Dinilai Tidak Cukup Bukti, Kasus Dugaan Penipuan Lahan di Denpasar Mangkrak
DENPASAR, NusaBali.com - Laporan dugaan penipuan dan penggelapan oleh Fint Je Maukar alias Frengki (57) terhadap seorang calo tanah berinisial M di Polresta Denpasar sudah tiga tahun mandek.
Penyidik menyatakan tidak cukup bukti, meskipun Frengki mengaku telah menyerahkan bukti-bukti kuat.
Dugaan penipuan dan penggelapan ini dilakukan M dengan modus jual beli tanah program konsolidasi tanah (Land Consolidation/LC) di Subak Margaya, Desa Pemecutan Klod, Denpasar Barat.
M menawarkan tiga bidang tanah, masing-masing dua bidang seluas 2 are dan satu bidang seluas 3 are, dengan harga murah Rp 1,6 miliar. Frengki pun melunasi pembayaran dalam beberapa bulan.
"Kasus ini dimulai tahun 2013. Klien kami Pak Frengki ditawari beli tanah murah oleh M. Lalu M membawa akta pelepasan hak, surat tanda terima pendaftaran program LC, dan peta bidang tanah," jelas kuasa hukum Frengki, I Nyoman Hendri Saputra, Rabu (22/5/2024).
M meyakinkan Frengki bahwa dia akan mengurus proses tanah LC hingga sertifikat keluar. Frengki pun percaya dan melakukan transaksi di notaris.
Pada 2020, setelah tidak ada kabar tentang sertifikat, Frengki mendatangi BPN dengan membawa dokumen dari M. Namun BPN menyatakan tidak ada pendaftaran atas nama Frengki.
Merasa dirugikan, Frengki melaporkan M ke Polresta Denpasar pada 2021 dengan nomor Dumas/121/2021/BALI/RESTA DPS. Dia menyertakan bukti transaksi dan dokumen dari M.
Frengki juga mengirim surat ke BPN untuk menanyakan tanah itu. BPN meminta sertifikat sebagai bukti kepemilikan.
"Di sinilah kami bingung. Kalau ada pelepasan hak tahun 2013, berarti ada tanahnya. Tapi mana sertifikatnya?" kata Nyoman Hendri yang didampingi penasehat hukum lainnya, Didik Supriadi.
Kejanggalan lain adalah penyidik tidak memeriksa orang-orang dalam akta perjanjian di awal. Penyidik juga mengatakan tanah LC itu tidak mendapat persetujuan dari Walikota Denpasar, namun Walikota tidak diperiksa.
Meskipun bukti-bukti sudah jelas, penyidik malah menyatakan tidak cukup bukti. Nyoman Hendri khawatir kasus serupa akan terjadi jika dibiarkan. Dia menduga ada orang besar di belakang M sehingga kasus ini tidak diproses.
"Tiga bidang tanah itu milik ahli waris Anak Agung Made Agung. Tanah pindah tangan ke mertuanya M. Saat diperiksa polisi, ahli waris tidak mengetahui tanah itu. Berarti M menjual kertas, karena objek dari dokumen itu tidak ada. Bagaimana itu dibilang tidak ada kejahatannya?" ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Lorens Rajamangapul Heselo mengatakan kasus tersebut telah dihentikan karena tidak cukup bukti.
"Kasus ini sudah lama. Kita tidak teruskan karena tidak cukup bukti," ungkap Kasat Reskrim asal Papua ini. *pol
Komentar