Awal Mula Desa Bresela Jadi Sentra Dulang Ukir Bali, Dirintis Sejak 1970-an
GIANYAR, NusaBali.com - Desa Bresela, Kecamatan Payangan, Gianyar dikenal sebagai sentra dulang ukir Bali berbahan fiber-resin. Kerajinan yang mampu mengangkat taraf ekonomi warga ini ternyata sudah dirintis sejak tahun 1970-an sebagai kerajinan kayu.
Perbekel Desa Bresela I Wayan Dirka membeberkan bahwa sebelum bahan fiber dan resin banyak dipakai warganya, kerajinan berbahan kayu adalah asal muasalnya. Geliat kerajinan kayu ini bertahan hingga periode 2000-an.
"Saya masih ingat betul antara tahun 1970-1980 itu banyak kerajinan berbahan kayu di desa kami," beber Dirka ketika dijumpai di Kantor Perbekel Bresela pada sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.
Bentuk kerajinan yang dibuat warga pada kala itu cenderung berupa suvenir berbentuk binatang. Pernak-pernik semacam ini dibuat dengan teknik manual. Setelah berkembang, perajin mulai beralih menggunakan mesin bubut untuk menghasilkan karya yang lebih variatif.
Seiring berjalannya waktu, kerajinan semacam ini mengalami penurunan permintaan dan akhirnya stagnan. Di periode yang sama, muncul tokoh bernama Ngakan Made Swastawa yang berkreasi membuat sarana upacara menggunakan gypsum.
Akan tetapi, belum berhasil memenuhi standar ketahanan. Sebab, bahan gypsum cenderung mudah pecah atau cepat rusak sehingga tidak layak untuk digunakan dalam jangka waktu lama. Selain itu, cat prada atau bahan perwarnaannya juga tidak mau menempel dengan baik.
"Terus dikembangkan pada akhirnya sekitar tahun 2010-an, bahan gypsum itu diganti dengan fiber. Sejak saat itu bisa diterima dengan baik dan terus berkembang hingga kini," imbuh Dirka.
Menurut salah satu perajin sekaligus pengusaha dulang ukir fiber-resin di Desa Bresela, IA Pradnya Dewi, produksi warga sudah dipasarkan hingga ke luar negeri. Dua pasar internasional utamanya adalah Eropa dan Australia.
"Kalau di Bali dulang dipakai untuk kebutuhan upacara untuk gebogan dan lainnya, di luar negeri dulang ini dipakai untuk tempat memajang buah," tutur perempuan yang akrab disapa Dewi Cha dijumpai terpisah dalam kesempatan yang sama.
Dulang berbentuk lingkaran datar kemudian ditopang satu penyangga selayaknya meja bundar satu tiang. Penampilan dulang yang seperti ini cocok di mata orang asing untuk digunakan sebagai media memajang buah untuk pesta, hotel, dan lainnya.
Ke depannya, Dewi Cha yang menerima produksi dulang ukir fiber-resin dari 25 kelompok perajinan di desanya ingin mengekspansi pasar lebih jauh. Tidak hanya mengandalkan pasar yang sudah mapan. *rat
"Saya masih ingat betul antara tahun 1970-1980 itu banyak kerajinan berbahan kayu di desa kami," beber Dirka ketika dijumpai di Kantor Perbekel Bresela pada sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.
Bentuk kerajinan yang dibuat warga pada kala itu cenderung berupa suvenir berbentuk binatang. Pernak-pernik semacam ini dibuat dengan teknik manual. Setelah berkembang, perajin mulai beralih menggunakan mesin bubut untuk menghasilkan karya yang lebih variatif.
Seiring berjalannya waktu, kerajinan semacam ini mengalami penurunan permintaan dan akhirnya stagnan. Di periode yang sama, muncul tokoh bernama Ngakan Made Swastawa yang berkreasi membuat sarana upacara menggunakan gypsum.
Akan tetapi, belum berhasil memenuhi standar ketahanan. Sebab, bahan gypsum cenderung mudah pecah atau cepat rusak sehingga tidak layak untuk digunakan dalam jangka waktu lama. Selain itu, cat prada atau bahan perwarnaannya juga tidak mau menempel dengan baik.
"Terus dikembangkan pada akhirnya sekitar tahun 2010-an, bahan gypsum itu diganti dengan fiber. Sejak saat itu bisa diterima dengan baik dan terus berkembang hingga kini," imbuh Dirka.
Menurut salah satu perajin sekaligus pengusaha dulang ukir fiber-resin di Desa Bresela, IA Pradnya Dewi, produksi warga sudah dipasarkan hingga ke luar negeri. Dua pasar internasional utamanya adalah Eropa dan Australia.
"Kalau di Bali dulang dipakai untuk kebutuhan upacara untuk gebogan dan lainnya, di luar negeri dulang ini dipakai untuk tempat memajang buah," tutur perempuan yang akrab disapa Dewi Cha dijumpai terpisah dalam kesempatan yang sama.
Dulang berbentuk lingkaran datar kemudian ditopang satu penyangga selayaknya meja bundar satu tiang. Penampilan dulang yang seperti ini cocok di mata orang asing untuk digunakan sebagai media memajang buah untuk pesta, hotel, dan lainnya.
Ke depannya, Dewi Cha yang menerima produksi dulang ukir fiber-resin dari 25 kelompok perajinan di desanya ingin mengekspansi pasar lebih jauh. Tidak hanya mengandalkan pasar yang sudah mapan. *rat
1
Komentar