Siswa SMPN 4 di Timuhun Masih Kerauhan
Padahal dua buah Palinggih Rong Siki (satu) dan Rong Dua sudah dibangun, lanjut Pacaruan Manca Warna.
SEMARAPURA, NusaBali
Delapan siswa SMPN 4 Banjarangkan, di Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, sempat belajar di rumahnya selama seminggu karena sering kerauhan di sekolah. Ssejak Senin (9/11) lalu, mereka mulai bersekolah seperti biasa. Hanya saja mereka masih kerap kerauhan, seperti terjadi pada Kamis (14/11).
Siswa kerauhan pada Kamis kemarin, terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa yang pertama kali kerauhan pada Kamis kemarin, sekitar pukul 08.30 Wita, yakni Kadek Ginanti. Dia menangis keras tanpa sebab yang jelas, disusul siswa lain, Gung Gek Dipta. Mereka sadarkan diri setelah ditangani para guru.
Namun tak berselang lama, kembali ada siswa kerauhan pukul 11.00 Wita, diawali Nengah Muliani, disusul Nengah Devi Ariani, Ketut Martiningsih, Mila Setiawati, dan Geona Putri. "Kali ini gelagat kerauhan siswa ini seperti anak-anak kecil, seperti murid TK. Mereka ingin ikut belajar, menulis minta permen, minta buku dan pulpen. Ada juga yang minta disiapkan bangku tempat duduk di pojok timur laut (ruangan kelas IX)," ujar Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 4 Banjarangkan, I Made Agus Suardina.
Jelas Dia, saat kerauhan Kamis kemarin, sekolah mendatangkan Jero Tapakan dari wilayah Kecamatan Banjarangkan, untuk memulihkan kondisi siswa tersebut. Akhirnya mereka berangsur-angsur pulih kembali. Selain itu, sekolah mendatangkan orangtua siswa yang kerauhan ke sekolah. Suardina mengaku tak habis pikir dengan peristiwa kerauhan ini. Padahal dua buah Palinggih Rong Siki (satu) dan Rong Dua sudah dibangun, lanjut Pacaruan Manca Warna, Abrumbun, bertepatan dengan Kejeng Kliwon, Sukra Bala, Jumat (1/11) lalu, di sekolah ini.
Jelas Suardina, menyikapi kerauhan yang belum berhenti ini, jajaran sekolah akan menggelar rapat dengan komite. Rapat untuk mencari solusi terbaik agar peristiwa ini tak terus-terusan melanda sekolah. Sesuai petunjuk dari Jero Tapakan, jelas dia, jika kerauhan ini terus terjadi maka harus dilakukan pembahasan antara sekala dan niskala. "Untuk itu akan dibahas dengan komite," katanya.
Peristiwa kerauhan di SMPN ini sudah terjadi secara beruntun sejak 30 September 2019. Dari siswa yang kerauhan tersebut menyebut-nyebut kalau tempat tinggal roh yang merasukinya berupa sebuah Pohon Tingkih (Kemiri) di belakang SMPN 4 Banjarangkan, ditebang saat mengerjakan proyek saluran irigasi subak pada Juni 2019. Akibatnya roh halus yang diyakini wong samar tersebut kehilangan tempat tinggalnya dan marah hingga para siswa kerauhan. *wan
Siswa kerauhan pada Kamis kemarin, terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa yang pertama kali kerauhan pada Kamis kemarin, sekitar pukul 08.30 Wita, yakni Kadek Ginanti. Dia menangis keras tanpa sebab yang jelas, disusul siswa lain, Gung Gek Dipta. Mereka sadarkan diri setelah ditangani para guru.
Namun tak berselang lama, kembali ada siswa kerauhan pukul 11.00 Wita, diawali Nengah Muliani, disusul Nengah Devi Ariani, Ketut Martiningsih, Mila Setiawati, dan Geona Putri. "Kali ini gelagat kerauhan siswa ini seperti anak-anak kecil, seperti murid TK. Mereka ingin ikut belajar, menulis minta permen, minta buku dan pulpen. Ada juga yang minta disiapkan bangku tempat duduk di pojok timur laut (ruangan kelas IX)," ujar Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 4 Banjarangkan, I Made Agus Suardina.
Jelas Dia, saat kerauhan Kamis kemarin, sekolah mendatangkan Jero Tapakan dari wilayah Kecamatan Banjarangkan, untuk memulihkan kondisi siswa tersebut. Akhirnya mereka berangsur-angsur pulih kembali. Selain itu, sekolah mendatangkan orangtua siswa yang kerauhan ke sekolah. Suardina mengaku tak habis pikir dengan peristiwa kerauhan ini. Padahal dua buah Palinggih Rong Siki (satu) dan Rong Dua sudah dibangun, lanjut Pacaruan Manca Warna, Abrumbun, bertepatan dengan Kejeng Kliwon, Sukra Bala, Jumat (1/11) lalu, di sekolah ini.
Jelas Suardina, menyikapi kerauhan yang belum berhenti ini, jajaran sekolah akan menggelar rapat dengan komite. Rapat untuk mencari solusi terbaik agar peristiwa ini tak terus-terusan melanda sekolah. Sesuai petunjuk dari Jero Tapakan, jelas dia, jika kerauhan ini terus terjadi maka harus dilakukan pembahasan antara sekala dan niskala. "Untuk itu akan dibahas dengan komite," katanya.
Peristiwa kerauhan di SMPN ini sudah terjadi secara beruntun sejak 30 September 2019. Dari siswa yang kerauhan tersebut menyebut-nyebut kalau tempat tinggal roh yang merasukinya berupa sebuah Pohon Tingkih (Kemiri) di belakang SMPN 4 Banjarangkan, ditebang saat mengerjakan proyek saluran irigasi subak pada Juni 2019. Akibatnya roh halus yang diyakini wong samar tersebut kehilangan tempat tinggalnya dan marah hingga para siswa kerauhan. *wan
1
Komentar