Desa Cau Belayu Mandiri Air Bersih, Bangun PAM Sendiri
TABANAN, NusaBali.com - Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan adalah salah satu desa yang sukses mengembangkan Perusahaan Air Minum (PAM) Desa yang membuat desa ini mandiri air bersih.
Meski PAM Desa merupakan salah satu Unit Badan Usaha Milik (BUM) Desa Utsaha Sedana Artha milik Pemerintah Desa (Pemdes) Cau Belayu, perintisannya tidak dilatarbelakangi motivasi bisnis. Namun, merupakan penyelesaian masalah air bersih yang dihadapi warga desa.
I Putu Eka Jayantara, Perbekel Cau Belayu menuturkan, PAM Desa dirintis sejak tahun 2015 dan efektif melayani ratusan pelanggan yang merupakan warga desa sejak tahun 2021. Sebelum kemandirian air bersih ini dirintis, suplai air bersih warga Cau Belayu tidak berjalan baik lantaran layanan PDAM yang kerap gangguan.
"Karena (topografi desa) di tebing, kalau musim hujan, jaringan pipa PDAM Tabanan terdampak longsor, airnya keruh, tersumbat. Ini membuat warga kami selaku konsumen sampai sebulan tidak dapat air," beber Eka Jayantara ketika ditemui di Kantor Desa Cau Belayu, Selasa (14/5/2024).
Kala itu, Eka masih menjabat Kelian Dinas Banjar Seribupati, Desa Cau Belayu. Muncul gagasan di tingkat banjar untuk mengelola air bersih secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya alam desa yang banyak terdapat kelebutan (mata air).
Gagasan ini kemudian dibawa ke Pemdes Cau Belayu, kemudian diteruskan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan, hingga ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Proses yang tidak mudah ini mulai berjalan pada 2015 silam.
"Gayung bersambut dan kebetulan warga kami ada yang bertugas di PUPR. Tahun 2016, usulan itu disetujui dan jaringan air bersih di desa kami mulai dibangun," imbuh perbekel asal Banjar Seribupati ini.
Dengan bantuan PUPR, dibangun tiga komponen utama dan awal PAM Desa. Komponen ini adalah bak penampungan air sumber di sebuah kelebutan dekat Pura Kahyangan Jagat Pucak Geni, Banjar Seribupati. Dibangun pula pipa transmisi dan pompa dari sumber air ke bak reservoir 150 meter kubik di Banjar Padangaling.
Banjar Padangaling dipilih jadi lokasi reservoir lantaran elevasi wilayahnya paling tinggi di Desa Cau Belayu. Dari bak reservoir ini, air bersih kemudian didistribusikan ke pelanggan mengandalkan gaya gravitasi. Akan tetapi, pipa distribusi pada waktu itu belum siap sehingga proyek PAM Desa ini sempat mandek.
"Awalnya kami membayangkan pipa distribusi milik pemerintah yang dikelola PDAM itu dapat dihibahkan ke desa. Namun, hal itu tidak berjalan seperti yang dikehendaki. Sempat terkesan mubazir karena proyeknya diam dua tahun," jelas Eka Jayantara.
Baru tahun 2019, masih dengan bantuan PUPR, pipa distribusi ke pelanggan lantas dibangun dari nol. Selain jaringan distribusi baru, sambungan rumah (SR) atau meteran pun dipasang baru ke rumah-rumah warga yang sebelumnya menjadi pelanggan PDAM.
Kini 672 pelanggan telah dilayani PAM Desa yang mengalirkan air 6 liter/detik ini. Sejumlah 98 persen lebih dari total pelanggan ini sudah tidak menggunakan layanan PDAM walaupun sisanya menggunakan SR ganda dari PAM Desa dan PDAM.
Perbekel Eka Jayantara menjelaskan, PAM Desa dirintis sebagai solusi kebutuhan air bersih warga desa. Untuk itu, peraturan kekonsumenan tidak seketat PDAM. Misalkan, belum diberlakukan denda bagi keterlambatan pembayaran dan sebagian besar pendapatan untuk biaya operasional dan pemeliharaan infrastuktur PAM Desa.
"Biaya operasional terbesar kami saat ini ada di biaya listrik untuk pompa transmisi yang mencapai Rp 22 juta per bulan," ungkap I Ketut Adnyana, Bendahara BUM Desa Utsaha Sedana Artha ketika ditemui di Sekretariat BUM Desa Cau Belayu pada Selasa siang.
Kata Adnyana, pelanggan PAM Desa mengonsumsi 1.454 meter kubik pada April lalu. Rata-rata laba bersih yang dibukukan per bulan sebesar Rp 2,85 juta. Antara 0-10 meter kubik yang dikonsumsi rumah tangga bernilai Rp 1.374 per meter kubiknya. Di atas itu, tarif beragam dari Rp 1.945 sampai Rp 3.220, antara pemakaian 11 sampai di atas 40 meter kubik.
Perbekel Eka Jayantara menegaskan, penentuan tarif ini tidak semata-mata dibuat lebih murah dari PDAM. Namun, dihitung pula secara matematis agar biaya operasional bisa tertutupi dan di saat yang sama juga menghasilkan laba untuk dikembalikan ke pembangunan desa.
Walaupun sudah mampu jadi solusi air bersih untuk warga, Eka tidak memungkiri bahwa masih banyak kendala yang dihadapi PAM Desa. Misalkan, pompa transmisi yang mengandalkan listrik PLN dan SR yang kerap jebol di rumah pelanggan di wilayah desa dengan elevasi terendah akibat tekanan air yang tinggi, seperti wilayah Desa Adat Cau Belayu. *rat
I Putu Eka Jayantara, Perbekel Cau Belayu menuturkan, PAM Desa dirintis sejak tahun 2015 dan efektif melayani ratusan pelanggan yang merupakan warga desa sejak tahun 2021. Sebelum kemandirian air bersih ini dirintis, suplai air bersih warga Cau Belayu tidak berjalan baik lantaran layanan PDAM yang kerap gangguan.
"Karena (topografi desa) di tebing, kalau musim hujan, jaringan pipa PDAM Tabanan terdampak longsor, airnya keruh, tersumbat. Ini membuat warga kami selaku konsumen sampai sebulan tidak dapat air," beber Eka Jayantara ketika ditemui di Kantor Desa Cau Belayu, Selasa (14/5/2024).
Kala itu, Eka masih menjabat Kelian Dinas Banjar Seribupati, Desa Cau Belayu. Muncul gagasan di tingkat banjar untuk mengelola air bersih secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya alam desa yang banyak terdapat kelebutan (mata air).
Gagasan ini kemudian dibawa ke Pemdes Cau Belayu, kemudian diteruskan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan, hingga ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Proses yang tidak mudah ini mulai berjalan pada 2015 silam.
"Gayung bersambut dan kebetulan warga kami ada yang bertugas di PUPR. Tahun 2016, usulan itu disetujui dan jaringan air bersih di desa kami mulai dibangun," imbuh perbekel asal Banjar Seribupati ini.
Dengan bantuan PUPR, dibangun tiga komponen utama dan awal PAM Desa. Komponen ini adalah bak penampungan air sumber di sebuah kelebutan dekat Pura Kahyangan Jagat Pucak Geni, Banjar Seribupati. Dibangun pula pipa transmisi dan pompa dari sumber air ke bak reservoir 150 meter kubik di Banjar Padangaling.
Banjar Padangaling dipilih jadi lokasi reservoir lantaran elevasi wilayahnya paling tinggi di Desa Cau Belayu. Dari bak reservoir ini, air bersih kemudian didistribusikan ke pelanggan mengandalkan gaya gravitasi. Akan tetapi, pipa distribusi pada waktu itu belum siap sehingga proyek PAM Desa ini sempat mandek.
"Awalnya kami membayangkan pipa distribusi milik pemerintah yang dikelola PDAM itu dapat dihibahkan ke desa. Namun, hal itu tidak berjalan seperti yang dikehendaki. Sempat terkesan mubazir karena proyeknya diam dua tahun," jelas Eka Jayantara.
Baru tahun 2019, masih dengan bantuan PUPR, pipa distribusi ke pelanggan lantas dibangun dari nol. Selain jaringan distribusi baru, sambungan rumah (SR) atau meteran pun dipasang baru ke rumah-rumah warga yang sebelumnya menjadi pelanggan PDAM.
Kini 672 pelanggan telah dilayani PAM Desa yang mengalirkan air 6 liter/detik ini. Sejumlah 98 persen lebih dari total pelanggan ini sudah tidak menggunakan layanan PDAM walaupun sisanya menggunakan SR ganda dari PAM Desa dan PDAM.
Perbekel Eka Jayantara menjelaskan, PAM Desa dirintis sebagai solusi kebutuhan air bersih warga desa. Untuk itu, peraturan kekonsumenan tidak seketat PDAM. Misalkan, belum diberlakukan denda bagi keterlambatan pembayaran dan sebagian besar pendapatan untuk biaya operasional dan pemeliharaan infrastuktur PAM Desa.
"Biaya operasional terbesar kami saat ini ada di biaya listrik untuk pompa transmisi yang mencapai Rp 22 juta per bulan," ungkap I Ketut Adnyana, Bendahara BUM Desa Utsaha Sedana Artha ketika ditemui di Sekretariat BUM Desa Cau Belayu pada Selasa siang.
Kata Adnyana, pelanggan PAM Desa mengonsumsi 1.454 meter kubik pada April lalu. Rata-rata laba bersih yang dibukukan per bulan sebesar Rp 2,85 juta. Antara 0-10 meter kubik yang dikonsumsi rumah tangga bernilai Rp 1.374 per meter kubiknya. Di atas itu, tarif beragam dari Rp 1.945 sampai Rp 3.220, antara pemakaian 11 sampai di atas 40 meter kubik.
Perbekel Eka Jayantara menegaskan, penentuan tarif ini tidak semata-mata dibuat lebih murah dari PDAM. Namun, dihitung pula secara matematis agar biaya operasional bisa tertutupi dan di saat yang sama juga menghasilkan laba untuk dikembalikan ke pembangunan desa.
Walaupun sudah mampu jadi solusi air bersih untuk warga, Eka tidak memungkiri bahwa masih banyak kendala yang dihadapi PAM Desa. Misalkan, pompa transmisi yang mengandalkan listrik PLN dan SR yang kerap jebol di rumah pelanggan di wilayah desa dengan elevasi terendah akibat tekanan air yang tinggi, seperti wilayah Desa Adat Cau Belayu. *rat
Komentar