KMHDI Keluhkan Minimnya Guru Agama Hindu
Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHD) dan organisasi kemahasiswaan lainnya yakni HMI, GMNI, GMKI, PMKRI, Hikmahbudhi, GP Anshor dan PP Pemuda Muhammadiyah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI yang dipimpin oleh Dede Yusuf.
JAKARTA, NusaBali
KMHDI diwakili Presidium 1 atau Sekjen I Made Sudana Yasa dan Kadep Kaderisasi KMHDI I Gede Hendra Juliana.
Dalam RDPU tersebut, KMHDI menyampaikan beberapa hal. Antara lain, mengenai tantangan jaman. KMHDI menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas untuk menunjang era revolusi industri 4.0. Mereka melaksanakan KMHDI Mengajar.
"Namun dalam KMHDI Mengajar, kami masih menemukan kurangnya guru agama Hindu dan permasalahan lain seperti ada siswa yang di sekolahnya ada pelajaran agama lain, dia diarahkan ke perpustakaan. Akan tetapi di perpustakaan tidak ada pelajaran buku agamanya," kata Made Sudana usai RPDU kepada NusaBali, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Kamis (21/11).
Parahnya, kata Made Sudana, mereka dituntut mempelajari pelajaran agama lain. "Dimana pendidikan demokratis?. Satu orang pelajar punya hak untuk dicerdaskan atas keyakinannya sehingga negara perlu hadir terkait dengan permasalahan ini, karena pendidikan merupakan peran sentral kemajuan pemuda dan bangsa ini," tegas Made Sudana.
Terkait pendidikan non formal, lanjut Made Sudana, ada UU terkait Pesantren. Namun, apakah anggota legistatif juga berpikir pula mengenai pendidikan non Pesantren seperti di Hindu yang ada Pasraman. Bagi Made Sudana, seharusnya anggota legistatif bisa merancang undang-undang dari konstruksi enam keyakinan yang diakui di Indonesia.
"Jika bisa, pendidikan non formal Pasraman juga dicover oleh pemerintah. Lantaran mereka juga punya sumbangsih untuk bangsa ini," papar Made Sudana.
KMHDI juga menyampaikan tentang demo mahasiswa beberapa hari lalu terjadi karena kurangnya komunikasi parlemen ke mahasiswa.
Mahasiswa, lanjut Made Sudana, hanya dicari ketika ada masalah. Harusnya terus diajak berkomunikasi tentang grand strategi kebangsaan demi meminimalisir keblunderan informasi sehingga kedepan perlu ada komunikasi yang lebih intensif lagi. KMHDI menyinggung pula Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Menurut KMHDI, UKT tidak tepat sasaran. Sebab, bicara pendidikan demokratis, seharusnya setiap anak bangsa punya kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan. Pancasila, Tri Sila dan Eka Sila menjadi gotong royong sangat tidak relevan dengan pola pembayaran UKT yang katanya untuk subsidi silang.
"Kami berharap, semua aspirasi yang disampaikan tadi disampaikan kepada mitra kerja Komisi X DPR RI," kata Made Sudana. *k22
Dalam RDPU tersebut, KMHDI menyampaikan beberapa hal. Antara lain, mengenai tantangan jaman. KMHDI menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas untuk menunjang era revolusi industri 4.0. Mereka melaksanakan KMHDI Mengajar.
"Namun dalam KMHDI Mengajar, kami masih menemukan kurangnya guru agama Hindu dan permasalahan lain seperti ada siswa yang di sekolahnya ada pelajaran agama lain, dia diarahkan ke perpustakaan. Akan tetapi di perpustakaan tidak ada pelajaran buku agamanya," kata Made Sudana usai RPDU kepada NusaBali, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Kamis (21/11).
Parahnya, kata Made Sudana, mereka dituntut mempelajari pelajaran agama lain. "Dimana pendidikan demokratis?. Satu orang pelajar punya hak untuk dicerdaskan atas keyakinannya sehingga negara perlu hadir terkait dengan permasalahan ini, karena pendidikan merupakan peran sentral kemajuan pemuda dan bangsa ini," tegas Made Sudana.
Terkait pendidikan non formal, lanjut Made Sudana, ada UU terkait Pesantren. Namun, apakah anggota legistatif juga berpikir pula mengenai pendidikan non Pesantren seperti di Hindu yang ada Pasraman. Bagi Made Sudana, seharusnya anggota legistatif bisa merancang undang-undang dari konstruksi enam keyakinan yang diakui di Indonesia.
"Jika bisa, pendidikan non formal Pasraman juga dicover oleh pemerintah. Lantaran mereka juga punya sumbangsih untuk bangsa ini," papar Made Sudana.
KMHDI juga menyampaikan tentang demo mahasiswa beberapa hari lalu terjadi karena kurangnya komunikasi parlemen ke mahasiswa.
Mahasiswa, lanjut Made Sudana, hanya dicari ketika ada masalah. Harusnya terus diajak berkomunikasi tentang grand strategi kebangsaan demi meminimalisir keblunderan informasi sehingga kedepan perlu ada komunikasi yang lebih intensif lagi. KMHDI menyinggung pula Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Menurut KMHDI, UKT tidak tepat sasaran. Sebab, bicara pendidikan demokratis, seharusnya setiap anak bangsa punya kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan. Pancasila, Tri Sila dan Eka Sila menjadi gotong royong sangat tidak relevan dengan pola pembayaran UKT yang katanya untuk subsidi silang.
"Kami berharap, semua aspirasi yang disampaikan tadi disampaikan kepada mitra kerja Komisi X DPR RI," kata Made Sudana. *k22
1
Komentar