MK Tolak Pemilu Tertutup, Golkar Bali: KPU dan Parpol Konsentrasi Pemilu 2024
DENPASAR, NusaBali.com - DPD I Golkar Bali menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI yang telah menolak seluruhnya gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua DPD I Golkar Bali I Nyoman Sugawa Korry mengajak para pihak untuk lebih berkonsentrasi pada persiapan Pemilu 2024.
"Ini (keputusan MK) sejalan dengan perjuangan 8 partai politik (parpol) nasional yang dikoordinasikan Partai Golkar dan Bapak Airlangga Hatarto. Kami berharap polemik terkait sistem pemilu bisa diakhiri," kata Sugawa Korry kepada NusaBali.com ketika dihubungi pada Kamis (15/6/2023) sore.
Politisi kelahiran Banyuatis, Buleleng ini mengajak berbagai pihak khususnya KPU dan parpol untuk berkonsentrasi kembali pada persiapan Pemilu 2024.
Kata Sugawa, dengan mempersiapkan calon legislatif (caleg) berkualitas bisa menjadi jawaban keraguan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka.
Di lain sisi, keputusan MK yang dibacakan pada sidang putusan yang berlangsung sejak Kamis pagi itu sebagian menyoroti bahwa khususnya money politic dan politik transaksional tidak berkaitan dengan sistem pemilu.
Budaya politik dan dinamika dalam proses Pemilulah yang lebih berperan akan ada tidaknya dua hal itu.
Kelemahan atau kekurangan dalam sistem Pemilu proporsional terbuka ini dikatakan solusinya bukan penggantian sistem melainkan pembenahan. Sebab, sistem pemilu tertutup pun tidak bisa menjamin bersih dari politik transaksional yang kerap terjadi pada 'jual-beli' nomor urut.
MK memberikan alternatif untuk penentuan nomor urut bakal caleg bisa dilakukan melalui pemilihan pendahuluan. Metode ini sebenarnya tidak asing karena budaya parpol di Amerika Serikat (AS) sudah lumrah dengan metode ini.
Penentuan calon presiden dari dua partai utama di AS biasanya dilakukan dengan pemilihan pendahuluan secara internal maupun terbuka.
Terkait pemilihan pendahuluan guna mencegah politik transaksional nomor urut, Sugawa menyebut tidak memungkinkan terlaksana pada pemilu kali ini. Sebab, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan waktu sudah tidak mencukupi.
Bagaimana jika diterapkan untuk Pemilu selanjutnya? Sugawa menjawab, tergantung perkembangan situasi dan kondisi ke depan.
"Untuk sekarang saya tidak setuju karena waktu sudah tidak mencukupi. Kalau pun untuk pemilu ke depan juga tidak bisa dipastikan bagaimana nanti dinamikanya," jelas Sugawa.
"Untuk sekarang saya tidak setuju karena waktu sudah tidak mencukupi. Kalau pun untuk pemilu ke depan juga tidak bisa dipastikan bagaimana nanti dinamikanya," jelas Sugawa.
Sementara itu, selain alternatif pemilihan pendahuluan, kata akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) I Wayan Suwendra, beberapa parpol sebenarnya sudah menerapkan jalan tengah seperti urutan alfabet. Alasannya karena ketakutan akan kisruh terkait penentuan nomor urut.
"Sembari menunggu putusan MK ini, beberapa parpol itu pakai alfabet (urutan nama bakal caleg). Tidak berani satu, dua, tiga," ujar Suwendra kepada NusaBali.com beberapa waktu lalu menanggapi proses uji materi UU Pemilu yang sedang berjalan di MK.
Mantan Ketua KPU Badung periode 2003-2008 ini meyakini keputusan MK pasti sudah ditarik dari UUD 1945 dan Pancasila. Sebab, MK tidak bisa lepas dari wewenangnya menguji UU terhadap UUD 1945 dan Pancasila adalah sumber dari segala hukum di republik ini
"Tentu MK memutuskan suatu perkara berdasarkan UU di atasnya. Misalnya UU Pemilu, di atasnya ditarik lagi bahwa Pemilu itu apa. Kemudian ditarik lagi ke Pancasila, Sila ke-4 misalnya. Itu sudah jadi kewenangan MK," papar Suwendra. *rat
Komentar