I Wayan Suja Tampilkan Pergolakan Identitas Bali dalam Re-imaging Identity
Setelah sempat 'vakum' selama hampir sepuluh tahun, Suja kembali menggelar pameran tunggal dan dilangsungkan di Maya Sanur Resort & Spa.
DENPASAR, NusaBali.com
Memasuki ruang pameran The Gallery Maya lukisan 'Offering to Mother Earth' terlihat mencolok. Lukisan memperlihatkan potrait wajah perempuan Bali. Ia mengenakan atribut subing di kedua telinganya dengan sejumlah kantong plastik melayang-layang di atas kepalanya.
Perempuan Bali tersebut ialah pengejawantahan Ibu Bumi dalam imajinasi perupa I Wayan Suja. Ia sengaja memilih medium kanvas dengan cat arkilik untuk mewujudkan imajinasinya. Goresan-goresan palet yang tebal dan cenderung kasar mengisi seluruh kanvas berukuran 150 x 150 cm ini.
Karya 'Offering to Mother Earth' adalah salah satu dari 21 karya yang ditampilkan dalam pameran tunggal I Wayan Suja bertajuk 'Re-imaging Identity'. Setelah sempat 'vakum' selama hampir sepuluh tahun, Suja kembali menggelar pameran tunggal dan dilangsungkan di Maya Sanur Resort & Spa, Denpasar hingga 15 Desember 2019 mendatang.
Sejumlah penanda identitas Bali ia siratkan dalam ragam visualisasi lukisan-lukisan pada pameran tunggalnya yang keempat ini. Lewat lukisan Suja mencoba mempertanyakan persoalan identitas masyarakat Bali di sekitarnya yang sekaligus melekat pada dirinya.
Ia meyakini identitas sebagai sesuatu bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman dan konteks sosial yang terjadi. "Sebagai orang yang lahir dan tumbuh di Bali saya merasakan betul terjadinya pergeseran identitas Bali dari praktek-praktek keseharian orang Bali," ujarnya, Jumat (15/11/2019) malam di sela-sela pembukaan pameran.
"Bagaimana ketika dalam pikiran saya identitas Bali seolah dikepung dari berbagai arah dengan pengaruh-pengaruh modernisme yang mau tidak mau harus diterima," ucapnya lagi. Pergolakan identitas ini sesungguhnya sudah ia bicarakan sejak karya-karyanya yang terdahulu.
Suja melukiskan figur-figur lukisannya dengan berbagai atribut tradisi yang melekat pada masyarakat Bali. Ia lalu menambah dengan berbagai produk yang melambangkan dinamika modernitas. "Bali seperti bara dalam sekam," imbuh seniman kelahiran Batubulan ini.
Hal ini, lanjut Suja, sebagai akibat dari adanya represi sekaligus eksploitasi terhadap alam dan kebudayaan Bali demi kepentingan pembangunan industri pariwisata. Ia menganggap berbagai elemen kebudayaan tradisional Bali pun mengalami desakralisasi dan komodifikasi. "Bisa jadi identitas telah menjadi komoditas yang kita terima dan konsumsi setiap hari," singgungnya.*has
Komentar