18 Truk Sampah Ditolak Masuk TPA
Pecalang dan Prajuru Dua Desa Sidak TPA Suwung
Pecalang bersama prajuru adat dari Banjar Pesanggaran, Desa Adat Pedungan (Kecamatan Denpasar Selatan) dan Banjar Suwung Batan Kendal, Desa Adat Sesetan (Kecamatan Denpasar Selatan), melakukan sidak angkutan sampah yang masuk ke TPA Suwung, Minggu (24/11).
DENPASAR, NusaBali
Dari puluhan truk sampah yang diperiksa, 18 truk di antaranya dilarang masuk ke TPA Suwung untuk buang sampah, karena tidak memiliki surat rekomendasi dari pihak terkait.
Sidak yang digelar oleh pecalang dan prajuru adat, Minggu kemarin sejak pagi pukul 07.00 Wita hingga siang pukul 11.00 Wita, berupa pemeriksaan kelengkapan surat rekomendasi pembuangan sampah ke TPA yang dibawa sopir truk. Surat rekomendasi tersebut minimal harus ada tandatangan Kepala Kingkungan (Kaling) lingkup Kota Denpasar.
Jika kedapatan membawa sampah tanpa rekomendasi dari Kaling, truk sampah tersebut dikembalikan ke tempat asalnya. Demikian pula jika kedapatan ada truk sampah dari luar Kota Denpasar hendak masuk ke TPA Suwung, mereka disuruh balik kandang.
Menurut Kelian Adat Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan, I Wayan Widiada, hal itu dilakukan karena sampah di TPA Suwung sudah overload. Selama ini, kata dia, pemerintah dianggap melakukan pembiaran terhadap TPA Suwung, sehingga timbul banyak masalah. "Kami lakukan sidak ini untuk memeriksa mereka yang bawa sampah dari mana, ada rekomendasi atau tidak?” jelas Wayan Widiada yang kemarin didampingi Kelian Adat Banjar Suwung Batan Kendal, I Wayan Sarya.
Dari hasil sidak kemarin, ada 18 truk sampah yang ditulak masuk ke TPA Suwung dan harus balik kandang. Dari jumlah 18 itu, 9 unit di antaranya truk sampah swasta Badung, sedangkan 9 truk lagi asal Kota Denpasar. Badung hanya dijatah maksimal bawa 15 truk sampah per hari sampai 30 November 2019 depan.
Menurut Wayan Widiada, pihaknya bukan melarang membuang sampah ke TPA Suwung, tapi truk yang masuk wajib memperlihatkan rekomendasi dari Kaling. Selama ini, sampah yang masuk ke TPA Suwung tidak hanya dari Denpasar, tapi juga Badung dan kawasan Sarbagita lainnya.
Sebelum dilarang membuang sampah ke TPA Suwung, kata Widiada, Badung merupakan pembuang sampah terbanyak. Dalam sehari, sampah dari Badung yang dibuang ke TPA Suwung mencapai 1.200 ton hingga 1.300 ton. “Sedangkan sampah dari Kota Denpasar yang dibuang ke TPA Suwung rata-rata mencapai 600 ton per hari. Ini penumpukan sampah semakin tidak terkontrol,” katanya.
Sebagai pemilik wilayah, kata Widiada, Banjar Pesanggaran dan Banjar Suwung Batan Kendal dirugikan oleh kondisi menumpuknya sampah di TPA Suwung. Pemerintah harusnya bertanggung jawab atas semua ini. Sebab, pemerintah dikatakan melakukan pembiaran selama bertahun-tahun terjadinya penumpukan sampah di TPA Suwung tanpa pengelolaan yang jelas.
Widiada pun meminta pemerintah segera merealisasikan pengelolaan sampah. Sudah banyak investor yang datang menawarkan diri untuk mengelola sampah di TPA Suwung. Demikian pula wacana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Tapi, semuanya tinggal wacana yang tidak pernah terealisasi. "Kami ingin pemerintah memikirkan pengelolaan sampah jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Jangan sebatas wacana, tanpa ada realisasi," pintanya.
Sementara, Kelian Adat Banjar Suwung Batan Kendal, I Wayan Sarya, mengatakan selain janji pengelolaan sampah, pemerintah dan pihak investor juga tidak mematuhi Standar Operasional Prosedure (SOP). Salah satunya, pengerjaan proyek pengerjaan Sanitary Renville di Suwung yang tidak sesuai SOP. Seharusnya, timbunan sampah diurug setinggi 1,5 meter dengan tanah, lalu ditumpuk sampah dan ditimbun tanah lagi. Namun, pengerjaan Sanitary Renville tidak sesuai dengan SOP tersebut.
"SOP tidak jalan, pengerjaan Sanitary Renville juga tidak sesuai. Sealain itu, TPA Suwung yang luas nya32,4 hektare, tersisa hanya 10 hektare dari timbunan yang dilakukan," kata Wayan Sarya. “Sisa 10 hektare itu proyeksinya dibagi dua, masing-masing 5 hektare untuk pembuatan residu dan 5 hektare lagi untuk pabrik pengolahan sampah. Nyatanya sampai sekarang belum difungsikan petuntukannya. Yang ada, lahan 10 hektare tersebut kembali menjadi tempat tumpukan sampah hingga menggunung,” lanjujtnya. *mis
Sidak yang digelar oleh pecalang dan prajuru adat, Minggu kemarin sejak pagi pukul 07.00 Wita hingga siang pukul 11.00 Wita, berupa pemeriksaan kelengkapan surat rekomendasi pembuangan sampah ke TPA yang dibawa sopir truk. Surat rekomendasi tersebut minimal harus ada tandatangan Kepala Kingkungan (Kaling) lingkup Kota Denpasar.
Jika kedapatan membawa sampah tanpa rekomendasi dari Kaling, truk sampah tersebut dikembalikan ke tempat asalnya. Demikian pula jika kedapatan ada truk sampah dari luar Kota Denpasar hendak masuk ke TPA Suwung, mereka disuruh balik kandang.
Menurut Kelian Adat Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan, I Wayan Widiada, hal itu dilakukan karena sampah di TPA Suwung sudah overload. Selama ini, kata dia, pemerintah dianggap melakukan pembiaran terhadap TPA Suwung, sehingga timbul banyak masalah. "Kami lakukan sidak ini untuk memeriksa mereka yang bawa sampah dari mana, ada rekomendasi atau tidak?” jelas Wayan Widiada yang kemarin didampingi Kelian Adat Banjar Suwung Batan Kendal, I Wayan Sarya.
Dari hasil sidak kemarin, ada 18 truk sampah yang ditulak masuk ke TPA Suwung dan harus balik kandang. Dari jumlah 18 itu, 9 unit di antaranya truk sampah swasta Badung, sedangkan 9 truk lagi asal Kota Denpasar. Badung hanya dijatah maksimal bawa 15 truk sampah per hari sampai 30 November 2019 depan.
Menurut Wayan Widiada, pihaknya bukan melarang membuang sampah ke TPA Suwung, tapi truk yang masuk wajib memperlihatkan rekomendasi dari Kaling. Selama ini, sampah yang masuk ke TPA Suwung tidak hanya dari Denpasar, tapi juga Badung dan kawasan Sarbagita lainnya.
Sebelum dilarang membuang sampah ke TPA Suwung, kata Widiada, Badung merupakan pembuang sampah terbanyak. Dalam sehari, sampah dari Badung yang dibuang ke TPA Suwung mencapai 1.200 ton hingga 1.300 ton. “Sedangkan sampah dari Kota Denpasar yang dibuang ke TPA Suwung rata-rata mencapai 600 ton per hari. Ini penumpukan sampah semakin tidak terkontrol,” katanya.
Sebagai pemilik wilayah, kata Widiada, Banjar Pesanggaran dan Banjar Suwung Batan Kendal dirugikan oleh kondisi menumpuknya sampah di TPA Suwung. Pemerintah harusnya bertanggung jawab atas semua ini. Sebab, pemerintah dikatakan melakukan pembiaran selama bertahun-tahun terjadinya penumpukan sampah di TPA Suwung tanpa pengelolaan yang jelas.
Widiada pun meminta pemerintah segera merealisasikan pengelolaan sampah. Sudah banyak investor yang datang menawarkan diri untuk mengelola sampah di TPA Suwung. Demikian pula wacana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Tapi, semuanya tinggal wacana yang tidak pernah terealisasi. "Kami ingin pemerintah memikirkan pengelolaan sampah jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Jangan sebatas wacana, tanpa ada realisasi," pintanya.
Sementara, Kelian Adat Banjar Suwung Batan Kendal, I Wayan Sarya, mengatakan selain janji pengelolaan sampah, pemerintah dan pihak investor juga tidak mematuhi Standar Operasional Prosedure (SOP). Salah satunya, pengerjaan proyek pengerjaan Sanitary Renville di Suwung yang tidak sesuai SOP. Seharusnya, timbunan sampah diurug setinggi 1,5 meter dengan tanah, lalu ditumpuk sampah dan ditimbun tanah lagi. Namun, pengerjaan Sanitary Renville tidak sesuai dengan SOP tersebut.
"SOP tidak jalan, pengerjaan Sanitary Renville juga tidak sesuai. Sealain itu, TPA Suwung yang luas nya32,4 hektare, tersisa hanya 10 hektare dari timbunan yang dilakukan," kata Wayan Sarya. “Sisa 10 hektare itu proyeksinya dibagi dua, masing-masing 5 hektare untuk pembuatan residu dan 5 hektare lagi untuk pabrik pengolahan sampah. Nyatanya sampai sekarang belum difungsikan petuntukannya. Yang ada, lahan 10 hektare tersebut kembali menjadi tempat tumpukan sampah hingga menggunung,” lanjujtnya. *mis
1
Komentar