Ogoh-Ogoh Karya ST Dipa Bhuana Chanti Usung Cerita 'Kala Sri Pati', Konsep Cerita Diambil dari Lontar Panca Durga
MANGUPURA, NusaBali.com – Sekaa Teruna Dipa Bhuana Chanti, Banjar Basangkasa, Seminyak, Kuta, Badung selalu berinovasi membuat karya seni ogoh-ogoh yang sarat akan makna. Tak hanya cantik dari segi visual, ST Dipa Bhuana Chanti mengusung cerita ogoh-ogoh 'Kala Sri Pati' yang konsepnya diambil dari salah satu sumber lontar Panca Durga.
Salah satu konseptor ogoh-ogoh menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945, Raka Kusuma menjelaskan konsep Kala Sri Pati sudah ia telaah sejak satu tahun lalu.
Berawal dari masa perang teknologi, nuklir, hingga pandemi yang menimbulkan masalah, salah satunya sektor ekonomi. Raka turut membeberkan, konsep itu ia ambil dari lontar Panca Durga yang tulisannya menggunakan aksara Bali.
“Konsep ini saya ambil dari sumber salah satu lontar Panca Durga karena untuk peleburan. Sebagai umat Hindu di Bali, kami percaya situasi akan kembali lagi dari titik nol dan kehidupan akan kembali meningkat lebih baik seperti sebelum pandemi,” tutur Raka saat ditemui di Banjar Basangkasa, Seminyak, Kuta, Badung pada Rabu (9/2/2023) malam.
Raka menjelaskan, Lontar Panca Durga yang masih menggunakan tulisan aksara Bali tersebut ia sadur (terjemah) ke dalam Bahasa Indonesia. Lalu pengertian tersebut ia rangkum agar mendapatkan satu konsep yang akan diangkat.
Ia pun turut menjelaskan, sebelum merealisasikan konsep yang diambil dari lontar tersebut, pihaknya harus melakukan upacara seperti menghaturkan canang dan pejati di Pura yang berlokasi di dalam Banjar Basangkasa.
“Saya percaya bahwa awal dari usaha ini perlu sebuah keyakinan yang baik semoga menjadi hasil yang baik. Setelah itu baru kami mulai pembuatan ogoh-ogoh,” bebernya.
Alhasil pihaknya mantap mengusung cerita ‘Kala Sri Pati’, yang pada dasarnya adalah simbolisasi Bethari Durga dalam penjelmaannya juga mendapatkan anugerah dari Bethari Sri Laksmi (Tri Murti Sakti). Segi visual ogoh-ogoh pun terlihat dari anatomi bagian-bagian yang terlihat sangat detail.
Mulai dari ogoh-ogoh bertangan enam yang mengilustrasikan Sad Kerthi (menjaga kesucian, keharmonisan, keseimbangan alam) untuk mengakomodir elemen dasar kehidupan Bwah Loka (dunia). Lalu terlihat dua tangan kanan berwarna emas, kata Raka mengambarkan Kanda Pat Sari dan Tri Guna dan dua tangan kiri berwarna emas melambangkan Panca Maha Bhuta serta Tria Pramana. Sedangkan kedua tangan utamanya, memegang sapu yang berisikan padi.
“Karena bagi umat Hindu padi merupakan simbolisasi dari Hyang Bethari Sri. Pemilihan penggunaan media berupa bayi manusia adalah menjelaskan bahwa siklus kehidupan manusia di dunia berawal dari kelahiran bayi, berkembang, kemudian akhirnya memasuki masa tua,” jelas pria berkumis tipis itu.
Tokoh Kala Sri Pati yang sedang mangayung sapu, lanjut Raka disimbolkan ‘beliau’ sedang melaksanakan tugasnya sebagai pelebur dengan gerakan yang bersahaja. Tak hanya itu, pada bagian aksesoris, disebutkannya terbuat dari tapis kelapa, pelepah pisang, kayu, serabut, dan juga kulit jagung yang mencerminkan Bethari Sri yang murah hati sebagai penguasa sumber kekayaan alam.
Dalam kesempatan yang sama, rekannya sesama konseptor, I Gede Edy Santika menerangkan kali ini pihaknya mengambil bahan alami yang diambil dari tumbuhan kering dan kertas sebagai bahan dasar dari ogoh-ogoh.
“Bahan kering itu yakni dari pohon kelapa dan pohon pisang, karena saya lihat bahan tersebut melimpah. Contoh pada kamen, saya ambil dari pakis pohon kelapa kemudian saya tempel dengan lem Fox agar mirip dengan kain pada umumnya,” tutur pria yang juga founder Aksamayang Art itu.
Selain itu, bahan pada aksesoris ogoh-ogoh lainnya yakni kampuh, gendongan bayi, dan tengkuluk terbuat dari kain kasa yang ditempelkan dengan tisu, lalu direndam menggunakan cokelat bubuk dan terakhir dioleskan dengan prada sehingga menghasilkan gradasi warna. Serta sapu berupa padi terbut dari pensil yang dibuat seakan bentuk butiran padi berwarna emas.
Santi menerangkan, untuk membuat karya seni ogoh-ogoh yang maksimal tersebut, pihaknya perlu memakan waktu hampir satu setengah bulan pengerjaan. Dimulai sejak pertengahan bulan Januari 2023, ia menerangkan sempat merasa kesulitan dalam segi pendetailan.
“Karena penokohan utamanya hanya satu saja, jadi ada beberapa tokoh pendukung yang harus dibuat secara detail,” imbuhnya.
“Dana tersebut didapat dari dana yang diberikan oleh Banjar Basangkasa, Pemerintah Kabupaten Badung, dan juga LPD,” beber pria yang memiliki nama beken Pet itu.
Nantinya, setelah ogoh-ogoh tersebut diarak pada hari pengerupukan, Selasa (21/3/2023), rencananya kata dia ogoh-ogoh itu akan di pajang di lokasi Seminyak Villages.
“Ini masih rencana dan akan kami koordinasikan lebih lanjut, kalau tidak di pajang di Seminyak Villages, nanti ogoh-ogoh akan kami pajang di Banjar saja untuk dipertontonkan kepada wisatawan,” terangnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kelian Banjar Basangkasa, I Nengah Suarja turut mengapresiasi hasil karya dari hasil tangan para pemuda dan pemudinya. Turut mendukung dari keseluruhan aspek seperti aspek pendanaan, ia berharap ke depan para sekaa teruna dan teruni Banjar Basangkasa tetap menjaga kekompakan satu sama lain.
“Semangat pemuda dan pemudi kami sangat luar biasa. Karena saya lihat dan saya pantau dari awal pengerjaan, terlihat kekompakan mereka itu nyata. Maka dari itu, kami dari warga banjar sangat mendukung kreativitas mereka,” pungkas pria yang akrab disapa Pak Jarot itu. *ris
“Konsep ini saya ambil dari sumber salah satu lontar Panca Durga karena untuk peleburan. Sebagai umat Hindu di Bali, kami percaya situasi akan kembali lagi dari titik nol dan kehidupan akan kembali meningkat lebih baik seperti sebelum pandemi,” tutur Raka saat ditemui di Banjar Basangkasa, Seminyak, Kuta, Badung pada Rabu (9/2/2023) malam.
Raka menjelaskan, Lontar Panca Durga yang masih menggunakan tulisan aksara Bali tersebut ia sadur (terjemah) ke dalam Bahasa Indonesia. Lalu pengertian tersebut ia rangkum agar mendapatkan satu konsep yang akan diangkat.
Ia pun turut menjelaskan, sebelum merealisasikan konsep yang diambil dari lontar tersebut, pihaknya harus melakukan upacara seperti menghaturkan canang dan pejati di Pura yang berlokasi di dalam Banjar Basangkasa.
“Saya percaya bahwa awal dari usaha ini perlu sebuah keyakinan yang baik semoga menjadi hasil yang baik. Setelah itu baru kami mulai pembuatan ogoh-ogoh,” bebernya.
Alhasil pihaknya mantap mengusung cerita ‘Kala Sri Pati’, yang pada dasarnya adalah simbolisasi Bethari Durga dalam penjelmaannya juga mendapatkan anugerah dari Bethari Sri Laksmi (Tri Murti Sakti). Segi visual ogoh-ogoh pun terlihat dari anatomi bagian-bagian yang terlihat sangat detail.
Mulai dari ogoh-ogoh bertangan enam yang mengilustrasikan Sad Kerthi (menjaga kesucian, keharmonisan, keseimbangan alam) untuk mengakomodir elemen dasar kehidupan Bwah Loka (dunia). Lalu terlihat dua tangan kanan berwarna emas, kata Raka mengambarkan Kanda Pat Sari dan Tri Guna dan dua tangan kiri berwarna emas melambangkan Panca Maha Bhuta serta Tria Pramana. Sedangkan kedua tangan utamanya, memegang sapu yang berisikan padi.
“Karena bagi umat Hindu padi merupakan simbolisasi dari Hyang Bethari Sri. Pemilihan penggunaan media berupa bayi manusia adalah menjelaskan bahwa siklus kehidupan manusia di dunia berawal dari kelahiran bayi, berkembang, kemudian akhirnya memasuki masa tua,” jelas pria berkumis tipis itu.
Sedangkan, aura gimik dari tapel ogoh-ogoh Kala Sri Pati yang renta terlihat masih segar tertawa menyerngai, dikatakan seakan bersiap memangsa dan menandakan bahwa dunia manusia harus mewaspadai akan perilaku yang licik.
Tokoh Kala Sri Pati yang sedang mangayung sapu, lanjut Raka disimbolkan ‘beliau’ sedang melaksanakan tugasnya sebagai pelebur dengan gerakan yang bersahaja. Tak hanya itu, pada bagian aksesoris, disebutkannya terbuat dari tapis kelapa, pelepah pisang, kayu, serabut, dan juga kulit jagung yang mencerminkan Bethari Sri yang murah hati sebagai penguasa sumber kekayaan alam.
Foto: Potret ST Dipa Bhuana Chanti, Banjar Basangkasa, Seminyak, Kuta, Badung. -WINDU
“Bahan kering itu yakni dari pohon kelapa dan pohon pisang, karena saya lihat bahan tersebut melimpah. Contoh pada kamen, saya ambil dari pakis pohon kelapa kemudian saya tempel dengan lem Fox agar mirip dengan kain pada umumnya,” tutur pria yang juga founder Aksamayang Art itu.
Selain itu, bahan pada aksesoris ogoh-ogoh lainnya yakni kampuh, gendongan bayi, dan tengkuluk terbuat dari kain kasa yang ditempelkan dengan tisu, lalu direndam menggunakan cokelat bubuk dan terakhir dioleskan dengan prada sehingga menghasilkan gradasi warna. Serta sapu berupa padi terbut dari pensil yang dibuat seakan bentuk butiran padi berwarna emas.
Santi menerangkan, untuk membuat karya seni ogoh-ogoh yang maksimal tersebut, pihaknya perlu memakan waktu hampir satu setengah bulan pengerjaan. Dimulai sejak pertengahan bulan Januari 2023, ia menerangkan sempat merasa kesulitan dalam segi pendetailan.
“Karena penokohan utamanya hanya satu saja, jadi ada beberapa tokoh pendukung yang harus dibuat secara detail,” imbuhnya.
Ia turut menjelaskan, untuk mematangkan konsep dari segi cerita Kala Sri Pati, ogoh-ogoh tersebut turut dipadukan dengan sentuhan mesin. Di mana pada bagian tapel atau kepala ogoh-ogoh dapat bergerak dan bola mata mengeluarkan cahaya berwarna merah yang menyimbolkan Durga.
Foto: (dari kiri-kanan) Kelian Banjar Basangkasa, I Nengah Suarja, konseptor, Raka Kusuma dan I Gede Edy Santika, dan Ketua ST Dipa Bhuana Chanti, I Wayan Ade Bayu Suta. -WINDU
Sementara, Ketua ST Dipa Bhuana Chanti, I Wayan Ade Bayu Suta turut menerangkan ogoh-ogoh yang memiliki tinggi 4 meter, dengan kisaran berat hampir 250 kilogram itu menghabiskan dana kurang lebih Rp 20 juta.
“Dana tersebut didapat dari dana yang diberikan oleh Banjar Basangkasa, Pemerintah Kabupaten Badung, dan juga LPD,” beber pria yang memiliki nama beken Pet itu.
Nantinya, setelah ogoh-ogoh tersebut diarak pada hari pengerupukan, Selasa (21/3/2023), rencananya kata dia ogoh-ogoh itu akan di pajang di lokasi Seminyak Villages.
“Ini masih rencana dan akan kami koordinasikan lebih lanjut, kalau tidak di pajang di Seminyak Villages, nanti ogoh-ogoh akan kami pajang di Banjar saja untuk dipertontonkan kepada wisatawan,” terangnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kelian Banjar Basangkasa, I Nengah Suarja turut mengapresiasi hasil karya dari hasil tangan para pemuda dan pemudinya. Turut mendukung dari keseluruhan aspek seperti aspek pendanaan, ia berharap ke depan para sekaa teruna dan teruni Banjar Basangkasa tetap menjaga kekompakan satu sama lain.
“Semangat pemuda dan pemudi kami sangat luar biasa. Karena saya lihat dan saya pantau dari awal pengerjaan, terlihat kekompakan mereka itu nyata. Maka dari itu, kami dari warga banjar sangat mendukung kreativitas mereka,” pungkas pria yang akrab disapa Pak Jarot itu. *ris
1
Komentar