Pengangkatan Guru Honorer Jadi Tenaga Kontrak Distop
Rencana Pemkab Jembrana untuk secara bertahap mengangkat guru honorer tingkat SD dan SMP menjadi tenaga kontrak daerah yang digulirkan mulai 2017 lalu, distop.
NEGARA, NusaBali
Dihentikannya pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak itu dilakukan pemkab karena terbentur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018.
Hal itu mengemuka dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jembrana dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Jembrana, membahas rancangan APBD 2020, di ruang sidang utama DPRD Jembrana, Senin (11/11) sore. Rancangan pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak, dengan tujuan memberikan penghasilan lebih kepada guru honorer, sempat ditanyakan anggota Banggar I Ketut Sadwi Darmawan. Pasalnya dari pembahasan terakhir semasih posisi Kadis Dikpora Jembana dijabat almarhum I Putu Eka Suarnama, pada 2018 lalu, ada target menuntaskan pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak pada 2020.
Sekda Jembrana selaku Ketua TPAD Jembrana I Made Sudiada, mengakui pihaknya tidak melanjutkan atau menyediakan anggaran pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak, karena terbentur PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam PP tersebut ada larangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ataupun pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah melakukan pengangkatan pegawai non PNS ataupun pegawai non Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sementara Kadis Dikpora Jembrana Ni Nengah Wartini, mengakui sesuai data pokok pendidikan (Dapodik), jumlah guru abdi atau guru honorer saat ini masih sebanyak 291 orang yang terdiri dari 256 guru honorer SD dan 35 guru honorer SMP. Para guru honorer yang diupah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), itu rata-rata menerima upah antara Rp 300.000 – Rp 400.000 per bulan. Sedangkan guru SD dan SMP yang sudah berstatus tenaga kontrak, ada sebanyak 651 orang, dengan menerima upah Rp 1 juta per bulan.
Menurut Wartini, keberadaan guru honorer itu sangat membantu menutupi kekurangan PNS di sekolah-sekolah. Sesuai data terakhir, tercatat masih terjadi kekurangan sebanyak 853 PNS di SD serta 268 PNS di SMP, atau total kekurangan sebanyak 1.121 PNS di SD dan SMP se-Jembrana. “Karena aturan tidak memperbolehkan, kami tidak menyiapkan anggaran pengangkatan kontrak. Meskipun sebenarnya kami sependapat dengan dewan, agar para guru honor itu bisa mendapat penghasilan lebih layak,” ucapnya.
Tetapi, sambung Wartini, adanya PP Nomor 49 Tahun 2018 yang ditandatangani per November 2018 lalu, itu juga menjadi angin segar bagi para guru non-PNS yang sudah lama mengabdi. Pada aturan tersebut tercantum pegawai non-PNS yang sudah mengabdi minimal 5 tahun, bisa diangkat sebagai PPPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Mereka tetap akan mengikuti seleksi administrasi maupun tes kompetensi, tetapi diprioritaskan. Mungkin, syarat umurnya tidak dibatasi. Tetapi bagaimana mekanisme dan kapan dibuka, itu kembali tergantung pusat. Kalau informasi terakhir, untuk rekrutmen PPPK itu rencananya dibuka mulai tahun depan,” ujarnya. *ode
Hal itu mengemuka dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jembrana dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Jembrana, membahas rancangan APBD 2020, di ruang sidang utama DPRD Jembrana, Senin (11/11) sore. Rancangan pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak, dengan tujuan memberikan penghasilan lebih kepada guru honorer, sempat ditanyakan anggota Banggar I Ketut Sadwi Darmawan. Pasalnya dari pembahasan terakhir semasih posisi Kadis Dikpora Jembana dijabat almarhum I Putu Eka Suarnama, pada 2018 lalu, ada target menuntaskan pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak pada 2020.
Sekda Jembrana selaku Ketua TPAD Jembrana I Made Sudiada, mengakui pihaknya tidak melanjutkan atau menyediakan anggaran pengangkatan guru honorer menjadi tenaga kontrak, karena terbentur PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam PP tersebut ada larangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ataupun pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah melakukan pengangkatan pegawai non PNS ataupun pegawai non Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sementara Kadis Dikpora Jembrana Ni Nengah Wartini, mengakui sesuai data pokok pendidikan (Dapodik), jumlah guru abdi atau guru honorer saat ini masih sebanyak 291 orang yang terdiri dari 256 guru honorer SD dan 35 guru honorer SMP. Para guru honorer yang diupah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), itu rata-rata menerima upah antara Rp 300.000 – Rp 400.000 per bulan. Sedangkan guru SD dan SMP yang sudah berstatus tenaga kontrak, ada sebanyak 651 orang, dengan menerima upah Rp 1 juta per bulan.
Menurut Wartini, keberadaan guru honorer itu sangat membantu menutupi kekurangan PNS di sekolah-sekolah. Sesuai data terakhir, tercatat masih terjadi kekurangan sebanyak 853 PNS di SD serta 268 PNS di SMP, atau total kekurangan sebanyak 1.121 PNS di SD dan SMP se-Jembrana. “Karena aturan tidak memperbolehkan, kami tidak menyiapkan anggaran pengangkatan kontrak. Meskipun sebenarnya kami sependapat dengan dewan, agar para guru honor itu bisa mendapat penghasilan lebih layak,” ucapnya.
Tetapi, sambung Wartini, adanya PP Nomor 49 Tahun 2018 yang ditandatangani per November 2018 lalu, itu juga menjadi angin segar bagi para guru non-PNS yang sudah lama mengabdi. Pada aturan tersebut tercantum pegawai non-PNS yang sudah mengabdi minimal 5 tahun, bisa diangkat sebagai PPPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Mereka tetap akan mengikuti seleksi administrasi maupun tes kompetensi, tetapi diprioritaskan. Mungkin, syarat umurnya tidak dibatasi. Tetapi bagaimana mekanisme dan kapan dibuka, itu kembali tergantung pusat. Kalau informasi terakhir, untuk rekrutmen PPPK itu rencananya dibuka mulai tahun depan,” ujarnya. *ode
1
Komentar