Harga Test Antigen Turun Jadi Rp 99.000
Melanggar, Laboratorium Ditutup
DENPASAR, NusaBali
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menurunkan harga Rapid Diagnostik Test (RDT) Antigen dari semula Rp 250.000 menjadi Rp 99.000 untuk sekali pemeriksaan di wilayah Jawa-Bali.
Khusus untuk wilayah Bali, harga rapid test antigen diturunkan dari semula Rp 150.000 menjadi batas maksimal Rp 99.000. Jika ketentuan turun harga ini dilanggar, izin usaha laboratorium akan dicabut. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya MPPM, mengatakan turunnya harga rapid test antigen ini mengacu kepada Keputusan Kementerian Kesehatan yang harus ditindaklanjuti di daerah. Berdasarkan keputusan Kemenkes, tidak boleh ada tarif rapoid test antigen melebihi Rp 99.000.
“Kami akan segera buat surat edaran kepada para pengelola laboratorium kesehatan di Bali, supaya mereka mengikuti tarif yang telah ditetapkan. Kami di Bali menetapkan harga tertinggi rapid test antigen sebenar Rp 99.000. Ini turun dari sebelumnya seharga Rp 150.000," ujar Ketut Suarjaya dalam keterangan persnya di Denpasar, Kamis (2/9).
Menurut Suarjaya, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kalau ada yang memberlakukan tarif rapid test antigen di luar ketentuan Surat Edaran (SE) Dinas Kesehatan Provinsi Bali. "Sanksinya, kami bisa cabut izin laboratorium kesehatan, kalau mereka melanggar,” tegas Suarjaya.
Suarjaya memaparkan, saat ini ada 26 labratorium kesehatan yang beroperasi di Bali untuk pelayanan rapid test antigen dan swab PCR. Semua 26 laboratrium tersebut mengantongi izin Kemenkes. "Kami akan pantau semua Labkes ini bersama Satgas Penanganan Covid-19. Kalau ada Labkes yang nakal, akan kita tutup," tegas ancam Suarjaya.
Versi Suarjaya, penetapan tarif rapid test antigen batas maksimal Rp 99.000 di Bali dilakukan karena pemerintah ingin memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat untuk pengecekan kesehatan. Terutama juga untuk diagnosis kondisi Covid-19.
“Apalagi, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan saat ini, rapid test antigen sudah bisa dijadikan alat diagnosis Covid-19. Dulu kan hanya tes berbasis swab PCR saja yang jadi alat diagnosis. Jadi, masyarakat lebih mudah aksesnya sekarang," terang birokrat asal Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.
Suarjaya menegaskan, selain turunkan taruf agar akses kesehatan yang lebih mudah untuk masyarakat, ketersediaan antigen saat ini juga cukup aman. "Secara ekonomi, prinsip supply-demand (penawaran dan permintaan) berlaku. Kalau permintaan meningkat, penawaran juga meningkat," katanya.
Sedangkan untuk tarif swab PCR, kata Suarjaya, saat ini masih diberlakukan harga lama yakni Rp 495.000 per sedkali pemeriksaan. Sejauh ini belum ada perubahan tarif yang diinsitruksikan pusat.
Pemprov Bali sendiri telah menetapkan tarif maksimal pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) di Pulau Dewata turun menjadi Rp 495.000 dari semula Rp 900.000, sejak 18 Agustus 2021. Turunnya tarif RT-PCR itu dituangkan melalui Surat Edaran (SE) Nomor B.18.445/2802/PELKES/DISKES tertanggal 18 Agustus 2021, yang ditandatangani Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Pro-vinsi Bali, Dewa Made Indra. SE tersebut ditujukan kepada Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten/Kota se-Bali, Kadis Kesehatan Kabupaten/Kota se-Bali, Direktur Rumah Sakit Milik Pemerintah se-Bali, Direktur Rumah Sakit Swasta se-Bali, Kepala Laboratorium se-Bali, dan Kepala Klinik se-Bali.
Dengan diberlakukannya SE Nomor B.18.445/2802/PELKES/DISKES ini, maka SE Nomor 445/188774/Yankes.Dinkes Tanggal 6 Oktober 2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dicabut dan dinyatakan tidak diberlakukan lagi. Dalam SE sebelumnya, tercantum tarif tertinggi RT-PCR di Bali sebesar Rp 900.000.
Sementara itu, ditanya soal Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang masuk ke Bali kini tidak perlu lagi menggunakan syarat surat keterangan rapid test berbasis PCR kalau sudah divaksin dua kali, menurut Suarjaya, belum ada keputusan resmi pemerintah seperti itu. Jadi, saat ini masih berlaku syarat rapid test berbasis PCR bagi PPDN.
“Kan yang berwenang soal itu Menteri Perhubungan. Sampai saat ini belum ada keputusan dari Menteri Perhubungan soal syarat vaksinasi dua kali sebagai pengganti test PCR," jelas alumni Fakultas Kedokteran Unud angkatan 1980 yang juga merangkap sebagai Plt Dirut RS Bali Mandara ini. *nat
“Kami akan segera buat surat edaran kepada para pengelola laboratorium kesehatan di Bali, supaya mereka mengikuti tarif yang telah ditetapkan. Kami di Bali menetapkan harga tertinggi rapid test antigen sebenar Rp 99.000. Ini turun dari sebelumnya seharga Rp 150.000," ujar Ketut Suarjaya dalam keterangan persnya di Denpasar, Kamis (2/9).
Menurut Suarjaya, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kalau ada yang memberlakukan tarif rapid test antigen di luar ketentuan Surat Edaran (SE) Dinas Kesehatan Provinsi Bali. "Sanksinya, kami bisa cabut izin laboratorium kesehatan, kalau mereka melanggar,” tegas Suarjaya.
Suarjaya memaparkan, saat ini ada 26 labratorium kesehatan yang beroperasi di Bali untuk pelayanan rapid test antigen dan swab PCR. Semua 26 laboratrium tersebut mengantongi izin Kemenkes. "Kami akan pantau semua Labkes ini bersama Satgas Penanganan Covid-19. Kalau ada Labkes yang nakal, akan kita tutup," tegas ancam Suarjaya.
Versi Suarjaya, penetapan tarif rapid test antigen batas maksimal Rp 99.000 di Bali dilakukan karena pemerintah ingin memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat untuk pengecekan kesehatan. Terutama juga untuk diagnosis kondisi Covid-19.
“Apalagi, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan saat ini, rapid test antigen sudah bisa dijadikan alat diagnosis Covid-19. Dulu kan hanya tes berbasis swab PCR saja yang jadi alat diagnosis. Jadi, masyarakat lebih mudah aksesnya sekarang," terang birokrat asal Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.
Suarjaya menegaskan, selain turunkan taruf agar akses kesehatan yang lebih mudah untuk masyarakat, ketersediaan antigen saat ini juga cukup aman. "Secara ekonomi, prinsip supply-demand (penawaran dan permintaan) berlaku. Kalau permintaan meningkat, penawaran juga meningkat," katanya.
Sedangkan untuk tarif swab PCR, kata Suarjaya, saat ini masih diberlakukan harga lama yakni Rp 495.000 per sedkali pemeriksaan. Sejauh ini belum ada perubahan tarif yang diinsitruksikan pusat.
Pemprov Bali sendiri telah menetapkan tarif maksimal pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) di Pulau Dewata turun menjadi Rp 495.000 dari semula Rp 900.000, sejak 18 Agustus 2021. Turunnya tarif RT-PCR itu dituangkan melalui Surat Edaran (SE) Nomor B.18.445/2802/PELKES/DISKES tertanggal 18 Agustus 2021, yang ditandatangani Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Pro-vinsi Bali, Dewa Made Indra. SE tersebut ditujukan kepada Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten/Kota se-Bali, Kadis Kesehatan Kabupaten/Kota se-Bali, Direktur Rumah Sakit Milik Pemerintah se-Bali, Direktur Rumah Sakit Swasta se-Bali, Kepala Laboratorium se-Bali, dan Kepala Klinik se-Bali.
Dengan diberlakukannya SE Nomor B.18.445/2802/PELKES/DISKES ini, maka SE Nomor 445/188774/Yankes.Dinkes Tanggal 6 Oktober 2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dicabut dan dinyatakan tidak diberlakukan lagi. Dalam SE sebelumnya, tercantum tarif tertinggi RT-PCR di Bali sebesar Rp 900.000.
Sementara itu, ditanya soal Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang masuk ke Bali kini tidak perlu lagi menggunakan syarat surat keterangan rapid test berbasis PCR kalau sudah divaksin dua kali, menurut Suarjaya, belum ada keputusan resmi pemerintah seperti itu. Jadi, saat ini masih berlaku syarat rapid test berbasis PCR bagi PPDN.
“Kan yang berwenang soal itu Menteri Perhubungan. Sampai saat ini belum ada keputusan dari Menteri Perhubungan soal syarat vaksinasi dua kali sebagai pengganti test PCR," jelas alumni Fakultas Kedokteran Unud angkatan 1980 yang juga merangkap sebagai Plt Dirut RS Bali Mandara ini. *nat
Komentar