Pedagang Pasar Darurat Banyuasri Bakal Kembalikan Hak Usaha
Pengunjung sepi, sementara tiap bulan harus bayar ratusan ribu, membuat pedagang berniat akan menyerahkan kembali sertifikat hak pemakaian tempat usaha (SHPTU).
SINGARAJA, NusaBali
Kondisi sepi pedagang di Pasar Darurat, areal Terminal Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, mulai terkuak. Pedagang enggan berjulan karena kondisi bangunan Pasar Darurat dinilai kurang layak. Kini, para pedagang tersebut berniat mengembalikan sertifikat hak pemakaian tempat usaha (SHPTU) ke PD Pasar. PD Pasar pun akan membawa persoalan tersebut ke Badan Pengawas PD Pasar.
Informasi dihimpun, keinginan mengembalikan SHPTU itu muncul dari sejumlah pedagang, karena sejak dipindah penjualan sulit laku. Sampai akhirnya mereka memutuskan menutup jualan mereka di Pasar Darurat. Beberapa di antara mereka memilih mengontrak tempat jualan di tempat lain. “Jangankan ada pembeli, sekadar orang lewat saja tidak ada. Makanya kami tutup, pindah jualan di luar ngontrak tempat. Hampir semua pedagang memilih jualan di luar, ketimbang merugi, lebih baik mengadu nasib di luar,” ungkap salah satu pedagang kepada NusaBali, Minggu (10/11/2019).
Nah, karena tidak memakai tempat seperti kios dan ruko di Pasar Darurat, SHPTU mereka kembalikan agar tidak kena kewajiban membayar sewa tempat. Pengembalian SHPTU itu sifatnya sementara, sehingga mereka tetap tercatat sebagai pedagang Pasar Banyuasri. “Lumayan kewajibannya tiap bulannya sampai di atas Rp 500.000. Karena sewa tempat, listrik, keamanan dan cukai harian. Kalau ini terus kami pegang SHPTU itu berarti kami tetap harus membayar kewajiban itu. Sedang kami sudah tidak bisa jualan lagi di Pasar Darurat,” aku pedagang lainnya.
Sekadar dicatat, Pemkab Buleleng membangun Pasar Darurat dengan jumlah tempat jualan sebanyak 148 unit, rinciannya 56 unit bagi pedagang kios dan 92 unit bagi pedagang ruko. Kala itu anggaran pembangunan Pasar Darurat mencapai Rp 1 miliar. Pasar Darurat disiapkan, karena Pasar Banyuasri sedang dibangun ulang (revitalisasi,Red) dengan jangka waktu pembiayaan selama dua tahun. Sehingga para pedagang dipindah ke lokasi Pasar Darurat dengan jangka waktu dua tahun.
Proses pemindahan pedagang Pasar Banyuasri ke Pasar Darurat telah berlangsung akhir Agustus 2019 lalu. Proses pemindahan ini dilaksanakan dengan pengundian tempat jualan. Pasca pemindahan, ternyata hamper semua pedagang tidak menempati tempat jualan di Pasar Darurat.
Direktur Utama (Dirut) PD Pasar, Made Agus Yudiarsana dikonfirmasi per telepon Minggu malam mengakui ada keluhan pedagang di Pasar Darurat areal Terminal Banyuasri. Dia pun menyadari keluhan para pedagang, hingga berniat mengembalikan SHPTU untuk sementara. “Memang ada penyampaian seperti itu (kembalikan SHPTU,Red) dari unit pasar. Ini akan kami pastikan dulu, karena jumlah pedagang kan banyak. Kami menyadari sikap pedagang, hingga kios dan beberapa ruko di Pasar Darurat itu tutup,” katanya.
Menurut Agus Yudiarsana, pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas PD Pasar, membahas keluhan dan keinginan para pedagang kembalikan SHPTU. Bila SHPTU diizinkan untuk sementara dikembalikan, berarti risikonya tidak bisa lagi memungut kewajiban pedagang. *k19
Informasi dihimpun, keinginan mengembalikan SHPTU itu muncul dari sejumlah pedagang, karena sejak dipindah penjualan sulit laku. Sampai akhirnya mereka memutuskan menutup jualan mereka di Pasar Darurat. Beberapa di antara mereka memilih mengontrak tempat jualan di tempat lain. “Jangankan ada pembeli, sekadar orang lewat saja tidak ada. Makanya kami tutup, pindah jualan di luar ngontrak tempat. Hampir semua pedagang memilih jualan di luar, ketimbang merugi, lebih baik mengadu nasib di luar,” ungkap salah satu pedagang kepada NusaBali, Minggu (10/11/2019).
Nah, karena tidak memakai tempat seperti kios dan ruko di Pasar Darurat, SHPTU mereka kembalikan agar tidak kena kewajiban membayar sewa tempat. Pengembalian SHPTU itu sifatnya sementara, sehingga mereka tetap tercatat sebagai pedagang Pasar Banyuasri. “Lumayan kewajibannya tiap bulannya sampai di atas Rp 500.000. Karena sewa tempat, listrik, keamanan dan cukai harian. Kalau ini terus kami pegang SHPTU itu berarti kami tetap harus membayar kewajiban itu. Sedang kami sudah tidak bisa jualan lagi di Pasar Darurat,” aku pedagang lainnya.
Sekadar dicatat, Pemkab Buleleng membangun Pasar Darurat dengan jumlah tempat jualan sebanyak 148 unit, rinciannya 56 unit bagi pedagang kios dan 92 unit bagi pedagang ruko. Kala itu anggaran pembangunan Pasar Darurat mencapai Rp 1 miliar. Pasar Darurat disiapkan, karena Pasar Banyuasri sedang dibangun ulang (revitalisasi,Red) dengan jangka waktu pembiayaan selama dua tahun. Sehingga para pedagang dipindah ke lokasi Pasar Darurat dengan jangka waktu dua tahun.
Proses pemindahan pedagang Pasar Banyuasri ke Pasar Darurat telah berlangsung akhir Agustus 2019 lalu. Proses pemindahan ini dilaksanakan dengan pengundian tempat jualan. Pasca pemindahan, ternyata hamper semua pedagang tidak menempati tempat jualan di Pasar Darurat.
Direktur Utama (Dirut) PD Pasar, Made Agus Yudiarsana dikonfirmasi per telepon Minggu malam mengakui ada keluhan pedagang di Pasar Darurat areal Terminal Banyuasri. Dia pun menyadari keluhan para pedagang, hingga berniat mengembalikan SHPTU untuk sementara. “Memang ada penyampaian seperti itu (kembalikan SHPTU,Red) dari unit pasar. Ini akan kami pastikan dulu, karena jumlah pedagang kan banyak. Kami menyadari sikap pedagang, hingga kios dan beberapa ruko di Pasar Darurat itu tutup,” katanya.
Menurut Agus Yudiarsana, pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas PD Pasar, membahas keluhan dan keinginan para pedagang kembalikan SHPTU. Bila SHPTU diizinkan untuk sementara dikembalikan, berarti risikonya tidak bisa lagi memungut kewajiban pedagang. *k19
1
Komentar