55 KK Buleleng Transmigrasi ke Sumba Timur
Para transmigran yang merupakan petani penyakap itu mendapat tanah garapan hak milik seluas 3 hektare di Sumba Timur
Para transmigran yang merupakan petani penyakap itu mendapat tanah garapan hak milik seluas 3 hektare di Sumba Timur.
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak lima KK warga Desa Galungan memilih mengikuti program transmigrasi tahun ini ke daerah Kotakawaw, Kabupaten Etti, Sumba Timur. Mereka yang sebagian besar adalah petani penyakap mendapat dorongan mengikuti program transmigran karena kesulitan air saat berkebun di lahan sekitar tempat tinggalnya. Selain juga ingin mencari kehidupan yang lebih maju di daerah baru.
Alasan itu disampaikan salah satu peserta transmigran, I Gede Ariyasa, 42. Dirinya mengaku tertarik mengikuti program transmigrasi itu karena saat bekerja sebagai petani kebun di Desa Galungan, Kecamatan Sawan, Buleleng, kesulitan air untuk irigasi. “Di daerah saya Galungan untuk menanam durian, manggis dan lain di perkebunan sulit, air tidak ada. Kalau di sana ada waduk, embung, untuk mengairi kebun, kalau di sini (Galungan,red) kebun saya tidak bisa,” ucap I Gede Ariyasa.
Gede Ariyasa pun mengaku termotivasi ikut transmigrasi untuk menambah aset dan mencari kehidupan yang lebih maju. Ariyasa yang memboyong istri dan dua anaknya pun berkomitmen untuk bisa bekerja dengan pola hidup yang baru dengan lebih giat dan ulet. Keinginannya mengikuti program transmigrasi juga karena melihat sejumlah keluarganya yang menjadi transmigran di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara sudah sukses.
Sementara itu Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng, Ni Made Dwi Priyanti Putri Koriawan, ditemui usai pelepasan transmigran, Rabu (20/11/2019), mengatakan ada total 5 KK dengan jumlah 20 jiwa yang berangkat dari Buleleng. Lima KK itu memenuhi kuota 10 transmigran dari Bali yang dijatah pemerintah pusat. Transmigran asal Buleleng akan bergabung dengan satu KK transmigran asal Karangasem dan 4 KK transmigran asal Gianyar. Mereka akan tinggal di Unit Perumahan Transmigran (UPT) Kotakawaw, SP 5 Kawasan Malolo, Kabupaten Etti, Sumba Timur. “Sebenarnya dari peminat di Buleleng ada banyak, tetapi karena kuota terbatas kita tidak bisa berangkatkan semua, ada seleksi. Dari persyaratan hanya 5 KK ini yang lolos,” jelas Kadis Dwi Priyanti. Transmigran sejauh ini mengutamakan masyarakat yang memenuhi syarat yakni memiliki keluarga dan petani yang tidak memiliki lahan. Secara ekonomi juga rata-rata dari keluarga kurang mampu.
Sebelum diberangkatkan ke daerah tujuan mereka yang telah lolos seleksi diberikan pembekalan untuk menghadapi keidupan baru di daerah baru. Seperti teknik bertani yang benar, hingga keterampilan membuat banten dan sarana persembahyangan. Di daerah tujuan transmigrasi mereka akan mendapatkan lahan garapan seluas 3 hektare yang secara otomatis menjadi hak milik. Di sana mereka akan mengembangkan perkebunan tebu, dengan lahan yang sudah siap digarap. Selain mendapatkan lahan garapan mereka juga diberikan fasilitas rumah tipe 36 yang juga disiapkan oleh pemerintah. “Jadi tahun ini kondisinya beda, transmigran tidak perlu membuka hutan seperti yang sebelumnya, mereka akan menggarap lahan yang sudah siap digarap, fasilitas rumah juga snagat layak termasuk akses jalan, karena sudah disiapkan juga oleh perusahaan gula yang akan berdiri disana,” imbuh Kadis Dwi Priyanti.
Mereka selain bertani tebu, akan digaji oleh perusahaan pabrik gula sesuai dengan UMK di samping juga lahannya akan disewa dan diberikan bibit tebu untuk memenuhi kebutuhan pabrik gula yang akan dibangun juga disana. Disnaker pun berharap setelah mereka menjalani program transmigrasi ini dapat merubah hidup ke arah yang lebih sejahtera dan mampu beradaptasi dengan penduduk lokal setempat.*k23
Alasan itu disampaikan salah satu peserta transmigran, I Gede Ariyasa, 42. Dirinya mengaku tertarik mengikuti program transmigrasi itu karena saat bekerja sebagai petani kebun di Desa Galungan, Kecamatan Sawan, Buleleng, kesulitan air untuk irigasi. “Di daerah saya Galungan untuk menanam durian, manggis dan lain di perkebunan sulit, air tidak ada. Kalau di sana ada waduk, embung, untuk mengairi kebun, kalau di sini (Galungan,red) kebun saya tidak bisa,” ucap I Gede Ariyasa.
Gede Ariyasa pun mengaku termotivasi ikut transmigrasi untuk menambah aset dan mencari kehidupan yang lebih maju. Ariyasa yang memboyong istri dan dua anaknya pun berkomitmen untuk bisa bekerja dengan pola hidup yang baru dengan lebih giat dan ulet. Keinginannya mengikuti program transmigrasi juga karena melihat sejumlah keluarganya yang menjadi transmigran di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara sudah sukses.
Sementara itu Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng, Ni Made Dwi Priyanti Putri Koriawan, ditemui usai pelepasan transmigran, Rabu (20/11/2019), mengatakan ada total 5 KK dengan jumlah 20 jiwa yang berangkat dari Buleleng. Lima KK itu memenuhi kuota 10 transmigran dari Bali yang dijatah pemerintah pusat. Transmigran asal Buleleng akan bergabung dengan satu KK transmigran asal Karangasem dan 4 KK transmigran asal Gianyar. Mereka akan tinggal di Unit Perumahan Transmigran (UPT) Kotakawaw, SP 5 Kawasan Malolo, Kabupaten Etti, Sumba Timur. “Sebenarnya dari peminat di Buleleng ada banyak, tetapi karena kuota terbatas kita tidak bisa berangkatkan semua, ada seleksi. Dari persyaratan hanya 5 KK ini yang lolos,” jelas Kadis Dwi Priyanti. Transmigran sejauh ini mengutamakan masyarakat yang memenuhi syarat yakni memiliki keluarga dan petani yang tidak memiliki lahan. Secara ekonomi juga rata-rata dari keluarga kurang mampu.
Sebelum diberangkatkan ke daerah tujuan mereka yang telah lolos seleksi diberikan pembekalan untuk menghadapi keidupan baru di daerah baru. Seperti teknik bertani yang benar, hingga keterampilan membuat banten dan sarana persembahyangan. Di daerah tujuan transmigrasi mereka akan mendapatkan lahan garapan seluas 3 hektare yang secara otomatis menjadi hak milik. Di sana mereka akan mengembangkan perkebunan tebu, dengan lahan yang sudah siap digarap. Selain mendapatkan lahan garapan mereka juga diberikan fasilitas rumah tipe 36 yang juga disiapkan oleh pemerintah. “Jadi tahun ini kondisinya beda, transmigran tidak perlu membuka hutan seperti yang sebelumnya, mereka akan menggarap lahan yang sudah siap digarap, fasilitas rumah juga snagat layak termasuk akses jalan, karena sudah disiapkan juga oleh perusahaan gula yang akan berdiri disana,” imbuh Kadis Dwi Priyanti.
Mereka selain bertani tebu, akan digaji oleh perusahaan pabrik gula sesuai dengan UMK di samping juga lahannya akan disewa dan diberikan bibit tebu untuk memenuhi kebutuhan pabrik gula yang akan dibangun juga disana. Disnaker pun berharap setelah mereka menjalani program transmigrasi ini dapat merubah hidup ke arah yang lebih sejahtera dan mampu beradaptasi dengan penduduk lokal setempat.*k23
Komentar