Bawang Merah Bantu Kesejahteraan Petani Songan
DENPASAR, NusaBali
Bawang merah bukan sekadar bagian dari bumbu dapur. Bagi petani di Desa Songan, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, bawang merah merupakan komoditas ‘istimewa’.
Bawang merupakan tanaman pembuka dari tahapan bertani selanjutnya. Dan yang lebih penting, berkat bawang merah kesejahteraan petani setempat meningkat.
Namun pencapaian itu tidak instan. Ada proses. Salah satunya pembinaan dari Bank Indonesia melalui Program Pendampingan dan Pembinaan Pengembangan Klaster Tanaman Pangan. Dalam hal ini klaster bawang merah. Rintisan dimulai tahun 2015. Kemudian dilanjutkan penandatangan MoU antara Bank Indonesia (KPwBI) Bali dengan Bupati Bangli tahun 2016.
Tujuannya meningkatkan produksi bawang merah sehingga mampu mengangkat kesejahteraan petani. Polanya lewat pendampingan teknis pengolahan lahan, bantuan saprodi, pengolahan produk dari hulu ke hilir dan memperluas pemasaran. Untuk mengolah lahan, petani menggunakan traktor. Tidak lagi secara manual yakni mencangkul. Juga bantuan pompa air, pemanfaatan teknologi pemupukan organik (permentasi) M11, untuk mengurangi ketergantungan pupuk kimia.
Pendampingan dan proses tersebut membuahkan hasil positif. Produksi bawang meningkat. Untuk per hektare lahan, rata-rata panen bawang mencapai lebih dari 10 ton (basah). Bahkan bisa mencapai 20 ton per hektare.
Ketua Kelompok Tani Sari Pertiwi Desa Songan I Komang Sukarsana, mengatakan petani benar-benar merasakan manfaatkan pendampingan dan pembinaan dari Bank Indonesia. “Kami petani bisa merasakan langsung,” kata Sukarsana, Senin (9/11).
Paling tidak ada empat manfaat yang didapatkan petani. Selain peningkatan produksi, petani bisa bercocok tanam sepanjang musim. Irigasi mencukupi, karena sudah ada bantuan mesin atai pompa air untuk mengairi tanaman bawang merah. Yang kedua mampu menambah lapangan kerja. “Panen raya membutuhkan tenaga kerja cukup banyak,” lanjut Sukarsana.
Selanjutnya petani memperoleh keterampilan bagaimana mengolah bawang menjadi produk turunan atau olahan. Diantaranya kripik bawang Selain emba (bawang goreng), dan produk olahan lain yang merupakan produk hilir.
Sementara penggunaan teknologi pupuk organik (M 11) menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia berkurang. Karena penggunaan pupuk organik ini Kelompok Tani Sari Pertiwi berhasil mengantongi sertifikat Prima dari Provinsi Bali. “Ini menunjukkan produk aman dikonsumsi,” ujar Sukarsana.
Pendampingan oleh Bank Indonesia, kata Sukarsana, juga membantu memperluas pemasaran. Bawang merah Songan banyak dikirim ke Jawa, selain pemenuhan pasar lokal. “Demikian juga akses permodalan dari bank juga dibantu,” katanya.
Kepala KPwBI Bali Trisno Nugroho menyatakan pembinaan klaster bawang merah seperti di Songan Kintamani merupakan salah satu dari pembinaan klaster ketahanan pangan yang dilakukan Bank Indonesia. Hal tersebut lanjutnya, terkait salah satu tugas Bank Indonesia untuk menjaga inflasi, selain stabilitas moneter. Karena itulah ketersediaan dari komoditas-komoditas yang mempengaruhi inflasi seperti bawang merah, bawang putih, cabe, padi dan lainnya mesti dijaga ketersediaan dan pasokannya. “Makanya dibina dan dikembangkan klaster-klaster pangan tersebut,” ujar Trisno Nugroho.
Selain bawang merah di Songan Kintamani, klaster pangan lain yang dibina dan dikembangkan Bank Indonesia, di antaranya bawang putih di Wanagiri, Buleleng, cabe di Ababi Karangasem, padi di Subak Pulagan Tampaksiring dan Subak Getas di Blahbatuh, Gianyar. Kemudian klaster sapi di Desa Perempatan Kecamatan Rendang dan Jungutan Bebandem Karangasem. *k17
Namun pencapaian itu tidak instan. Ada proses. Salah satunya pembinaan dari Bank Indonesia melalui Program Pendampingan dan Pembinaan Pengembangan Klaster Tanaman Pangan. Dalam hal ini klaster bawang merah. Rintisan dimulai tahun 2015. Kemudian dilanjutkan penandatangan MoU antara Bank Indonesia (KPwBI) Bali dengan Bupati Bangli tahun 2016.
Tujuannya meningkatkan produksi bawang merah sehingga mampu mengangkat kesejahteraan petani. Polanya lewat pendampingan teknis pengolahan lahan, bantuan saprodi, pengolahan produk dari hulu ke hilir dan memperluas pemasaran. Untuk mengolah lahan, petani menggunakan traktor. Tidak lagi secara manual yakni mencangkul. Juga bantuan pompa air, pemanfaatan teknologi pemupukan organik (permentasi) M11, untuk mengurangi ketergantungan pupuk kimia.
Pendampingan dan proses tersebut membuahkan hasil positif. Produksi bawang meningkat. Untuk per hektare lahan, rata-rata panen bawang mencapai lebih dari 10 ton (basah). Bahkan bisa mencapai 20 ton per hektare.
Ketua Kelompok Tani Sari Pertiwi Desa Songan I Komang Sukarsana, mengatakan petani benar-benar merasakan manfaatkan pendampingan dan pembinaan dari Bank Indonesia. “Kami petani bisa merasakan langsung,” kata Sukarsana, Senin (9/11).
Paling tidak ada empat manfaat yang didapatkan petani. Selain peningkatan produksi, petani bisa bercocok tanam sepanjang musim. Irigasi mencukupi, karena sudah ada bantuan mesin atai pompa air untuk mengairi tanaman bawang merah. Yang kedua mampu menambah lapangan kerja. “Panen raya membutuhkan tenaga kerja cukup banyak,” lanjut Sukarsana.
Selanjutnya petani memperoleh keterampilan bagaimana mengolah bawang menjadi produk turunan atau olahan. Diantaranya kripik bawang Selain emba (bawang goreng), dan produk olahan lain yang merupakan produk hilir.
Sementara penggunaan teknologi pupuk organik (M 11) menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia berkurang. Karena penggunaan pupuk organik ini Kelompok Tani Sari Pertiwi berhasil mengantongi sertifikat Prima dari Provinsi Bali. “Ini menunjukkan produk aman dikonsumsi,” ujar Sukarsana.
Pendampingan oleh Bank Indonesia, kata Sukarsana, juga membantu memperluas pemasaran. Bawang merah Songan banyak dikirim ke Jawa, selain pemenuhan pasar lokal. “Demikian juga akses permodalan dari bank juga dibantu,” katanya.
Kepala KPwBI Bali Trisno Nugroho menyatakan pembinaan klaster bawang merah seperti di Songan Kintamani merupakan salah satu dari pembinaan klaster ketahanan pangan yang dilakukan Bank Indonesia. Hal tersebut lanjutnya, terkait salah satu tugas Bank Indonesia untuk menjaga inflasi, selain stabilitas moneter. Karena itulah ketersediaan dari komoditas-komoditas yang mempengaruhi inflasi seperti bawang merah, bawang putih, cabe, padi dan lainnya mesti dijaga ketersediaan dan pasokannya. “Makanya dibina dan dikembangkan klaster-klaster pangan tersebut,” ujar Trisno Nugroho.
Selain bawang merah di Songan Kintamani, klaster pangan lain yang dibina dan dikembangkan Bank Indonesia, di antaranya bawang putih di Wanagiri, Buleleng, cabe di Ababi Karangasem, padi di Subak Pulagan Tampaksiring dan Subak Getas di Blahbatuh, Gianyar. Kemudian klaster sapi di Desa Perempatan Kecamatan Rendang dan Jungutan Bebandem Karangasem. *k17
Komentar