Masyarakat Bali Ikut 'Terjerat' Pinjol, Sebagian Besar untuk Gaya Hidup
DENPASAR, NusaBali.com - Bali masuk 10 provinsi dengan outstanding pinjaman online (pinjol) terbesar secara nasional. Sama dengan wilayah lainnya di Indonesia, rata-rata warga di Bali masih memanfaatkan pinjol untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup atau konsumtif dibanding sebagai modal usaha.
Mengacu data Statistik P2P Lending Periode Januari 2024 yang dipublikasikan OJK pada Maret tahun ini, Bali mencatat outstanding pinjaman online tembus Rp1 triliun dengan rasio kredit macet 1,63%.
"Pinjaman online sebetulnya ada bagi masyarakat untuk membantu membuka usaha, tapi masyarajat kita rata-rata masih menggunakan pinjol bukan untuk usaha atau kebutuhan mendesak tapi untuk kebutuhan konsumtif," ujar advokat yang juga anggota DPRD Kota Denpasar, Dr Yonathan Andre Baskoro SH, LLM, MAP, saat ditemui pada acara Yudisium Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana (Unud) di Kampus Fakultas Hukum Unud, Denpasar, Rabu (23/10/2024).
Yonathan meraih gelar doktor setelah melakukan penelitian disertasi dengan judul 'Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Keuangan Digital (Financial Technology) Pinjaman Online'. Anggota tim hukum Brigadir J ini berharap penelitiannya bisa bermanfaat bagi masyarakat terutama yang masih awam terkait pembayaran digital.
Menurut Yonathan ada risiko besar yang mengintai jika pinjol tidak dilakukan dengan bijak. Selain bunga selangit, masih marak terjadi intimidasi saat penagihan, dengan penyebaran data diri pribadi, upaya mempermalukan, sampai akhirnya ada korban yang bunuh diri.
Di Bali sendiri, korban bunuh diri akibat terjerat utang Pinjol sempat menjadi berita heboh bulan lalu. Seorang kurir makanan berinisial Gusti NS, 44, ditemukan tewas gantung diri di sebuah bangunan kosong di Ubud, Gianyar. Ia diduga nekat mengakhiri hidupnya gara-gara terjerat utang pinjol.
Yonathan menyebut, baik secara nasional maupun di Bali, jumlah nasabah pinjol terus meningkat secara signifikan. Sayangnya sebagian besar memanfaatkan lembaga pinjol ilegal dibanding yang legal karena persyaratan yang lebih mudah.
Dikatakan, pinjol legal yang terdaftar di OJK jumlahnya saat ini sebanyak 101 pinjol. Tapi yang jadi masalah, kata Yonathan, adalah pinjol ilegal yang berdasarkan temuan Satgas Pasti OJK jumlahnya 4.567 pinjol. Tidak seperti pinjol legal yang telah memiliki regulasi, pinjol ilegal ini belum memiliki payung hukum untuk diberikan sanksi pidana.
"Memang sudah ada pemberantasan tapi tidak bisa ditutup begitu saja karena ternyata sanksi pidana terhadap pinjol ilegal kita belum punya. Makanya masih banyak yang tumbuh karena sanksinya sampai kini hanya dibekukan, ditutup, dan diblokir," jelas Yonathan.
Untuk itu, lebih jauh Yonathan dalam penelitiannya melihat apa yang dilakukan di negara Cina bisa diadopsi untuk mengatasi persoalan pinjol ilegal di Indonesia. Cina, ungkapnya, membentuk badan khusus terkait pembayaran digital.
"OJK banyak sekali tugasnya, karena itu alangkah baiknya kita punya badan khusus fintech. Negara harus hadir di sini," pungkasnya.
Komentar