Ida Dewa Agung Jambe, Raja Klungkung yang gugur saat Perang Puputan Klungkung
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan Ida Dewa Agung Jambe sudah masuk dalam daftar sebagai pahlawan nasional, masih dalam daftar antrean penetapan.
SEMARAPURA, NusaBali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menetapkan Raja Klungkung yang gugur saat Perang Puputan Klungkung 28 April 1908, Ida Dewa Agung Jambe sebagai Pahlawan Nasional Tahun 2022 ini. Ada 5 pahlawan nasional yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 TK Tahun 2022 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Jakarta, Kamis (3/11) lalu. Masing-masing Dr dr H R Soeharto asal Jawa Tengah, K G P A A Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam pada tahun 1937-1989 dari Daerah Istimewa Jogjakarta, dr Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat, H Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara serta almarhum KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.
Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Smara Putra mengatakan usulan pengajuan Ida Dewa Agung Jambe menjadi pahlawan nasional sebenarnya sudah berhasil, dan saat ini masih dalam antrean. "Tahun ini ada 29 pahlawan yang lolos seleksi Tim Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, dan sudah diakui sebagai pahlawan nasional. Namun yang sudah ditetapkan baru 5 pahlawan," ujar Ida Dalem saat ditemui di kediamannya di Puri Agung Klungkung, Senin (7/11).
Ida Dalem menambahkan tentu ada rasa sedikit kecewa karena Ida Dewa Agung Jambe belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Namun, Ida Dalem tetap merasa bangga karena Ida Dewa Agung Jambe sudah diakui sebagai pahlawan nasional.
"Yang penting sudah diakui kalau boleh diusulkan, nanti kita usulkan kembali untuk ditetapkan," imbuh Ida Dalem. Menurut Ida Dalem sosok Ida Dewa Agung Jambe tidak sabatas pemimpin bagi masyarakat saat era Kerajaan Klungkung. Namun juga menjadi sosok yang semangatnya bisa diteladani dalam membela tanah air, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya.
Ketegangan menjelang perang besar sudah terjadi pada 13 sampai 16 April 1908. Ketika itu Kerajaan Klungkung sebagai pusat kerajaan di Bali menjadi wilayah yang belum takluk oleh Kolonial Belanda. Pada tanggal itu, kolonial mengadakan patroli keamanan di wilayah Kerajaan Klungkung. Kondisi ini tidak diterima petinggi kerajaan dan masyarakat saat itu, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan.
Sampai adanya penyerangan terhadap beberapa tentara kolonial oleh masyarakat di wilayah Gelgel. Hal ini tidak diterima kolonial yang berujung ultimantum kepada Kerajaan Klungkung agar menyerah ke Kolonial paling lambat 22 April 1908. Akan tetapi ultimatum itu tidak diperdulikan oleh Ida Dewa Agung Jambe Pasukan dari Kerajaan Klungkung justru bersiap diri, mengingat tanggal 20 April 1908, kolonial Belanda menambah pasukan yang didatangkan dari Batavia (Jakarta).
Akhirnya pada 21 April 1908, pasukan kolonial Belanda berlabuh di sekitar Pantai Desa Jumpai (Kecamatan Klungkung) dan langsung membombardir wilayah Desa Gelgel, dan sekitarnya. Masyarakat yang bersenjata keris dan tombak menghalau serangan meriam dari kolonial. Serangan pasukan Klungkung baru dapat dapat dipatahkan setelah 6 hari pertempuran.
Pertempuran 6 hari berturut-turut membuat kolonial kehilangan cukup banyak pasukan.
Pada 27 April 1908, kolonial kembali mengirim pasukan dan berlabuh di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan dan Desa Jumpai, Kecamatan Klungkung. Masyarakat di dua desa tersebut melakukan perlawanan untuk menghalau pasukan kolonial masuk ke pusat pemerintahan Kerajaan Klungkung di Semarapura. Sampai akhirnya Belanda berhasil mengepung istana.
Puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan masuk ke dalam istana. Tepatnya di depan Pamedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk Puputan (Bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan. Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya.
Saat itulah sang raja Ida Dewa Agung Jambe melaksanakan dharmaning ksatria, yaitu kewajiban tertinggi seorang kesatria sejati dengan keluar istana, dan ikut pertempuran dan gugur bersama rakyatnya di depan depan Pamedal Agung. "Pamedal Agung di areal Kerta Gosa merupakan saksi bisu Perang Puputan Klungkung," ujar Ida Dalem.
Terpisah, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan Ida Dewa Agung Jambe sudah masuk dalam daftar sebagai pahlawan nasional, sehingga masih dalam daftar antrean penetapan. "Kita berharap tahun depan sudah bisa ditetapkan," harap Bupati Suwirta. *wan
Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Smara Putra mengatakan usulan pengajuan Ida Dewa Agung Jambe menjadi pahlawan nasional sebenarnya sudah berhasil, dan saat ini masih dalam antrean. "Tahun ini ada 29 pahlawan yang lolos seleksi Tim Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, dan sudah diakui sebagai pahlawan nasional. Namun yang sudah ditetapkan baru 5 pahlawan," ujar Ida Dalem saat ditemui di kediamannya di Puri Agung Klungkung, Senin (7/11).
Ida Dalem menambahkan tentu ada rasa sedikit kecewa karena Ida Dewa Agung Jambe belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Namun, Ida Dalem tetap merasa bangga karena Ida Dewa Agung Jambe sudah diakui sebagai pahlawan nasional.
"Yang penting sudah diakui kalau boleh diusulkan, nanti kita usulkan kembali untuk ditetapkan," imbuh Ida Dalem. Menurut Ida Dalem sosok Ida Dewa Agung Jambe tidak sabatas pemimpin bagi masyarakat saat era Kerajaan Klungkung. Namun juga menjadi sosok yang semangatnya bisa diteladani dalam membela tanah air, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya.
Ketegangan menjelang perang besar sudah terjadi pada 13 sampai 16 April 1908. Ketika itu Kerajaan Klungkung sebagai pusat kerajaan di Bali menjadi wilayah yang belum takluk oleh Kolonial Belanda. Pada tanggal itu, kolonial mengadakan patroli keamanan di wilayah Kerajaan Klungkung. Kondisi ini tidak diterima petinggi kerajaan dan masyarakat saat itu, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan.
Sampai adanya penyerangan terhadap beberapa tentara kolonial oleh masyarakat di wilayah Gelgel. Hal ini tidak diterima kolonial yang berujung ultimantum kepada Kerajaan Klungkung agar menyerah ke Kolonial paling lambat 22 April 1908. Akan tetapi ultimatum itu tidak diperdulikan oleh Ida Dewa Agung Jambe Pasukan dari Kerajaan Klungkung justru bersiap diri, mengingat tanggal 20 April 1908, kolonial Belanda menambah pasukan yang didatangkan dari Batavia (Jakarta).
Akhirnya pada 21 April 1908, pasukan kolonial Belanda berlabuh di sekitar Pantai Desa Jumpai (Kecamatan Klungkung) dan langsung membombardir wilayah Desa Gelgel, dan sekitarnya. Masyarakat yang bersenjata keris dan tombak menghalau serangan meriam dari kolonial. Serangan pasukan Klungkung baru dapat dapat dipatahkan setelah 6 hari pertempuran.
Pertempuran 6 hari berturut-turut membuat kolonial kehilangan cukup banyak pasukan.
Pada 27 April 1908, kolonial kembali mengirim pasukan dan berlabuh di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan dan Desa Jumpai, Kecamatan Klungkung. Masyarakat di dua desa tersebut melakukan perlawanan untuk menghalau pasukan kolonial masuk ke pusat pemerintahan Kerajaan Klungkung di Semarapura. Sampai akhirnya Belanda berhasil mengepung istana.
Puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan masuk ke dalam istana. Tepatnya di depan Pamedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk Puputan (Bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan. Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya.
Saat itulah sang raja Ida Dewa Agung Jambe melaksanakan dharmaning ksatria, yaitu kewajiban tertinggi seorang kesatria sejati dengan keluar istana, dan ikut pertempuran dan gugur bersama rakyatnya di depan depan Pamedal Agung. "Pamedal Agung di areal Kerta Gosa merupakan saksi bisu Perang Puputan Klungkung," ujar Ida Dalem.
Terpisah, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan Ida Dewa Agung Jambe sudah masuk dalam daftar sebagai pahlawan nasional, sehingga masih dalam daftar antrean penetapan. "Kita berharap tahun depan sudah bisa ditetapkan," harap Bupati Suwirta. *wan
Komentar