Pansus Bahas Perubahan Nomenklatur PD Pasar Denpasar
PD Pasar Kota Denpasar akan dilakukan perubahan nomenklatur menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Sewakadarma.
DENPASAR, NusaBali
Perubahan nomenklatur tersebut masuk dalam pembahasan Ranperda oleh Pansus II DPRD Kota Denpasar bersama PD Pasar, Selasa (19/11).
Rapat pembahasan, kemarin, dipimpin Ketua Pansus II, I Nyoman Gede Sumara Putra dihadiri sejumlah anggota pansus lainnya, Direktur Utama PD Pasar IB Kompyang Wiranata, Direktur Umum PD Pasar Kota Denpasar AA Ngurah Yuliartha dan jajarannya.
Dalam rapat juga mengemuka agar tiga pasar dilakukan proses kerja sama antara PD Pasar dan Pemerintah Kota Denpasar. Ketiga pasar tersebut yakni Pasar Badung, Pasar Cokroaminoto dan Pasar Anyar Sari.
Kompyang Wiranata mengatakan, ketiga pasar itu dikerjasamakan untuk meningkatkan laba pendapatan perusahaan. Sebab, jika menggunakan sistem penyertaan modal, tidak akan ada peningkatan pendapatan dari PD Pasar.
Dalam perubahan nomenklatur ini, pihaknya ingin memasukkan proses kerja sama sebagai bentuk penguatan perusahaan secara hukum. “Keinginan kami meningkatkan pendapatan. Ke depannya hasil itu bisa diproses kerja sama 60 persen untuk pemerintah dan 40 persen untuk perusahaan,” ujarnya.
Saat ini modal dasar Perumda Pasar ditetapkan Rp 124.383.160.000. Dari jumlah tersebut modal disetor Perumda Pasar Rp 71.694.401.447 dalam bentuk penyertaan modal. Ketiga pasar yang sudah direvitalisasi agar bisa dilakukan kerja sama dengan payung hukum Perda atau Perwali.
Menanggapi itu, anggota Pansus II, I Wayan Gatra, mengatakan, PD Pasar dan Pemkot Denpasar tidak bisa melakukan proses kerja sama. Sebab, dalam aturan pusat, perusahaan daerah hanya bisa dilakukan dengan penyertaan modal. Ke depannya jika dalam perda dicantumkan sistem kerja sama akan menimbulkan polemik karena bertentangan dengan aturan.
Untuk itu, Gatra menyarankan agar PD Pasar dengan Pemkot Denpasar tetap menerapkan sistem penyertaan modal. Jika memang keinginannya untuk proses kerjasama, maka PD Pasar dan pemerintah harus mencari payung hukum lainnya. "Kalau dalam aturan pusat ini harus hati-hati karena sistem kerjasama ke perusahaan milik pemerintah itu semuanya harus proses penyertaan modal. Ini harus dicermati kembali, kalau untuk daerah mungkin bisa diambil dari badan hukum lainnya seperti PP 28 tahun 2018," ujarnya.*mis
Rapat pembahasan, kemarin, dipimpin Ketua Pansus II, I Nyoman Gede Sumara Putra dihadiri sejumlah anggota pansus lainnya, Direktur Utama PD Pasar IB Kompyang Wiranata, Direktur Umum PD Pasar Kota Denpasar AA Ngurah Yuliartha dan jajarannya.
Dalam rapat juga mengemuka agar tiga pasar dilakukan proses kerja sama antara PD Pasar dan Pemerintah Kota Denpasar. Ketiga pasar tersebut yakni Pasar Badung, Pasar Cokroaminoto dan Pasar Anyar Sari.
Kompyang Wiranata mengatakan, ketiga pasar itu dikerjasamakan untuk meningkatkan laba pendapatan perusahaan. Sebab, jika menggunakan sistem penyertaan modal, tidak akan ada peningkatan pendapatan dari PD Pasar.
Dalam perubahan nomenklatur ini, pihaknya ingin memasukkan proses kerja sama sebagai bentuk penguatan perusahaan secara hukum. “Keinginan kami meningkatkan pendapatan. Ke depannya hasil itu bisa diproses kerja sama 60 persen untuk pemerintah dan 40 persen untuk perusahaan,” ujarnya.
Saat ini modal dasar Perumda Pasar ditetapkan Rp 124.383.160.000. Dari jumlah tersebut modal disetor Perumda Pasar Rp 71.694.401.447 dalam bentuk penyertaan modal. Ketiga pasar yang sudah direvitalisasi agar bisa dilakukan kerja sama dengan payung hukum Perda atau Perwali.
Menanggapi itu, anggota Pansus II, I Wayan Gatra, mengatakan, PD Pasar dan Pemkot Denpasar tidak bisa melakukan proses kerja sama. Sebab, dalam aturan pusat, perusahaan daerah hanya bisa dilakukan dengan penyertaan modal. Ke depannya jika dalam perda dicantumkan sistem kerja sama akan menimbulkan polemik karena bertentangan dengan aturan.
Untuk itu, Gatra menyarankan agar PD Pasar dengan Pemkot Denpasar tetap menerapkan sistem penyertaan modal. Jika memang keinginannya untuk proses kerjasama, maka PD Pasar dan pemerintah harus mencari payung hukum lainnya. "Kalau dalam aturan pusat ini harus hati-hati karena sistem kerjasama ke perusahaan milik pemerintah itu semuanya harus proses penyertaan modal. Ini harus dicermati kembali, kalau untuk daerah mungkin bisa diambil dari badan hukum lainnya seperti PP 28 tahun 2018," ujarnya.*mis
Komentar