Denpasar Hanya Raih Satu Penghargaan Widya Kusuma
Dari 10 nama penerima penghargaan Widya Kusuma bidang Pendidikan di Bali, Denpasar hanya bisa mengukir satu prestasi untuk tingkat Sekolah Dasar (SD).
DENPASAR, NusaBali
Itupun berasal dari sekolah swasta. Adalah Komang Edi Putra SAg, Kepala SD Bali Public School (BPS) yang mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang pendidikan itu. Ditemui di ruang kerjanya, Rabu (20/7) kemarin, Edi demikian ia disapa, mengaku bersyukur menjadi satu-satunya kepala sekolah yang mendapat penghargaan di Denpasar. Untuk mencapainya, pria kelahiran Jembrana, 8 Agustus 1983 ini melewati proses seleksi yang ketat. Semua kepala SD baik swasta maupun negeri, sejatinya punya kesempatan yang sama bisa ikut seleksi. Namun hanya yang memenuhi syaratlah yang lolos. "Sebelum seleksi provinsi, ada proses seleksi di tingkat gugus, kecamatan dan kota. Dari tahapan itu semua kepsek berpeluang," ungkap alumni IHDN Denpasar ini.
Pilihan jatuh untuk nama Edi Putra, diperkirakan karena sekolah yang dipimpinnya punya program khas. Salah satunya kelas yoga. "Sejak awal sekolah ini berdiri sudah mengembangkan yoga. Hingga akhirnya saat ini semua sekolah di Denpasar mengajarkan yoga, berkat instruksi Walikota," ujarnya yang turut andil dalam penyusunan kurikulum yoga ini.
Selain itu, pihaknya juga memiliki program pengembangan karakter, disiplin anak, dan kerjasama dengan orangtua. Sementara dari sisi seleksi administrasi, cukup banyak yang harus dipersiapkan seperti portofolio profil pribadi, portofolio profil sekolah serta bukti fisik pendukung. Yang paling diingatnya yakni saat seleksi wawancara yang melibatkan guru besar dari beberapa perguruan tinggi ternama di Bali. "Saya ditanya, kenapa guru agama bisa jadi kepsek?," kenangnya. Menurutnya, pertanyaan serupa tak hanya dilontarkan pada saat seleksi. Melainkan setiap ia berbincang dengan siapapun. Beruntung, Edi yang membekali diri dengan keahlian berbahasa asing, menguasai teknologi informasi serta ilmu manajemen, berhasil menepis anggapan bahwa lulusan IHDN hanya bisa 'memantra' atau hanya akan jadi 'pamangku'. "Tentu saya belajar dan mengisi diri, sehingga saya bisa buktikan bahwa saya bisa," jelasnya yang mengawali karir di BPS sebagai guru Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) ini. Berangkat dari guru TIK, karir Edi merangkak naik mulai dengan menjabat Kepala Lab Komputer, Wakasek Kehumasan, dan Wakasek Kurikulum hingga akhirnya pada pemilihan kepala sekolah, Edi terpilih berkat kemampuan berbahasa asing. * nv
Itupun berasal dari sekolah swasta. Adalah Komang Edi Putra SAg, Kepala SD Bali Public School (BPS) yang mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang pendidikan itu. Ditemui di ruang kerjanya, Rabu (20/7) kemarin, Edi demikian ia disapa, mengaku bersyukur menjadi satu-satunya kepala sekolah yang mendapat penghargaan di Denpasar. Untuk mencapainya, pria kelahiran Jembrana, 8 Agustus 1983 ini melewati proses seleksi yang ketat. Semua kepala SD baik swasta maupun negeri, sejatinya punya kesempatan yang sama bisa ikut seleksi. Namun hanya yang memenuhi syaratlah yang lolos. "Sebelum seleksi provinsi, ada proses seleksi di tingkat gugus, kecamatan dan kota. Dari tahapan itu semua kepsek berpeluang," ungkap alumni IHDN Denpasar ini.
Pilihan jatuh untuk nama Edi Putra, diperkirakan karena sekolah yang dipimpinnya punya program khas. Salah satunya kelas yoga. "Sejak awal sekolah ini berdiri sudah mengembangkan yoga. Hingga akhirnya saat ini semua sekolah di Denpasar mengajarkan yoga, berkat instruksi Walikota," ujarnya yang turut andil dalam penyusunan kurikulum yoga ini.
Selain itu, pihaknya juga memiliki program pengembangan karakter, disiplin anak, dan kerjasama dengan orangtua. Sementara dari sisi seleksi administrasi, cukup banyak yang harus dipersiapkan seperti portofolio profil pribadi, portofolio profil sekolah serta bukti fisik pendukung. Yang paling diingatnya yakni saat seleksi wawancara yang melibatkan guru besar dari beberapa perguruan tinggi ternama di Bali. "Saya ditanya, kenapa guru agama bisa jadi kepsek?," kenangnya. Menurutnya, pertanyaan serupa tak hanya dilontarkan pada saat seleksi. Melainkan setiap ia berbincang dengan siapapun. Beruntung, Edi yang membekali diri dengan keahlian berbahasa asing, menguasai teknologi informasi serta ilmu manajemen, berhasil menepis anggapan bahwa lulusan IHDN hanya bisa 'memantra' atau hanya akan jadi 'pamangku'. "Tentu saya belajar dan mengisi diri, sehingga saya bisa buktikan bahwa saya bisa," jelasnya yang mengawali karir di BPS sebagai guru Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) ini. Berangkat dari guru TIK, karir Edi merangkak naik mulai dengan menjabat Kepala Lab Komputer, Wakasek Kehumasan, dan Wakasek Kurikulum hingga akhirnya pada pemilihan kepala sekolah, Edi terpilih berkat kemampuan berbahasa asing. * nv
Komentar