Menangkal Hoax Gempa Bumi Seririt 14 November 2019
Kejadian gempabumi Seririt 14 November 2019 perlu menjadi pelajaran bagi kita untuk menanggapi informasi lebih bijak.
Oleh : I Putu Dedy Pratama
Observer BMKG Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar
Observer BMKG Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar
Masyarakat banyak mengira bahwa air laut surut dan sirine berbunyi padahal itu adalah berita palsu atau hoax. Informasi yang tepat akan menimbulkan tindakan yang benar. Dua hari yang lalu Bali kembali diguncang gempabumi dengan episenter berada di Seririt. Guncangan didahului oleh gempabumi pendahuluan sebanyak dua kali yaitu dengan kekuatan M4,4 pukul 18:09:10 WITA dan M4,6 pukul 18:10:12 WITA. Sepuluh menit kemudian terjadi gempabumi utama pada pukul 18:21:39 WITA. Gempabumi ini seakan mengingatkan kembali bencana gempabumi Seririt 14 Juli 1976 dan merupakan gempabumi paling merusak dan paling banyak memakan korban jiwa di Bali sejak tahun 1900. Sejarah menunjukan bahwa gempabumi dengan episenter di utara Bali umumnya bersifat lebih merusak dibandingkan gempabumi selatan Bali. Hal ini karena sumber pembangkit gempabumi di utara lebih dekat dengan daratan Bali dibandingkan yang di selatan.
Pulau Bali diapit oleh dua pembangkit sumber utama gempabumi yang berada di utara dan selatan Bali. Selain sumber utama tersebut juga terdapat beberapa sesar lokal di wilayah Bali dan sekitarnya yang dapat memicu gempabumi dengan magnitudo lebih kecil. Di selatan terdapat pertemuan lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia. Tumbukan lempengan ini menimbulkan patahan yang menimbulkan guncangan yang dikenal sebagai gempabumi. Implikasi dari tumbukan tersebut adalah adanya Gunungapi disekitar Bali karena lempeng Indo-Australia yang menyusup mengalami pelelehan di dalam perut bumi kemudian menekan batuan di atasnya. Selain itu, juga terjadi patahan di bagian utara yang memanjang dari utara Bali hingga Flores yang dikenal sebagai Patahan Busur Belakang Flores. Patahan inilah yang menyebabkan gempabumi Lombok 2018 dan gempabumi Seririt 14 November 2019.
BMKG mengeluarkan informasi gempabumi memiliki M5,1 kemudian dilakukan permutakhiran menjadi M5,0. Episenter gempabumi berada di 21 kilometer arah barat daya Buleleng. kedalaman hiposenter 10 kilometer. BMKG juga menginformasikan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami sehingga sirine tsunami tidak dibunyikan. Sebagai informasi, di Bali terdapat Sembilan sirine tsunami. Sirine tsunami untuk Bali Utara terpasang di lapangan umum Seririt. Sirine ini diresmikan dan dicobakan pertama kali pada tanggal 29 September 2015. Sirine ini berbentuk monopole berupa tiang yang menjulang tinggi, berbeda dengan sirine lama yang berbentuk menara yang terpasang di enam lokasi yaitu Sanur, Seminyak, Kuta, Kedonganan, Tanjung Benoa, dan ITDC Nusa Dua. Sirine tsunami di Seririt sama dengan sirine tsunami di Serangan dan Kedungu, Tabanan. Kekuatan sirine ini bisa mencapai radius 5 km dengan bunyi dapat menjangkau area dalam radius 1,5 -2 kilometer dengan kekuatan suara 120 desibel (dB). Kekuatan ini setara dengan bunyi pesawat jet lepas landas.
Sikap masyarakat yang belum tanggap menghadapi isu dan himbauan menjadi perhatian penting agar hal ini tidak terulang lagi. Dimana setelah terjadi gempabumi beredar isu terjadi surut air laut dan masyarakat bergegas menjauhi pantai. Padahal informasi resmi dari BMKG menyatakan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami. Selain itu, ada isu bahwa masyarakat mendengar bunyi sirine tsunami padahal masyarakat sekitar lapangan Seririt tidak mendengar bunyi sirine tsunami. Disini yang perlu menjadi perhatian adalah kecepatan pemerintah dalam menangkal isu yang beredar.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, Bapak I Made Rentin menegaskan bahwa air laut tidak surut dan sirine tidak berbunyi. Namun, video yang disebar melalui media sosial sudah menimbulkan kepanikan di masyarakat. Bali perlu belajar dari kejadian gempabumi Lombok 2018 silam. Dimana banyak informasi hoax yang beredar di masyarakat yang menimbulkan kegusaran di masyarakat. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab. Tujuan dari pelaku membuat kondisi kegaduhan ini memang beragam. Dalam menanggapi informasi tersebut memang tidak akan ada habisnya. Dibandingkan terhasut oleh informasi yang tidak jelas kebenarannya, disarankan masyarakat untuk lebih memahami pengetahuan tentang gempabumi dan tanda peringatan resmi dari pemerintah.
Selain dari gempabumi Lombok, kita perlu belajar dari gempabumi Palu. Banyak hoax beredar bahwa BMKG mencabut peringatan dini tsunami yang artinya tidak ada tsunami. Padahal BMKG menyatakan bahwa peringatan dini tsunami telah berakhir sebagai pernyataan kepastian bahwa bahaya tsunami sudah berakhir dan masyarakat bisa kembali ke tempat masing-masing.
Pada gempabumi Seririt, pemegang kebijakan sudah bertindak dengan tepat. BMKG sudah memberikan informasi bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami. Namun, isu beredar air laut surut dan sirine berbunyi. Kepolisian sudah langsung menginformasikan dengan membuat video di laut yang menyatakan air laut tidak surut. Bapak Camat Seririt, Nyoman Riang Pustaka juga sudah menginformasikan kepada Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali bahwa sirine tsunami tidak berbunyi, karena wewenang untuk membunyikan sirine adalah Pusdalops BPBD Provinsi Bali sesuai dengan informasi peringatan dini tsunami dari BMKG.
Kesalahpahaman
Perbincangan warganet juga menyebar hingga kasus Gunung Agung 2017. Banyak warga yang kurang memahami bahwa informasi potensi letusan gunung dianggap dari BMKG. Padahal sebenarnya informasi peringatan letusan adalah tugas dari PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Warganet menyalahkan BMKG bahwa tidak terjadi letusan padahal sudah mengungsi. Hal ini perlu diluruskan bahwa alam memiliki suatu keunikan. Manusia membuat perhitungan dan memperkirakan potensi bahaya yang ditimbulkan berdasarkan sejarah. Informasi peringatan dini yang dikeluarkan adalah skenario terburuk untuk suatu kejadian. Maka dari itu seringkali kita dengar bahwa peringatan dini tsunami dikeluarkan namun tidak terjadi tsunami.
Bahkan yang terbaru, pada malam hari setelah gempabumi Seririt terjadi gempabumi di perairan antara Maluku Utara dan Sulawesi Utara dengan M7,1 yang berpotensi tsunami. BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami bersamaan dengan informasi gempabumi dalam waktu 5 menit. Kenyataannya adalah tsunami tertinggi yang tercatat adalah setinggi 10 cm di Bitung, Sulawesi Utara. Hal ini menunjukan bahwa BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini untuk skenario terburuk.
Kedepannya masyarakat diharapkan mencari informasi dari sumber terpercaya (BPBD dan BMKG) jika terjadi gempabumi yang berpotensi tsunami atau tidak. Selain itu, apabila informasi susah diperoleh karena umumnya terjadi gangguan komunikasi jika terjadi gempabumi besar diharapkan masyarkat mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami seperti gempabumi besar dengan guncangan yang lama, air laut surut tiba-tiba, dan terdengar suara gemuruh dari laut. Gempabumi utara Bali yang berpotensi tsunami memiliki jarak yang dekat dengan daratan diharapkan masyarakat mengenal tanda-tanda alam karena informasi tsunami BMKG 5 menit setelah gempabumi dan tsunami bisa datang dalam waktu kurang dari 10 menit. Jika BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami dan Sirine Tsunami berbunyi maka masyarakat dihimbau segera mencari tempat yang lebih tinggi sesuai arah rambu evakuasi untuk mencari tempat perlindungan. Kemudian masyarakat diharapkan menunggu pemberitahuan resmi “tsunami telah berakhir” sebelum meninggalkan tempat perlindungan. Gempabumi tidak dapat diprediksi kapan terjadinya tetapi kita bisa mengetahui daerah mana saja yang memiliki potensi terjadi gempabumi.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar