Pelaku Usaha Khawatir Tercemar
Pusat Budidaya Mutiara Jadi Objek Wisata
Pelaku usaha budidaya mutiara yang tergabung dalam Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) khawatir bila budidaya mutiara laut dibuka untuk umum jadi objek wisata bahari, sebelum adanya tata ruang yang memadai dari pemerintah daerah setempat.
JAKARTA, NusaBali
Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Anthony Tanios mengatakan, jika dibuka untuk umum, dikhawatirkan semakin banyak masyarakat yang datang dan tidak memerhatikan kerentanan budidaya.
"Orang-orang nanti buang plastik, buat apa gitu. Ini yang kami takuti. Bukannya kami tertutup juga, bukan. Kami welcome. (Kalau) mau datang, boleh. Tapi jangan mencemari dan harus sangat dijaga lingkungannya," ucap Anthony Tanios di Jakarta, Kamis (21/11) seperti dilansir kompas.
Kendati demikian, dia tak melarang budidaya mutiara dijadikan potensi wisata bahari selama lingkungannya terjaga. Hal itu terbukti dengan telah dibukanya budidaya di sejumlah tempat, seperti Bali, Lombok, dan Raja Ampat.
Anthony bilang, saat ini Manado juga akan membuka budidaya untuk umum. Namun, pelaku usaha masih dalam tahap pembicaraan dengan pemerintah setempat terkait tata ruang anti pencemaran.
"Karena mutiara kan harus bersih tempatnya. Jadi kalau tiba-tiba ada pencemaran, ini yang kami takuti. Mutiara kan bukan kayak ikan, dia kan di keranjang. Kalau ada polusi, ya dia kemakan polusi itu," ucap Anthony.
Selain itu, masih ada tempat-tempat lain yang berpotensi membuka pusat budidaya mutiara untuk umum. Saat ini, tempat-tempat itu masih dalam kajian antara Asbumi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Sekarang lagi (mau) buka di Kalimantan, di Tarakan, lagi buka survei. Tentu dicoba dulu 1-2 tahun kami lihat (perkembangannya). Karena mutiara harus pas musimnya, dinginnya, temperaturnya. Sedang dikaji ada kerja sama dengan LIPI," pungkasnya. *
Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Anthony Tanios mengatakan, jika dibuka untuk umum, dikhawatirkan semakin banyak masyarakat yang datang dan tidak memerhatikan kerentanan budidaya.
"Orang-orang nanti buang plastik, buat apa gitu. Ini yang kami takuti. Bukannya kami tertutup juga, bukan. Kami welcome. (Kalau) mau datang, boleh. Tapi jangan mencemari dan harus sangat dijaga lingkungannya," ucap Anthony Tanios di Jakarta, Kamis (21/11) seperti dilansir kompas.
Kendati demikian, dia tak melarang budidaya mutiara dijadikan potensi wisata bahari selama lingkungannya terjaga. Hal itu terbukti dengan telah dibukanya budidaya di sejumlah tempat, seperti Bali, Lombok, dan Raja Ampat.
Anthony bilang, saat ini Manado juga akan membuka budidaya untuk umum. Namun, pelaku usaha masih dalam tahap pembicaraan dengan pemerintah setempat terkait tata ruang anti pencemaran.
"Karena mutiara kan harus bersih tempatnya. Jadi kalau tiba-tiba ada pencemaran, ini yang kami takuti. Mutiara kan bukan kayak ikan, dia kan di keranjang. Kalau ada polusi, ya dia kemakan polusi itu," ucap Anthony.
Selain itu, masih ada tempat-tempat lain yang berpotensi membuka pusat budidaya mutiara untuk umum. Saat ini, tempat-tempat itu masih dalam kajian antara Asbumi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Sekarang lagi (mau) buka di Kalimantan, di Tarakan, lagi buka survei. Tentu dicoba dulu 1-2 tahun kami lihat (perkembangannya). Karena mutiara harus pas musimnya, dinginnya, temperaturnya. Sedang dikaji ada kerja sama dengan LIPI," pungkasnya. *
Komentar