2 persen. Jadi dari 100 orang yang mengajukan kredit hanya sekitar 58 orang yang disetujui.
Menurut Esther pekerjaan besar yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana caranya melindungi investor-investor yang ingin masuk ke Indonesia. Yakni dengan transparansi kebijakan pemerintah.
Terakhir masalah pajak juga menjadi penyebab sulitnya investor berinvestasi. "Di sini investor harus bayar pajak 42 kali dalam setahun, itu bayangkan banyak sekali," ujar dia.
Menurut Esther dibutuhkan insentif untuk para investor agar bisa menyerap tenaga kerja dengan pembukaan pabrik. Sehingga ada tempat untuk pembuatan produk dan Indonesia tak hanya menjadi pasar. *
Komentar