Industri Kimia dan Farmasi Tangguh Hadapi Kontraksi
JAKARTA, NusaBali
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan di tengah perekonomian nasional yang kontraksi dalam pada triwulan II-2020, terdapat sektor industri manufaktur yang masih mencatatkan kinerja positif, yaitu industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 8,65 persen.
Capaian itu meningkat dibanding triwulan I-2020 yang tumbuh 5,59 persen, di mana akselerasi pertumbuhan sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional ini didukung karena peningkatan dari permintaan terhadap obat-obatan atau suplemen dalam upaya menghadapi wabah Covid-19.
“Peningkatan PMI manufaktur Indonesia pada kuartal III-2020, akan bergantung pada sektor manufaktur yang utilitasnya dapat meningkat signifikan, yakni sektor-sektor yang memiliki permintaan domestik tinggi seperti industri farmasi, alat kesehatan, serta makanan dan minuman,” kata Menperin, Jumat (7/8).
Berdasarkan data BPS, pada triwulan II-2020, sektor industri logam dasar tumbuh 2,76 persen. Kinerja positif itu karena peningkatan kapasitas produksi besi-baja di Sulawesi Tengah. Selain itu, terjadi peningkatan ekspor logam dasar, di antaranya komoditas ferro alloy nickel dan stainless steel. Berikutnya, industri kertas dan barang dari kertas percetakan dan reproduksi media rekaman yang tumbuh 1,10 persen. Capaian ini didukung dari peningkatan produksi kertas di beberapa sentra produksi seperti Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Selain itu, permintaan luar negeri yang mengalami pertumbuhan.
Sektor lainnya, industri makanan dan minuman yang tumbuh 0,22 persen. Adapun, angka tersebut meningkat sekitar 1,87 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Pertumbuhan sektor ini diidukung peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil/PKO).
Menurut Menteri AGK, yang perlu dilakukan untuk menggenjot kinerja industri saat ini salah satunya dengan mengoptimalkan sisi permintaan pasar, sehingga penyerapan terhadap produk-produk industri manufaktur di Indonesia bisa terjadi. “Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Stimulus bagi dunia industri akan terus kami gulirkan agar aktivitas industri bisa kembali normal,” katanya.
Guna meningkatkan daya saing sektor industri, Agus menambahkan, pemerintah akan mengintegrasikan peta jalan substitusi impor sebesar 35 perdrn pada 2022 dengan implementasi program Making Indonesia 4.0. Sebab, penggunaan teknologi dapat menurunkan biaya operasional dan meningkatkan produktivitas. “Selain pengurangan impor, strategi lainnya adalah peningkatan utilisasi produksi di seluruh sektor manufaktur yang sempat turun ke level 40 persen pada awal masa pandemi,” ujarnya. Menperin menargetkan angka tersebut akan terus naik ke kisaran 60 persen pada akhir 2020, sehingga bisa kembali ke kondisi sebelum pandemi di kisaran 75 persen pada akhir 2021. *ant
Komentar