Diskes Bali Dorong Masyarakat Lapor Jika Ada Indikasi Praktik Kedokteran Ilegal
DENPASAR, NusaBali - Kembali terkuaknya kasus praktik aborsi ilegal di Bali menjadi keprihatinan bersama. Dinas Kesehatan Provinsi Bali mendorong masyarakat ikut berperan melaporkan kepada pihak berwajib, jika menemukan indikasi praktik kedokteran ilegal.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr dr I Nyoman Gede Anom, MKes mengatakan pengawasan tenaga kesehatan dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota sampai dengan Kementerian Kesehatan. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan tenaga kesehatan menjalankan praktik keprofesian sesuai dengan standar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
"Khusus untuk praktek ilegal tentunya membutuhkan peran serta masyarakat dan lintas sektor terkait, karena praktik kesehatan ilegal akan terkuak bila terdapat laporan dari masyarakat," ujar dr Anom, Kamis (18/5).
Dokter Anom menyebut, untuk kasus dugaan praktik aborsi ilegal di Dalung, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. Ia menegaskan aborsi merupakan tindakan terlarang.
"Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 75 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan aborsi," tegasnya.
Ia menyebutkan tindakan aborsi hanya bisa dilakukan dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Selain itu aborsi juga dimungkinkan pada kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Dokter Anom menjelaskan tindakan aborsi yang dikecualikan tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Dikatakan, aborsi merupakan tindakan medis yang mengandung risiko tinggi. Pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab harus diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh menteri.
Adapun pelatihan dan penyelenggaraan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016.
Dokter Anom mengingatkan, kehamilan yang tidak diinginkan bisa dicegah melalui penggunaan kontrasepsi bagi pasangan usia subur yang telah berkeluarga. Sementara itu, kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja bisa dicegah melalui upaya edukasi kepada remaja putra maupun putri.
"Upaya pencegahan jauh lebih mudah dan lebih optimal dalam menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan," ujarnya.
Sebelumnya sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho juga menyampaikan pentingnya sosialisasi kesehatan reproduksi sebagai salah satu upaya mencegah munculnya praktik aborsi ilegal. Ia menuturkan, adanya pelaku tindakan aborsi ilegal juga tidak akan pernah ada jika 'pasarnya' dalam hal ini pasien yang terdesak, juga tidak ada.
"Saya kira yang paling penting soal pencegahan. Keluarga harusnya bisa berperan banyak. Negara harus hadir melakukan sosialisasi yang lebih masif soal reproduksi remaja, bisa lewat BKKBN dan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi peran masyarakat yang ikut membongkar praktik aborsi ilegal pelaku yang disiarkan secara online, dengan melaporkan kepada pihak berwajib.
Lebih jauh ia juga menyayangkan pelaku bisa membeli peralatan medis secara bebas untuk melakukan tindakan aborsi secara ilegal. Menurutnya perlu regulasi yang lebih jelas yang mengatur pembelian peralatan medis.
"Itu (praktik aborsi ilegal) extraordinary crime, kejahatan kemanusiaan," tandas Wahyu. 7 cr78
Komentar