Dalam Raker, Johan Budi Cecar Bawaslu
Soal Penanganan 2.798 Kasus Pelanggaran Pemilu
Anggota Komisi II F-PDIP DPR, Johan Budi, menyampaikan sejumlah pertanyaan kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR.
JAKARTA, NusaBali
Johan juga menyinggung soal wibawa lembaga. Rapat digelar di ruang rapat Komisi II, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11). Johan awalnya menanyakan kepada Bawaslu soal 2.798 kasus pelanggaran pemilu yang menurutnya tidak dia temukan di pemberitaan media.
"Yang saya dengar justru ada yang tertangkap money politic, kemudian hilang, tidak masuk dalam ranah tindak pidana pemilu. Saya tidak tahu menguapnya ke mana, pendekatan hukum ini ada peran Bawaslu di sini. Saya ingin mengetahui, 2.700 ini jumlah yang tidak sedikit," ujar Johan.
Johan juga bertanya kepada DKPP soal pelanggaran manipulasi suara yang dilakukan penyelenggara pemilu. Johan menanyakan apa konsekuensi pelanggaran itu terhadap hasil pemilu. "Saya tahu memang DKPP hanya ngurusi persoalan KPU sama Bawaslu, tapi bagaimana dampaknya? Karena kalau ada kesimpulan DKPP bahwa ada anggota KPU, KPUD, atau Bawaslu yang melakukan manipulasi suara ini, bukan tindak pidana pemilu ini pak, itu seperti apa pak?" tanya Johan dilansir detik.com.
"Jangan sampai apa yang dilakukan oleh DKPP itu hanya sekadar untuk KPU dan Bawaslu saja, tetapi tidak punya dampak terhadap itu," lanjut dia. Johan lalu menyinggung soal kewibawaan lembaga yang terkait kepemiluan. Johan sempat melempar candaan bahwa Bawaslu kurang berwibawa jika dibandingkan dengan DKPP.
"Kalau DKPP ini saya sering baca agak berwibawa ini, dari seragamnya ini udah berwibawa, di belakang hitam-hitam kan orang juga agak ngeri orang lihatnya. Nah, Bawaslu mungkin bisa niru-niru DKPP. Karena saya lihat Bawaslu ini kurang berwibawa, Pak. Tapi ini pandangan pribadi, Pak, ini saran aja," kata Johan. Johan juga mengingatkan soal netralitas ketiga lembaga itu. Dia meminta agar KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak mudah diintervensi.
"Saya kira netralitas jangan hanya diasumsikan keberpihakan kepada pemerintah atau penguasa. Jangan gampang terintervensi. Sekali lagi wibawa KPU, wibawa Bawaslu, dan DKPP dipertaruhkan di masyarakat," ucapnya. *
"Yang saya dengar justru ada yang tertangkap money politic, kemudian hilang, tidak masuk dalam ranah tindak pidana pemilu. Saya tidak tahu menguapnya ke mana, pendekatan hukum ini ada peran Bawaslu di sini. Saya ingin mengetahui, 2.700 ini jumlah yang tidak sedikit," ujar Johan.
Johan juga bertanya kepada DKPP soal pelanggaran manipulasi suara yang dilakukan penyelenggara pemilu. Johan menanyakan apa konsekuensi pelanggaran itu terhadap hasil pemilu. "Saya tahu memang DKPP hanya ngurusi persoalan KPU sama Bawaslu, tapi bagaimana dampaknya? Karena kalau ada kesimpulan DKPP bahwa ada anggota KPU, KPUD, atau Bawaslu yang melakukan manipulasi suara ini, bukan tindak pidana pemilu ini pak, itu seperti apa pak?" tanya Johan dilansir detik.com.
"Jangan sampai apa yang dilakukan oleh DKPP itu hanya sekadar untuk KPU dan Bawaslu saja, tetapi tidak punya dampak terhadap itu," lanjut dia. Johan lalu menyinggung soal kewibawaan lembaga yang terkait kepemiluan. Johan sempat melempar candaan bahwa Bawaslu kurang berwibawa jika dibandingkan dengan DKPP.
"Kalau DKPP ini saya sering baca agak berwibawa ini, dari seragamnya ini udah berwibawa, di belakang hitam-hitam kan orang juga agak ngeri orang lihatnya. Nah, Bawaslu mungkin bisa niru-niru DKPP. Karena saya lihat Bawaslu ini kurang berwibawa, Pak. Tapi ini pandangan pribadi, Pak, ini saran aja," kata Johan. Johan juga mengingatkan soal netralitas ketiga lembaga itu. Dia meminta agar KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak mudah diintervensi.
"Saya kira netralitas jangan hanya diasumsikan keberpihakan kepada pemerintah atau penguasa. Jangan gampang terintervensi. Sekali lagi wibawa KPU, wibawa Bawaslu, dan DKPP dipertaruhkan di masyarakat," ucapnya. *
1
Komentar